webnovel

Cemburu

Menatap dengan wajah teduh seperti tidak pernah terjadi apa-apa, Ryo tersenyum lembut lalu memeluk gadis itu dengan perasaan campur aduk. Baru kali ini dirinya merasa tersaingi dalam hal asmara.

Padahal sebenarnya dia dan Kyo tidak memiliki tipe wanita yang sama. Namun, entah kenapa saat Ayaka datang ke dalam hidupnya, seketika dirinya melupakan apa itu tipe wanita idaman. Dirinya hanya melihat Ayaka saja sudah cukup menyenangkan hatinya.

Mungkin karena Ayaka yang terlihat halus, polos, baik hati, anggun, dan juga sangat berbeda dengan sikap Izumi. Mereka; Kei, Kyo, dan dia hanya mengenal Izumi saja dan itu pun satu minggu yang lalu.

Karena kota tempat tinggal mereka yang berbeda, Yokohama dan Tokyo— dan mereka pun tidak pernah dipertemukan dalam pertemuan keluarga. Sudah jelas, karena hanya Kei yang bisa pergi ke kediaman tetua. Kyo, Ryo, Izumi, dan Ayaka ... mereka tidak pernah ke sana, bukan? Jadi bagaimana mereka tahu jika memiliki hubungan kekeluargaan.

"Ayaka-chan ... kenapa kau lahir lebih lambat dariku?" tanya Ryo yang masih memeluknya dengan erat.

Ayaka hanya terdiam merasakan kebingungan yang terus menyiksa kepalanya. Ada apa dengan sikapnya ini. Berubah-ubah seenaknya dan membuatnya merasa malu, bodoh, bersalah, ketakutan, dan marah dalam satu waktu.

Kenapa putra-putra Nakamura suka sekali membuatnya kesal. Apakah karena umur mereka yang berbeda jauh dengannya, maka dengan seenaknya bisa menggodanya.

Ayaka hanya tahu umur asli Kei, yakni 27 tahun. Namun, untuk Kyo dan Ryo ... ia tidak tahu pastinya. "Memangnya tidak boleh?" tanya balik dirinya yang mulai merasa kesal karena selalu dipermainkan.

Gadis itu bisa merasakan dadanya yang bergetar akibat Ryo yang tertawa pelan. Pria itu, entah apa yang sedang dipikirkannya. "Andai saja aku pernah bertemu denganmu meskipun hanya sekali saja," ujarnya melambungkan pikirannya jauh ke langit biru.

"Hm!"

"Kau marah padaku?"

"Tentu saja, bagaimana bisa saya tidak marah dengan Ryo-san yang berani mencium saya sembarangan!" kesal Ayaka sengaja menumpahkan isi hatinya. Dia sudah lelah.

"Tapi, kau juga menerimanya. Jadi, nikmati saja!"

"Sejak kapan Ryo-sa menjadi serampangan seperti Kyo-kun?" tanyanya lebih kesal lagi.

"Jika tidak begini, kau akan terus memperhatikannya. Aku tidak suka!" tegas Ryo posesif. Ia semakin mengeratkan tubuhnya hingga membuat Ayaka sesak nafas.

"Ryo-san, anda terlalu kuat!" lirih Ayaka merasa akan kehilangan nafasnya.

Ryo pun melepaskan pelukannya dan tersenyum tulus. Tangannya merapikan baju dan rambut Ayaka yang berantakan. Ia juga menundukkan kepalanya dan mencari-cari sesuatu di bagian dalam leher gadis itu.

Ditatap seperti itu, tentu saja Ayaka merasa risih. "Ryo-san, apa yang anda lakukan?"

"Aku hanya mencari bekas ciuman!"

"Hah, tidak ada yang seperti itu di sana."

"Jadi hanya ciuman di bibir?" seringai pria itu mengejutkan Ayaka lagi dan lagi. "Apa kau mau—."

Tidak.

Ayaka meremas kaus Ryo dengan kuat sambil berkata, "Jangan seperti itu, Ryo-san ... saya mohon ...," lirih Ayaka ketakutan saat mengingat kembali wajah Kei yang dingin dan menakutkan itu.

"Jadi, kau mulai menerima sentuhannya?"

"Hah?" kejut Ayaka tidak paham maksud ucapan pria itu.

"Kau, mulai menerima sentuhan Kyo?" tanya sekali lagi Ryo yang mencoba bersabar. "Katakan atau aku benar-benar akan membawamu ke kamarku sekarang juga!"

Ayaka mulai panik karena sikap Ryo berubah seperti tadi lagi. Parahnya, ia tak sengaja menatap wajah seseorang di depannya. Pada jarak sekitar 3 meter, Ayaka melihat tatapan dingin dan datar milik Kei sedang memperhatikan mereka.

"Ryo-san!" lirih Ayaka mencoba menghentikan Ryo yang nekat menahan tangan Ayaka ke atas dan bersiap untuk menerkam lehernya.

"Ryo!"

DEG.

"Ck ... anak kesayangan, ya. Kenapa kau kemari?" tanya Ryo dengan suara menggeram rendah.

Kei menyeringai lebar. "Ternyata kau juga tertarik dengannya. Lucu sekali!"

"Begitulah, makanya ... kalau kau memang tidak tertarik dengannya. Berikan saja padaku!" desisnya tajam.

Kei berjalan mendekati mereka; menarik tubuh Ryo menjauh dan menutupi Ayaka dengan tubuhnya. "Dia milikku, kau bisa mencari keturunan Hashimoto lainnya. Bukankah tidak sulit menemukan yang secantik ini?"

Ayaka sendiri yang tidak mengerti apa-apa hanya bisa berdo'a agar mereka tidak seperti Kyo tadi. Namun, perkiraan salah besar. Tiba-tiba saja, Ryo memukul kaca hingga pecah dan berantakan.

Gadis itu menutup mulut, ketakutan menjalar ke seluruh urat nadinya. Jadi ini alasan Kei melindungi Ayaka. "Kau tidak sabaran seperti biasa. Nah, jika sudah begini ... bukankah dia akan takut?" tanya Kei dengan smirk menakutkan di wajahnya.

"Biar saja. Meskipun dia takut, tapi dia tidak pengecut sepertimu!" pungkas Ryo, ia pun berlalu meninggalkan mereka berdua.

Ayaka melihat tetesan darah menetes dari lengan Ryo, ia pun berniat untuk mengejarnya. Namun, tubuh kecil itu dihalangi oleh Kei. "Diam saja di sana, ah tidak ... masuk ke kamar sekarang. Jika butuh makan atau minum, minta pada pelayan. Jangan keluar dari kamarku sampai aku datang!"

Gadis itu tertunduk sedih, perasaannya campur aduk. Ia tahu, Ryo hanya salah paham. Tetapi dirinya malah tidak peka akan hal itu. 'Kenapa kau jadi bodoh begini, Ayaka?'

"Dengar tidak?" tanya Kei mulai tidak sabar.

Ayaka mengangguk sopan. Ia pun menundukkan kepalanya menunggu Kei berjalan pergi menyusul Ryo dan dirinya pun akan kembali ke kamarnya.

Namun, lagi-lagi dirinya mendapatkan tatapan sinis dari beberaoa pelayan yang melewatinya. Bahkan ada yang sampai bilang.

"Gadis itu, enak sekali hidupnya."

"Mendapatkan perhatian dari tiga putra Nakamura, huh ... enak sekali. Bikin iri saja!"

"Pasti gadis itu membawa guna-guna!"

"Dasar sok cantik!"

"Cantik memang, tapi malah membuat keributan begini. Huh, menyebalkan sekali harus bersih-bersih. Padahal dia yang bodoh."

"Haha ... memang bodoh sekali. Hmm ... aku jadi kasihan pada Nakamura-sama!"

"Kukira Hashimoto Izumi yang akan menjadi istri Nakamura-sama. Dia lebih pintar!"

"Benar, tidak seperti adiknya. Dasar, sok polos!"

Tubuh Ayaka ambruk seketika setelah sampai di depan ranjang mendengar pembicaraan para pelayan itu. Air matanya meleleh membasahai gaun putihnya. "Kau memang bodoh dan lemah, Ayaka. Baru mendapat omongan begitu saja sudah menangis begini. Kemana Ayaka yang kuat dulu?"

Tetapi, Ayaka benar-benar tidak bisa mengontrol emosinya. Dirinya sangat tertekan dengan tanggung jawab baru yang seenaknya dibebankan padanya. Tidak ada aba-aba apapun dan dia dipaksa terjun ke dalam keluarga yang sama sekali tidak mengenalinya. Bagaimana dia bisa?

Ayaka pun mencari ponselnya. Ia menemukan senyum sosok wanita yang duduk di sebelahnya. "Izumi ...," lirihnya merindukan kakaknya.

"Aku masih tidak percaya, kau melakukan ini padaku, Izumi. Kenapa ... kenapa, apa salahku?" Dirinya semakin terisak.

***

Sementara di teras mansion, Kei dan Ryo saling bertatapan dengan sengit.

"Ryo, apa kau cemburu?"

"Jika iya, memangnya kenapa. Bukan urusanmu!"

"Sepertinya kau salah paham." Kei tersenyum lebar. "Yang dimaksud 'jangan lakukan itu' olehnya adalah merujuk padaku, bukan Kyo!"

Tangan Ryo semakin mengepal kuat. "Jadi maksudmu, dia ingin mengatakan bahwa dia takut kau marah jika aku menyentuhnya seperti Kyo?"

Kei mengangguk dengan wajah yang menyiratkan kepuasan.

"Kau itu memang—!"

To be continued...