webnovel

twenty four hours

Apa jadinya jika kalian hanya dapat mengingat selama 24 jam? lalu semuanya hilang bak di telan bumi? kalian bersyukur? atau selalu ingin kembali mengingat kejadian yang terlupakan itu? akankah 24 jam itu berharga? sebeharga apapun itu, jika semuanya lenyap. Akan terasa sia-sia saja. cari tahu bagaimana Sarah, gadis dengan ingatan 24 jam itu menjalani hari-harinya. Apa penyebab amnesia nya? akankah ia ingin kembali normal atau lebih baik dengan kondisinya sekarang? tidak ada yang tahu, baik itu seorang Sarah sekalipun. Hari-hari Sarah tidak seperti biasanya, ketika anak baru datang ke kelasnya. Cowok dengan keusilan, kelucuan, dan mudah tersenyum itu. Akankah Sarah mengingat orang-orang yang peduli padanya? akankah Sarah ingat jika ia pernah tersenyum? akankah Sarah sadar jika ia sudah kehilangan jati dirinya? Nikmati cerita yang disuguhkan dengan comedy ini!! dan cari tahu jawabannya.

Intanp_Zahara · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
32 Chs

Bab 25/Janji Seorang Pria

'2021'

Tidak ada yang lebih menyenangkan selain jam pelajaran Olahraga. Apa lagi, jika Guru Olahraga meminta murid untuk fokus mempersiapkan diri pada Festival Olahraga Tahunan mendatang, dan mengosongkan materi olahraga untuk hari ini.

Dua anak yang terlahir berbeda, tapi punya pikiran yang dipotong sama rata. Kini sibuk memutar-mutar lengan, kepala, dan kaki mereka bertujuan untuk pemanasan. Semangat dari keduanya terpancar jelas ketika keringat bercucuran di pelipis mereka.

Sementara Zafran baru datang menghampiri dua temannya dengan membawa bola basket kesayangannya. Zafran berdiri di samping Raka dan Bintang sembari mendecak kagum.

"Hal langka macam apa yang gue lihat sekarang ini?" goda Zafran.

"Hari ini waktunya menunjukkan pertarungan cowok sejati!" ucap Raka memutar-mutar tangannya dan berlari di tempat.

"Yap! kita lihat siapa yang paling tangguh!" tambah Bintang tak kalah semangat.

"Kalian mau ngapain? tanding boxing?" tanya Zafran.

Raka berhenti dari aktivitasnya, menatap Zafran dengan malas. "Kita memilih untuk ikut lomba lari. Dan gue dengan Bintang akan mengelilingi sekolah ini. Membuktikan siapa yang paling cepat di antara kita."

"Kenapa nggak sekalian aja muterin Monas?" Zafran tak habis fikir.

"Jangankan Monas, Patung Liberty akan gue tempuh dengan Bintang!"

Zafran hanya bisa geleng-geleng kepala, antusias teman-temannya ini tak jauh berbeda dengan dirinya.

"Oh, ya!" ingat Zafran ingin bertanya sesuatu. "kalian tahu dimana Galen dulu SMP?"

Mendengar pertanyaan Zafran membuat Bintang juga ikut berhenti dari pemanasannya. Cowok itu mengerutkan keningnya.

"Galen?" tanya Bintang.

"Kapten Basket SMA Angkasa?" tambah Raka bertanya.

Zafran mengangguk cepat, menunggu jawaban dari dua temannya.

Raka dan Bintang bertatapan. Detik berikutnya, mereka bergidik secara bersamaan. Dan melanjutkan pemanasannya.

"Nggak tahu. Identitas sekolah dia yang dulu nggak terlalu diketahui." jawab Bintang pada akhirnya.

"Dia nggak pernah terlalu terbuka dengan sekolah dia." tambah Raka. "Prestasi dia terlalu banyak!"

"Kenapa? lo pengen tahu karena dia sangat berprestasi di olahraga basket?" tebak Raka sudah tahu jalan pikiran Zafran.

Zafran menggeleng, "Gue hanya ingin tahu aja."

Raka dan Bintang mengangguk, lalu bersamaan dua orang itu mengambil ancang-ancang untuk lomba lari yang diikuti oleh dua peserta, ditonton oleh orang yang tidak sengaja menonton, dan disponsori oleh pabrik keripik tempe beli satu gratis satu langganan Zafran!

"Oke! ini saatnya pembuktian!" semangat Bintang dengan posisi bersedianya.

"Kali ini memutari sekolah tanpa ada pajak jalan tol." ucap Raka yang kini berpindah posisi bersiap.

"Tanpa ada penjara yang menghalangi!"

"Tanpa ada yang beli tanah di Swiss!"

Bintang mengangguk, "Dan tanpa ada yang membayar uang sewa"

Setelah itu, dua manusia kecanduan Monopoli itu langsung berlari tidak ingin kalah satu sama lainnya. Meninggalkan Zafran yang kini tengah menatap dua temannya dengan pasrah. Zafran berdecak dan menggeleng melihat Raka dan Bintang yang mulai menjauh dari pandangannya.

"Dasar orang-orangan Monopoli!" ujar Zafran tak habis fikir.

Zafran menatap bola basket di tangannya. Lalu, teringat sebuah janji yang pernah diucapkannya. Yaitu mengajarkan murid di kelasnya, dan yang lebih penting adalah janjinya pada cewek amnesia.

Zafran memegang teguh prinsip yang pernah diucapkannya pada Sarah. 'Meski Sarah nggak akan ingat yang pernah diucapkannya, tapi Zafran ingat janji yang diucapkannya'

Dan Zafran pun pada akhirnya mengelilingi matanya di seluruh penjuru lapangan mencari cewek berkuncir.

Zafran tersenyum puas ketika mendapatkan Sarah tengah duduk dengan siswi lainnya di bangku lapangan basket. Tanpa banyak fikir, Zafran menghampiri Sarah, membuat Sarah langsung berfikir keras dan mengingat-ingat orang yang berdiri di hadapannya.

"Karena gue orang yang berpegang teguh pada nilai kejujuran, keteladanan, kesetiaan, maka gue akan melaksanakan tugas dan janji yang sudah gue buat." ucap Zafran pada Sarah.

"Ini... Zafran?" tanya Sarah memastikan jika orang ini adalah pria yang ada di note-nya pagi ini. Si pengingat dengan pantunnya setiap hari.

Zafran mengangguk antusias mengiyakan.

"Yang duduk di meja nomor dua dari depan, tapi bukan paling sudut?" tanya Sarah lagi, "yang berlabel tampan, mapan, dan sopan, yang mengingatkan sa..."

"Iya, iya, itu gue! semua catatan yang lo baca itu adalah gue." potong Zafran merasa bosan karena sudah terlalu sering mendengarnya dari dirinya sendiri.

Sarah mengangguk, menatap bola basket dirangkulan Zafran.

"Kenapa?" tanya Sarah.

Zafran menghembuskan nafasnya panjang, "Gue udah janji akan mengajak lo latihan basket."

Mendengar itu, Sarah pun menggeleng, "Nggak perlu. Saya nggak ingat kalau Anda udah janji. Jadi, Anda lanjut aja! nggak usah repot-repot."

Zafran menggeleng, membusungkan dadanya sembari memukul-mukul dengan gagah.

"Zafran yang memegang teguh prinsip kemanusiaan, kehewanan, dan kehutanan ini tidak akan pernah melupakan janji meski orang yang diberi janji tidak ingat!" ucap Zafran semakin mengada.

"Karena menurut prinsip yang pertama, yaitu Kemanusiaan, menyatakan jika gue akan menjadi manusia kalau menepati janji. Dan prinsip kedua, yaitu kehewanan, menyatakan jika gue juga harus menyayangi semut. Serta prinsip ketiga, yaitu kehutanan, menyatakan jika gue harus cinta alam."

Zafran mementik jarinya, "Dan saatnya membuktikan prinsip pertama."

Sarah mengedipkan matanya berkali-kali, merasa takjub dengan cowok di depannya. Begitu juga dengan siswi cewek lainnya yang berada di samping Sarah. Salah satunya, Shela. Mereka semua hanya bisa menyaksikan Zafran dengan geleng-geleng. Apalagi, mendengar ucapan Zafran yang sudah berpindah haluan dan berputar aliran.

"Wah... baiknya anak ini!" ucap Shela sedikit meledek.

Zafran mendecih, "Tentu saja! karena gue murid yang berpegang teguh pada Tut Wuri Handayani!"

Kan? mulai lagi! ingin rasanya semua murid yang ada di lapangan itu menyumpal mulut Zafran dengan apapun yang mempan untuk masuk ke mulut anak itu. Mereka masih bertanya-tanya, apakah Zafran dulu bukan terbuat dari tanah liat? atau saat pembagian otak dia terlambat datang? tidak ada yang tahu.

"Kalau gitu, ambil semua bola basket yang ada di Ruang Olahraga!" suruh Kayla dari sudut sana. "Karena lo juga udah janji bakal ngajak kita main basket."

Zafran membuka mulutnya, menunjuk dirinya sendiri dengan tidak percaya.

"Gue? masa, sih?" tanya Zafran mendadak amnesia.

"Katanya berpegang teguh pada nilai kemanusiaan?" tanya dan goda Shela menengahi.

"Masa cuma Sarah aja? harusnya berpegang teguh pada semboyan Bhinneka tunggal Ika!" Shela berdiri, menepuk bahu Zafran dengan senyum usil.

"Nggak ada beda-bedain!"

Zafran terdiam, menatap murid cewek lainnya yang berdiri dan menuju ke tengah lapangan basket. Zafran menggeleng, menghembus nafasnya lemah.

"Untung gue cowok yang berpegang teguh pada nilai kesabaran."