webnovel

UNFORGIVEN BOY

Bertemu dengannya adalah anugerah, karena dia menunjukkan ku sisi lain dunia yang tak pernah ku lihat. Mengenalnya adalah kebahagiaan, karena dia memberi ku warna lain dalam hidup yang tak pernah ku tahu.... Bersamanya adalah mimpi, karena dia membuatku seolah menjadi gadis sempurna di balik semua kekurangan yang aku punya. Aku, bukanlah gadis cantik yang sempurna. Aku adalah gadis buruk rupa yang sering disebut sebagai anak singa. Namun begitu, andai takdir bisa diulang kembali, maka aku tak ingin bertemu dengannya, aku tak ingin mengenalnya, dan aku tak ingin bersamanya. Karena, terlalu banyak hal yang hilang tak bersisa, semenjak ada dia. Dia, adalah seorang lelaki, yang sampai kapanpun tak akan pernah ku lupa. Dia, adalah seorang lelaki yang sampai kapanpun tak akan pernah ku maafkan, dia, ya dia.

PrincesAuntum · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
160 Chs

Ricky's Life

"Jadi... siapa yang ingin menjadi perwakilan cerdas cermat ini? Yang ikut serta hanya empat anak di masing-masing sekolah, dengan kandidat utama ketua OSIS sebagai perwakilan." Bu Marita masuk ke dalam kelasku. Semua siswa langsung menunduk takut-takut karena mereka tidak ingin ditunjuk.

Sementara aku? Tidak akan mungkin mengikuti lomba ini. Karena, aku adalah OSIS. Tugasku membantu berjalannya acara, tentu saja. Ada perwakilan masing-masing dari angkatan, mulai kelas satu, dua, sampai tiga. Dan... hanya kelas dualah yang sampai detik ini belum mendapatkan kandidat.

"Lilia kelas IPA 2 saja, Bu!" seru Bondan. Di sekolah ini memang baik anak IPA pun IPS dibagi ke dalam 3 kelas. Jadi, jumlah kelas satu angkatan ada 6, dan diletakkan di dalam satu gedung dua lantai di setiap angkatannya. Begitu pun seterusnya.

"Ibu sudah mendapatkan kandidat yang cocok untuk cerdas cermat ini." putus Bu Marita saat semua anak enggan mengajukan diri. Andai saja aku memiliki kesempatan, pasti dengan senang hati aku akan mengikutinya. Mengingat, jika cerdas—cermat ini akan memberikan nilai tambahan untuk beasiswaku tahun depan.

"Siapa, Bu?" seru anak-anak bersamaan.

Bu Marita melotot, semuanya langsung diam seketika. Memang... begitulah Bu Marita. Efek luar biasa itu pun tak hanya para murid saja yang merasakan. Akan tetapi para Guru pun pada segan dengan beliau.

"Ricky... kamu yang akan mewakili dari kelas 2."

"Saya? Apa Ibu tidak salah tunjuk? Saya anak badung, lho. Bukankah Ibu paling membenci saya?"

"Tunjukkan pada Ibu jika kamu bukan hanya bisa melindungi harga dirimu dengan tawuran. Tapi juga bisa melindungi harga diri Sekolahan dengan otakmu." Ricky mencibir. Tapi dia tak menjawab ucapan Bu Marita. Itu tandanya, dia menerima tanggung jawab itu, kan?

Kuiringkan wajahku, kutatap sosoknya yang sedang menatapku sambil menggaruk tengkuknya. Aku yakin dia sungkan. Karena tak terbiasa melakukan hal baik untuk Sekolahan.

"S-E-M-A-N-G-A-T!" ucapku tanpa suara. Dia tersenyum sangat lebar, sampai gigi ginsulnya terlihat nyata. Terlebih... lesung pipi itu.

"Rick! Lo kalau senyum ngalihin Dunia gue, deh!" seru Echa, mengedipkan matanya pada Ricky. Ricky kembali menutup mulutnya, kemudian memasang tampang kecut seperti biasa.

"Elo sih, Cha! Gue'kan belum motret dia!"

"Iya nih!"

Mereka tak menganggapku ada....

Aku menunduk sambil tersenyum kecut. Kenapa, mereka berkata seperti itu dengan begitu mudah? Padahal jelas-jelas aku—ceweknya Ricky ada di sini. Oh ya, aku lupa... aku memang tak dianggap ada oleh mereka.

"Nggak usah diladenin. Yang jelas Ricky milik elo, sah!" kata Lala, menyikut lenganku. Sah? Seperti kami ini pasangan suami—istri saja.

"Lam! Buruan! Kita udah ditunggu sama Mila dan Kak Aldi!" pekik Sekar. Aku sampai lupa. Kalau pagi ini tugasku dan Sekar untuk mengurus keperluan cerdas—cermat yang akan dimulai sebentar lagi. Jika kami tak segera ke sana, hukuman akan ada di depan mata.

"La, Gen... gue pamit dulu."

"Ketemu di sana, ok!" aku mengangguk. Keduanya memelukku erat-erat, seperti kami akan berpisah selamanya.

"HP lo getar, Lam." kata Sekar. Setelah kulepaskan pelukan Lala dan Genta kubuka HP-ku. Ini masih HP yang dulu. HP rusak karena aku belum punya uang untuk beli yang baru. HP dengan beberapa solasi yang ada di sana-sini. Tapi, semua fiture-nya masih berfungsi. Hanya saat menerima telfon saja, yang sedikit hilang suaranya itu pun kadang-kadang.

From : Ricky (Pacar)

Jngan pelukan sma Genta! Gw gk suka! :@

Kulirik Ricky sebelum aku melangkah pergi. Dia bertopang dagu sambil memandang ke arah Mondy pun Bondan dengan tak minat. Aku bingung, harus kujawab apa pesan dari dia.

To : Ricky (Pacar)

Knp? :o

From : Ricky (Pacar)

Gk ada cowk yg boleh pluk elo selain gw! XD

"Lam! Elo kenapa sih? Kesurupan, ya? Dari tadi senyam-senyum nggak jelas!" aku memekik kaget saat Sekar menepuk bahuku. Segera kusembunyikan ponselku sambil kuketik balasan untuk Ricky. Apakah aku benar senyam-senyum? Aku tak menyadari hal itu.

To : Ricky (Pacar)

:*

"Ya ampun!" ya Tuhan... kenapa aku bisa mengirim emotikon itu kepada Ricky! Bagaimana ini? Bagaimana jika dia mengira aku ini cewek genit? Atau cewek gampangan yang menginginkan ciuman?!

Kuotak-atik HP-ku, berharap jika aku bisa menarik lagi SMS itu. Tapi... belum sempat kupastikan SMS yang kukirim masuk. Ada getar lagi di HP-ku. Dan itu tandanya, jika sebuah pesan baru saja kuterima.

Pelan aku membuka pesan dari Ricky. Semoga saja dia tak mengataiku cewek murahan ataupun semacamnya. Betapa kaget aku saat tahu isi balasan Ricky, balasan yang menurutku di luar pemikiran.

From : Ricky (Pacar)

:* :* :* :* :* :* :* :* i love u... sayang

Dadaku mendadak bergemuruh, bahkan wajahku terasa panas sekarang. Aku yakin, wajahku kini berubah warna menjadi merah jambu. Ya Tuhan... apakah ini yang namanya jatuh cinta? Begitu sederhana tapi mampu membuatku tergila-gila. Jika memang benar ini namanya jatuh cinta, maka aku ingin merasakannya selamanya.

To : Ricky (Pacar)

I love u too ^.^

@@@

Sekitar jam sembilan pagi... anak-anak SMA Harapan Bangsa dan Pelita Mulya sudah memenuhi lapangan tengah tempat diadakannya lomba cerdas—cermat. Bahkan... para supporter tak segan-segan memasang banner pun bersorak-sorai dengan pom-pom mereka. Nyaris seperti lapangan bola yang akan melakukan pertandingan final. Aku tahu... bagi mereka lomba ini lebih penting dari pada pertandingan bola. Karena... bukan hanya siswa yang dikenal pandai saja, bahkan Ketua OSIS'pun terjun untuk berpatisipasi dalam lomba ini. Tak dipungkiri, lomba ini merupakan titik terlemah kedua kubu. Karena... kubu yang biasanya hanya mengandalkan otot untuk menunjukkan siapa sang juara. Kini mereka harus menggunakan otak untuk membuktikannya.

Di kubu SMA Pelita Mulya, ada Eriana anak kelas satu, Kak Marcus anak kelas tiga, Kak Aldi dan Ricky yang mewakili kelas dua. Sementara di kubu SMA Harapan Bangsa ada dua orang cewek pun dua orang cowok. Terlebih... Arya? Kenapa dia ikut berpartisipasi? Apakah dia salah satu siswa cerdas di Sekolahnya? Jika memang iya, akan hebat sekali. Karena Ricky—Arya, sahabat ini sama-sama memiliki kelebihan luar biasa.

"Kak Arya!! We love you!!!" rupanya... penggemar Arya sangat banyak. Bahkan, bukan dari Sekolah Harapan Bangsa saja. Lihat saja beberapa anak kelas satu dari SMA Pelita Mulya. Mereka juga mengidolakan Arya. Wajarlah, Arya'kan model majalah remaja... katanya.

"Ketua OSIS Harapan Bangsa, cakep!" pekik Sekar. Kuarahkan pandanganku mengikuti jari telunjuknya. Aku baru sadar, jika Aryalah yang dimaksud. Jadi... Arya?

"Jadi... Arya itu Ketua OSIS?"

"Iya! Keren, ya. Udah Ketua OSIS, pinter, ganteng, beken lagi!" rupanya, Sekar pun mengidolakan Arya.

"Ricky! Prok... prok... prok! Ricky hura... hura yesss!!!"

"Bang Ricky semangatku!! Bang Ricky idolaku!! Bang Ricky ayo kita maju!! Lawanlah musuh yang lebay-lebay itu!!!" kukerutkan keningku mendengar yel-yel yang aneh itu. Apa mereka waras? Sekumpulan preman sambil membawa kain hitam yang dicorat-coret pakai cat merah putih sambil menuliskan nama Ricky besar-besar di sana. Mungkin, itu gaya para preman dalam mendukung sahabat premannya.

"Ricky!!! Kami masih memuja elo!!! Semangat Ricky!!!!!" dan gerombolan Salma—Echa, Adik kelas pun Kakak kelas lainnya.

Aku jadi tersanjung, melihat begitu banyak orang yang mendukung Ricky. Setidaknya... Ricky tak merasakan sendiri. Setidaknya, Ricky memiliki semangat untuk berjuang dengan cara yang benar.