webnovel

UNCOVER

Vol 1 Hidup mewah tidak menjamin kebahagiaan, nyatanya Kisha si gadis kecil yang ceria malah mendapatkan bahaya dan duka dari kehidupan mewahnya itu. Satu persatu keluarganya mati mengenaskan, mereka di bunuh demi sebuah keserakahan. Perjuangannya dalam menuntaskan dendam dimulai, ia melangkah keluar dari zona nyamannya demi sebuah misi kehancuran. Tapi nyatanya, yang ia dapatkan malah kembali kehilangan. Mampukah Kisha melanjutkan langkahnya??? . . Vol 2 3 tahun setelah pembantai, Kisha tumbuh jadi gadis yang cantik. Ia berusia 20 tahun, dan sudah menjadi pimpinan perusahaan yang sangat cerdas dan kreatif. Kehidupannya di London terbilang santai, sampai tiba saat harus kembali ke kota A untuk sebuah kerja sama. Kisha di pertemukan kembali dengan masa lalu yang cukup di kenalnya, walau sudah berusaha menghindar dan menjauh. Ingatan yang hilang pun perlahan kembali, mengajak Kisha untuk kembali masuk ke rasa sakit yang sama. Dendam lama kembali terbuka dan ada satu perintah yang membuat Kisha berubah 180° setelahnya. Nama yang selama ini dicarinya karna membunuh seluruh keluarganya, berubah menjadi daftar orang-orang yang harus di bantu olehnya. Akankah Kisha kembali melanjutkan misi balas dendamnya??? Atau malah terjebak dalam kisah lainnya? . . (⚠️ Mengandung beberapa part 21+)

SA_20 · Lịch sử
Không đủ số lượng người đọc
310 Chs

Ketahuan

Malam yang sunyi kian sepi, seluruh warga berdiam di rumah mereka. Selepas petang, semua orang akan diam di rumahnya dan tidak akan keliar rumah. Itu peraturan yang di buat oleh anggota Londerson, yang berkuasa di daerah ini. Karna pada saat malam seperti inilah, mereka beraksi.

Namun hal itu tidak berlaku untukku, aku tidak takut untuk keluar saat ini. Tugasku lebih penting di bandingkan ancaman mereka yang hanya menggertak saja, bahkan aku sudah bosan dengan tingkah semena-mena seperti itu.

Aku melangkah melewati jalan kampung yang sepi, sampai pada tepi hutan aku melihat segerombol orang dengan berbagai persiapan menaiki satu mobil dan pergi dari sana.

Melihat persiapannya, mereka pasti yang diutus untuk membunuh walikota. Untung aku sudah siap dengan pakaian tugasku, baju yang di lengkapi anti peluru serta sepatu karet anti suara.

Aku melangkah perlahan, mendekati mobil barang yang hanya di isi oleh dua penumpang di depan. Bagian belakang mobil hanya terisi barang bawaan mereka, jadi aku bisa sembunyi disini.

Aku melompat memasuki bagian belakang mobil, mobil mulai bergerak entah akan kemana.

Diam dan duduk adalah hal yang ku lakukan saat ini, menunggu sampai mobil ini berhenti.

Setengah jam kemudian mobil ini berhenti, seluruh orang di kumpulkan untuk berunding strategi. Kesempatan ini aku gunakan untuk kabur dari mobil ini, aku melompat keluar dan menjauhi kelompok ini.

Aku memperhatikan tempat ini, sepertinya ini adalah rumah kediaman walikota. Karna kawasan ini sangat elit dan mewah, bahkan tiap sudutnya di jaga oleh bodyguard andalan. Sekali lagi ku perhatikan tiap sudut rumah ini, untuk menemukan celah agar bisa masuk ke dalam tanpa melewati pintu utama.

Mataku memincing melihat sebuah pagar tembok yang tidak terawat, namun bukan itu yang menarik perhatianku. Tapi sebuah ketidaksamaan antara satu bagian itu, yang terlihat lebih condong ke belakang.

Aku melangkah perlahan mendekati pagar itu, lalu meraba setiap bagiannya. Aku tersenyum saat menemukan titik yang aku cari, di bagian bawah pagar ini.

Kalian tidak mengerti? Biar aku jelaskan.

Pagar tembok ini dari jauh terlihat seperti pagar tembok biasa, yang menjulang tinggi dengan permukaan yang kasar. Serta tidak terawat, karna tanaman merambat yang memenuhi pagar. Namun, jika lebih teliti sedikit maka akan menemukan sebuah perbedaan yang cukup mencolok.

Coba kau lihat dari sisi sampingnya, pasti akan terlihat sedikit yang menonjol pada bagian tengah pagar. Ini adalah taktik pintu rahasia, yang biasanya di gunakan sebagai jalan pintas untuk melarikan diri atau bersembunyi dari musuh.

Taktik seperti ini sudah sering di lakukan para pemimpin, baik dari dunia atas maupun dunia gelap. Karna itulah, aku tidak tertipu dengan taktik ini.

Aku menekan batu yang menempel pada tembok bagian bawah, lalu pagar tembok itu bergerak mundur perlahan yang membuka jalan yang kosong dan pengap.

Benar-benar taktik sempurna, jalan rahasia ini terlihat biasa saja. Dengan penerangan pelita di setiap dinding, jalan ini jadi terlihat jelas.

Aku menyusuri lorong ini sampai ujung, hingga ada sebuah pintu putih yang tertutup rapat. Aku coba membuka pintu itu, dan ternyata ini adalah sebuah ruang perpustakaan. Terlihat dari jajaran buku-buku yang tersusun rapi dalam rak, berbagai macam dan warna.

Aku memperhatikan sekitar, tidak ada siapapun disini. Aku masuk ke ruang perpustakaan ini, dan menutup kembali pintu putih yang nyatanya dari depan sebuah rak buku kosong.

Namun, saat akan berbalik suara seseorang mengejutkanku. Aku segera berbalik menatapnya, ia terlihat sangat curiga padaku.

"siapa kau?" tanya orang itu tajam.

Seorang pria dewasa, ku kira usianya 25 tahun -mungkin- pria itu menatapku penuh rasa curiga. Bahkan tatapan tajamnya tidak lepas sedikitpun dari gerak-gerik yang ku lakukan. Aku menghela nafas pelan, lalu menjawab pertanyaannya.

"aku Alexa, dan kau?" tanyaku balik padanya.

Pria itu terus menatapku tajam, sarat akan kecurigaan. Membuatku sedikit tidak nyaman dengan tatapan intimidasinya itu.

"kenapa kau bisa ada disini? Dan darimana kau tau jalan rahasia ini?" kecam pria itu penuh penekanan.

"aku hanya seorang gadis biasa, hanya saja aku harus mengatakan sesuatu pada pak walikota. Pesan ini sangat penting dan sangat darurat, aku harus bertemu dengannya" jelasku datar namun sangat penuh penekanan.

Mata pria itu memincing, sesaat kemudia ia melangkah santai menuju sebuah sofa yang berada di sana.

"duduklah!" titahnya padaku, walau wajahnya menatap sebuah laptop di depannya.

Aku merasa bingung dengannya, ia bertingkah seperti pemilik rumah saja. Atau memang aku yang tidak tau siapa dia? Apa dia pemilik rumah ini?

Pria itu melirikku sesaat, sepertinya ia mengerti arti dari tatapanku.

"aku Jhon Wileon, Walikota yang kau cari. Dan akulah pemilik rumah ini, kau puas dengan jawabanku?" jelas pria itu dengan datar, membuatku sedikit terkejut.

'astaga, apa-apaan ini? Dasar bodoh' batinku berkata.

Aku hanya memasang wajah datar, walau sebenarnya sedikit terkejut. Nyatanya seorang walikota ini tidak seperti yang kupikirkan, ia masih muda dan cukup tampan.

Aku duduk di Sofa yang berhadapan dengannya, menaruh memperhatikan apa yang akan di lakukan oleh pak walikota Jhon ini.

"jadi, apa yang ingin kau sampaikan padaku? Dan sebenarnya kau ini siapa? Kenapa kau bisa masuk melalui jalur rahasia yang ku buat?" tanya pak Jhon terus menerus, membuat ku bingung untuk menjawabnya.

"sudahku katakan, namaku Alexa. Aku bukan siapa-siapa, hanya penduduk biasa yang kebetulan saja tau sesuatu. Ya aku kesini ingin menyampaikan, jika kau dalam bahaya. Ada sekelompok orang yang ingin membunuhmu malam ini, dan mereka sudah tiba di depan rumahmu. Dan karna aku mengikuti mereka diam-diam jadi aku tidak mungkin masuk lewat pintu depan, jadi aku mencari celah dan menemukan jalan ini. Begitulah ceritanya." jelasku santai, tanpa perduli ia akan paham atau tidak.

Ku lihat pria itu masih menatapku curiga, mungkin dia masih penasaran dengan apa yang ku lakukan ini. Namun aku tidak bisa mengatakan status pekerjaanku sembarangan, karna itu akan berbahaya untukku nantinya. Jadi aku hanya bisa beralibi saja, untuk pengalihan.

"tidak mungkin orang biasa akan tau pintu yang ku buat itu, hanya orang-orang tertentu yang memiliki ketelitian tinggi yang bisa menemukannya." sindir pak Jhon itu padaku.

"ya, mungkin saja aku sedang beruntung karna menemukannya." balasku cuek, malas untuk melanjutkan perdebatan.

"baiklah, jadi siapa yang ingin datang bertamu ke rumahku ini?" tanya pak Jhon dengan wajah seriusnya.

"kelompok londerson, mereka sudah merencanakannya dengan matang." jawabku apa adanya.

"oh mereka, tenang saja. Aku sudah bersiap untuk mereka, kau perhatikan saja apa yang akan terjadi nanti." ungkap pak walikota itu dengan seringai kejamnya.

Pria itu menyodorkan laptop ke atas meja, dimana aku dapat ikut menyaksikan apa yang ada di sana.

Aku hanya mengangkat bahu acuh, namun aku sedikit penasaran. Apa yang akan terjadi nanti ya? Sepertinya aku harus melihatnya.

.

.

.

.

.