"Hahhh! "
Dengan wajah yang berkeringat dan nafas yang tak beraturan, aku terbangun dari tidurku.
Lagi-lagi terjadi, mau sampai kapan aku mengalami hal ini?
Beranjak dari tempat tidur dan keluar dari kamar, aku sempat berpapasan dengan para penghuni penginapan lainnya saat menuruni tangga, namun aku mengabaikan mereka, segera pergi menuju meja pelayanan yang berada di lantai pertama penginapan.
Setelah sampai ke lantai, aku menyadari sesuatu, ternyata ini adalah sebuah tempat dimana para petualang berkumpul untuk mengambil quest maupun mengambil hadiah quest yang mereka kerjakan. Kemarin aku hanya melihat sedikit orang, mungkin karena aku datang pada sore hari.
Di saat yang sama, wanita resepsionis yang kemarin sudah berada di meja pelayanan, terlihat sedang sibuk menangani para petualangan yang mengambil sebuah quest baru untuk dilakukan maupun yang mengambil hadiah questnya.
Ya, kurasa aku harus menunggu.
Ketika kerumunan mulai menghilang, dan para petualang satu persatu berjalan keluar untuk menjalankan misi mereka, akupun mendekat ke meja pelayanan, tempat wanita resepsionis berada.
"Kau cukup sibuk hari ini," kataku.
Aku harus berbicara dengan sopan saat ingin bertanya sesuatu, atau kejadian kemarin akan terulang.
"Aku sudah terbiasa, beginilah pekerjaanku setiap hari," Jawab wanita tersenyum.
Aku tak tahu wanita ini sedang tersenyum karena tuntutan pekerjaan atau dia memang sedang tersenyum kepadaku.
Aku benar-benar tak pandai dalam hal-hal semacam ini.
"Apa kau juga berniat mengambil sebuah quest?" tanya tiba-tiba wanita.
"Tidak. Sama sekali tidak," jawabku.
Aku malah menolaknya dengan cepat, padahal aku berniat menolaknya dengan lebih baik tadi.
"Kenapa? Jika kau mengambil sebuah quest dan berhasil menyelesaikannya, kau bisa dapat imbalan dan dapat tidur di kamar yang lebih layak bukan?" tanya wanita resepsionis.
"Hmm, dunia ini benar-benar mirip seperti sebuah cerita fiksi…"
"Anda mengatakan sesuatu tuan?"
"Bukan apa-apa, aku hanya sedang berfikir untuk mengambil sebuah misi atau tidak - dan juga, bisa kau hentikan cara bicaramu itu? Berhenti memanggilku tuan," kataku.
"Ini tuntutan pekerjaan, tapi jika tuan inginnya begi-"
"Fuma, panggil saja Fu. Aku akan sangat berterima kasih jika kau memanggilku seperti itu," kataku. memotong ucapan gadis itu.
"Kalau begitu, aku juga akan menyembutkan namaku, Mika Saru! Kau boleh memanggilku Mika, begini-begini aku masih berumur 20 tahun, kuharap kita bisa menjadi saudara mulai hari ini." begitulah katanya.
Tunggu dulu!
"Apa maksud dari kata 'saudara' yang kau katakan?"
"Aku dan Fu mulai sekarang saudara, jika kau punya masalah, jangan segan-segan untuk menceritakan pada kakak Mika!" kata Mika ceria.
"Ha? Kakak? Mika?."
Aku benar-benar di bingung kan oleh tingkah orang yang di hadapanku ini.
"Kelihatannya kau lebih muda dariku, jadi bukankah sudah jelas, kau harus memanggilku sebagai kakak, kak Mika! Jadi begini rasanya punya seorang adik," Mika terlihat sangat bahagia.
Tapi tidak bagiku, itu adalah keputusan sepihak dan aku tak akan pernah menerimanya.
Fuma menghela.
Kelihatannya lagi-lagi aku bertemu dengan orang aneh.
Aku sudah menyerah untuk membuat wanita di depanki untuk berhenti berbicara tentang dirinya yang memimpikan menjadi seorang kakak.
Kenapa harus aku?
"Jadi kau ingin mengambil sebuah quest apa tidak?" cara bicara Mika tiba-tiba berubah 180 derajat.
Aku tekejut untuk sesaat, "Akan kupikirkan."
Aku sama sekali tak tertarik dengan hal merepotkan itu.
Tiba-tiba, Mika mengambil sesuatu di bawah meja pelayanan, lalu menaruh sebuah kertas yang kelihatannya terbuat dari kulit di atas meja.
"Ini adalah salinan quest yang ada dipapan permintaan, jika ada yang menarik perhatianmu, jangan sungkan untuk mengambilnya." kata Mika memperlihatkan berbagai macam quest kepadaku.
Tapi, dari awal aku sama sekali tak tertarik, itulah yang kupikirkan sampai melihat sebuah quest yang berwarna perak, berbeda dengan quest lainnya.
"Kenapa quest ini memiliki warna yang berbeda dengan quest lainnya?" tanyaku menunjuk quest yang berwarna perak itu.
"Hmm," Mika memperhatikan quest yang di tunjuk olehku, "Quest ini baru saja di terima kemarin, ini adalah qust rank A, seharusnya ini tak ada disini…" Mika terlihat memikirkan sesuatu, "Gawat! Aku seharusnya mengirimkan quest ini ke pusat guild."
Dengan panik, Mika segera mengambil quest perak tersebut dan berlari menuju ke luar ruangan.
"Tu-"
Sudah terlambat, Mika sudah hampir keluar.
Padahal ada yang ingin kutanyakan padanya.
Tapi, pintu ruangan tiba-tiba saja terbuka dari luar, di balik pintu, terlihat 3 orang yang sedang beridiri di luar ruangan.
Pertama adalah seorang pria, memiliki rambut coklat, mata berwarna kuning kecoklatan, dengan sebuah katana yang tersarung di pinggangnya,
Kedua adalah seorang gadis yang terlihat polos, berambut pirang, dilengkapi dengan sebuah busur tanpa anak panah di tangan kanannya,
Dan yang terakhir sedikit membuatku terkejut, dia adalah orang aneh yang kutemui saat pertama kali memasuki kota Geamor. Seseorang yang memiliki rambut dan mata yang berwarna merah, sang 0ahlawan Api Rangga, begitulah cara dia menyebut dirinya sendiri.
Mika terlihat terkejut dengan apa yang baru dia lihat, dia tak bergerak sama sekali dari tempatnya.
Untuk ke-3 orang itu sendiri, setelah berdiri cukup lama, akhirnya mereka memutuskan untuk memasuki ruangan.
Apa-apaan itu? Apa mereka pikir bisa terlihat keren dengan berdiri cukup lama di sana? Hal itu malah membuat mereka terlihat seperti orang bodoh, terutama si rambut merah itu.
"Ka-ka-kalian sendiri yang datang ke sini? Padahal aku baru saja ingin mengantarkan misi ini ke guild utama," kata Mika dengan wajah yang lumayan berkeringat.
"Ya. Karena belum juga ada yang mengambil questnya, kepala desa yang membuat permintaan itu datang sendiri, dia mengatakan membuatnya disini, jadi kami datang untuk mengambilnya," kata sang pria berambut kuning tersenyum.
"Sebenarnya aku ingin mengirimkan quest ini ke pusat guild kemarin, tapi aku lupa, dan baru saja teringat hehehe," Mika menggaruk-garuk kepalanya.
"Tidak papa," sahut pria berambut kuning.
"Bisakah misi ini di urus dengan cepat, kita harus segera pergi menghabisi monsternya," sela Rangga tiba-tiba memotong pembicaraan.
Memdengar hal tersebut, Mikapun langsung saja terkejut, dia dengan ceapt berlari ke meja pelayanan, diikuti oleh tiga orang tersebut.
Saat semakin dekat, Rangga melihat ke arahku yang sedang duduk di depan meja pelayanan.
"Oh, kau orang yang kemarin," ucap Rangga berjalan mendekati, lalu menepuk pundakku.
"Siapa kau, aku tidak kenal. Mungkin kau salah orang," balasku mencoba menghindar dari Rangga.
"Seperti biasa kau hebat dalam bercanda, bukankah kita baru saja bertemu kemarin? Itu, yang prencuri."
"Aku tidak ingat sama sekali, maaf, sepertinya kau memang salah orang," kataku berusaha berdiri dari tempat dudukku tapi…
"Kau mau kemana?" tanya Mika dengan wajah tersenyum.
Senyum itu… aku memiliki firasat buruk tentang ini.