Zafran menatap dua temannya secara bergantian dengan tajam. Tangannya hanya memegang gagang sendok tanpa menyentuh makanannya sedikit pun. Yah! istirahat telah tiba, dan puisi? tentu saja sudah berlalu.
Raka menelan makanannya dengan susah payah, dan memberanikan menatap tatapan tajam Zafran.
"Tatapan lo bisa melebihi judul acara gosip di televisi," ucap Raka setelah selesai menelan makanannya.
Bintang ikut mengangguk "iya, bukannya kita nggak mau kasih tahu," jelas Bintang
"terus apa?" tanya Zafran ketus.
"Cuma mau lihat ekspresi lo aja, Zaf." jujur Raka sembari memberikan cengiran tak berdosanya.
Zafran semakin menajamkan tatapannya, melihat kedua temannya secara bergantian. Membuat Raka dan Bintang menelan ludah dengan susah payah.
"Kenapa lo harus marah segitunya?" tanya Raka
Zafran menaruh sendoknya dengan lemah, lalu menghembuskan nafas panjang.
"Rasanya suatu penghinaan buat gue karena melupakan hal itu." lirih Zafran
"Bukannya diri anda lebih suka melupakan tugas, Bapak Zafran?" tanya Raka berlagak sopan.
Zafran menghentak tangannya di atas meja, dan menatap serius kepada Raka dan Bintang secara bergantian.
"Masalahnya, kenapa harus cewek kuncir yang konon katanya lagi amnesia malah mengingatkan gue?" rengek Zafran. Bukannya Zafran lupa dengan yang diucapkan Sarah tentang ingatannya yang melebihi anak lainnya. Hanya saja, diingatkan oleh orang yang notabe-nya 'sedang amnesia' membuat Zafran menjadi orang yang paling menyedihkan.
Bintang mengernyitkan dahinya "Sarah?" tanyanya
Zafran mengangguk lemah dengan tatapan kosong ke arah makanannya. Kali ini tatapannya tidak tajam, ia kini berubah seperti anak kecil tak berdosa.
"Kalau itu bukan diragukan lagi," jelas Bintang "kalau nggak, dia nggak bakal jadi juara satu di kelas"
Zafran membulatkan matanya tidak santai. Mendengar itu seperti mendengar berita jika Upin Ipin sudah tumbuh rambut.
Zafran menunjuk Raka "terus, anak ini peringkat berapa? yang katanya paling pintar di antara kita ini peringkat berapa?" tanyanya berbondong.
Kali ini giliran Raka yang menghela nafasnya lemah sembari menurunkan tatapannya ke bawah.
"Dia peringkat kedua di kelas." jawab Bintang mewakili Raka.
Zafran menepuk bahu Raka antara senang dan prihatin. Setidaknya dia punya teman yang lebih menyedihkan.
"Ternyata si otak cerdas ini tidak jauh lebih menyedihkan dari gue." ledek Zafran dan dihadiahi tatapan tajam dari Raka.
Nyatanya, kelebihan Sarah dalam ingatannya yang kuat dalam satu hari membuatnya sangat mudah menjawab soal ketika ujian. Hal itulah yang membuat peringkatnya tidak terkalahkan.
"Lo udah nggak marah lagi?" tanya Bintang ketika melihat perubahan suasana Zafran yang cepat.
Zafran mengangkat kedua bahunya. Lalu, mengambil sendok makan miliknya "gue nggak marah, toh gue memang nggak pernah pandai puisi walaupun kalian beri tahu" ucap Zafran lalu memakan makanannya, dengan menu hari ini adalah nasi, sup wortel, tumis daging kecap dan nugget ayam.
Raka mengeluarkan jempolnya "bagus, otak lo yang terbatas memang nggak pantas buat marah"
Zafran mengangguk dan menunjukkan senyum paksanya pada Raka "Iya, memang. Makasih atas pujian anda"
"Sama-sama, jika butuh pujian lagi beritahu aja!"
"Oke Pak Lurah!"
Semua menyantap makanan mereka dengan fokus. Hingga, detik berikutnya terlihat Bintang yang melambaikan tangannya sembari tersenyum.
"Sarah! sini cepetan!" teriak Bintang. Sontak Zafran dan Raka menatap kearah lambaian tangan Bintang. Terlihat Sarah yang kini sedang menatap bingung pada Bintang. Walaupun ia tampak kebingungan, tapi Sarah tetap berjalan kearah Bintang sembari membawa nampan besi berisi makanannya.
"Sini aja duduknya, nggak ada bangku yang kosongkan?" ajak dan tanya Bintang ketika Sarah sudah sampai di mejanya.
Bintang sebelumnya melihat Sarah yang kebingungan memilih meja untuk makan karena ramainya kantin. Tapi, sepertinya tempat duduk Sarah yang biasanya telah ditempati oleh orang lain. Yah! semua orang tahu jika Sarah setiap istirahat akan memilih duduk di paling sudut kantin. Dan hal itu disadari juga oleh Bintang.
"Emangnya nggak apa kalau saya makan di sini?" tanya Sarah dengan tatapan ragu-ragu. Ia pasti akan merasa canggung karena tidak mengenal satu sama lain. Ralat! sebenarnya lupa dengan mereka.
"Saya cari tempat yang lain aja,"
"Enggak usah!" larang Bintang "mungkin kita asing bagi lo, tapi lo nggak asing bagi kita."
Sarah menatap satu persatu wajah 3 lelaki di depannya ini. Ia masih saja ragu untuk dapat memutuskan makan dengan mereka atau tidak.
"Di sini aja!" ajak Bintang sembari menarik tangan Sarah. Terpaksa Sarah ikut duduk di kursi samping Bintang yang memang kosong.
"Nggak masalah kan?" tanya Bintang pada dua temannya.
Raka mengangguk cepat "iya, daripada lo kebingungan memilih tempat duduk. Nggak apa, kita nggak makan orang kok. Palingan Zafran aja yang makan hati."
Mendengar itu, Zafran menatap Raka dengan tatapan tajam. Raka hanya tersenyum sembari mengeluarkan jari telunjuk dan tengahnya.
"Iya, nggak apa. Hari ini gue nggak akan makan hati, cuma pengen makan ginjal Raka." balas Zafran sembari melirik pada Raka.
"Sadis amat, Bos!"
Tanpa Sarah sadari, ia tertawa kecil melihat pertengkaran pertemanan cowok-cowok ini.
"Lo pandai tertawa juga ternyata, gue pikir cuma bisa menumpahkan sup wortel." kagum sekaligus sindir Zafran pada Sarah.
"Jangan bahas itu!" tajam Raka dan diangguki oleh Bintang. Sarah hanya mendengarkan tanpa mengerti.
"emm.." Sarah berdehem ketika ia tersadarkan akan tatapan kagum cowok-cowok ini. Sarah juga tidak yakin kapan terakhir ia tertawa, mungkin itu adalah hal langka untuk dirinya "kalau gitu makasih, saya akan makan di sini"
Sarah memakan nasi dan tumis daging kecapnya beberapa suap. Lalu, ia berhenti dan menatap bergantian tiga cowok yang kini duduk di dekatnya.
"Ngomong-ngomong, kalian satu kelas dengan saya?" tanya Sarah memberanikan diri. Membuat tiga cowok itu kini memberhentikan makan mereka.
Bintang mengangguk "Iya, nama gue Bintang yang duduk di bangku nomor 3 paling kiri, tepatnya di belakang ketua kelas. Dan ini ketua kelas kita, namanya Raka." Bintang memperkenalkan dan menunjuk Raka untuk dikenalkan juga.
"Percuma, dia nggak akan ingat besok." Zafran menanggapi. Sepertinya Zafran sudah memahami keadaan.
Namun, Bintang tidak menanggapi ucapan Zafran. Cowok itu malah menunjuk Zafran untuk dikenalkan kembali.
"Dan ini, anak baru yang katanya tampan, mapan dan sopan. Dengan otak yang tidak setampan wajahnya."
Mendengar itu, Zafran hampir saja melempari Bintang dengan sendok besinya. Padahal Zafran sudah ancang-ancang akan melemparkan sendok itu.
Sarah beralih menatap Zafran dan tersenyum
"Kalau dia saya kenal, kok. Tadi pagi dia sudah memperkenalkan diri pada saya. Kalau nggak salah, dia yang gugup ketika baca puisi tadi kan?" Jelas Sarah mengingat kejadian tadi pagi.
Zafran merasa hina dan hanya bisa menghela nafasnya berat, bahkan gadis ini bisa mengingat kegugupannya saat membaca puisi tadi. Sungguh menyedihkan!
"Kenapa lo nggak ingat gue?" tanya Bintang untuk kesekian kalinya "bukannya catatan nama gue ada di note persegi lo?"
Kalian ingat? tentang Sarah yang harus mengembalikan buku fisika milik Bintang. Sehingga ia harus menulis nama Bintang dan tempat duduknya di note persegi berwarna kuning miliknya.
Sarah tersenyum kaku dan menggaruk kepalanya yang tak gatal. "hehe, setiap hari selalu ada catatan baru. Mungkin catatan nama kamu sudah nggak ada lagi."
Bintang mengangguk mengerti "kalau gitu, lain kali gue buatkan catatan yang baru buat lo"
Sarah hanya menanggapi dengan senyuman tipis dan singkat.
"Kalian ngomongin catatan apaan, sih? babang yang tampan, mapan dan sopan ini sama sekali nggak ngerti wahai Kakanda dan Adinda sekalian." tanya Zafran merasa heran dengan pembicaraan Sarah dan Bintang. Dari tadi ia hanya mendengarkan saja.
Raka menimbrung dengan menepuk bahu Zafran yang duduk di sebelahnya.
"Catatan dosa-dosa lo yang tak terhingga, yang berupa-rupa warnanya dan beragam komunitasnya"
"sialan!" umpat Zafran
Lagi, Sarah tertawa kecil melihat tingkah cowok itu. Tidak tahu siapa yang ditertawai oleh Sarah. Hanya saja, arah pandangannya ketika tertawa tertuju pada Zafran.
Zafran mengernyit menatap Sarah "lo menganggap itu semua lucu? wah.. humor anda terlalu rendah"
Sarah mengulum bibirnya kedalam. Tidak ingin bersikap seakan kenal dan dekat dengan mereka.
"Ngomong-ngomong, kenapa hari ini lo makan di kantin?" tanya Raka merasa penasaran karena biasanya Sarah hanya makan di kantin 2 kali seminggu, disaat menu sup wortel tidak dihidangkan.
"Oh, itu karena hari ini saya terlalu buru-buru dan nggak sempat membawa bekal. Saya terpaksa makan di kantin, dan Mbak Nina maksa buat makan sup wortel. Padahal saya udah nolak" Jelas Sarah yang kali ini sedikit lebih panjang.
Zafran menatap Sarah dengan alis yang tertaut.
"kenapa? lo nggak suka sup wortel?" tanya Zafran penasaran.
Sarah mengangguk pelan "saya nggak suka dan sangat benci,"
Tiba-tiba Zafran terdiam mematung tanpa mengalihkan pandangannya dari Sarah. Ia seperti mengalami de javu. Ucapan Sarah mengingatkannya pada seseorang yang sudah lama tidak ia temui. Rasanya seperti mendengar suara orang itu, 'tidak suka dan benci'. Zafran masih sangat ingat dengan kalimat itu.
"Ke.. kenapa? saya salah ngomong ya?" tanya Sarah ketika melihat perubahan pada Zafran.
Zafran sontak menggelengkan kepalanya dan mengedipkan matanya beberapa kali. "E.. enggak,"
"Lo nggak makan sup wortel, Sar?" tanya Raka dengan senyum licik. Sarah mengangguk. Bintang dan Raka saling bertatapan dengan senyum penuh arti.
"Kata Nenek gue, supaya mata gue bagus, jernih dan suci dari pandangan buruk. Gue harus makan wortel banyak" alasan Bintang dan langsung memakan sup wortel milik Sarah.
"Kata Nenek buyut gue, makan wortel rasanya seperti menjadi ultraman." tambah Raka lalu ikut memakan sup wortel milik Sarah.
Zafran geleng-geleng kepala melihat tingah dua temannya itu yang tanpa segan membawa Nenek mereka.
"Kata Nenek, dari Nenek, Neneknya, Nenek gue. Kalau makan berdua dalam satu mangkuk ntar jodoh." canda Zafran.
Raka dan Bintang berhenti makan dan menatap Zafran
"Tanyain sama Nenek lo yang itu! dia dulu makan udah ada mangkuk belum? palingan makan sama daun pisang aja udah syukur" serang Raka.
"Ntar gue tanya."
PRANGGG!!!!
Suara mangkuk pecah bergema di seisi kantin. Semua mata tertuju pada sumber suara itu. Zafran, Raka, Bintang dan Sarah juga ikut mengalihkan pandangan mereka pada sumber suara.
Terlihat seorang siswi dengan pakaian ketat sedang mencengkeram kerah seragam seorang siswi lainnya.
"LO SENGAJA KAN?"