webnovel

Chapter 18

Lily, membuka matanya. Beberapa mengerjapkan matanya untuk menyesuaikan penglihatannya. Ruang ini tertutup. Ia berada di ruang interogasi. Dua orang pangeran berketurunan demons berdiri di hadapannya. Tubuhnya terikat dengan sihir, dua pengawal berdiri di samping tubuhnya.

"Katakan kenapa kau menyerang bangsa Elf?"

Tulip masih diam, ia tak sudi berbicara dengan Draco. Karena pria ini, ia kehilangan keluarganya sejak kecil. Perang berdarah itu ia masih ingat dengan jelas.

"Katakan, maka kau akan dibebaskan. Bekerja samalah dengan kami."

Lily menatap Dimitri penuh benci. Ia tahu, pria ini yang membunuh kakaknya. Mereka menyerang bangsanya. Dan saat itu, ia masih kecil. Lumina kecil yang hanya bersembunyi.Ia masih ingat, vampir bermata merah darah yang memiliki sayap cokelat itu menyerang dan mencabik tubuh kakaknya tak bersisah. Dia adalah Dimitri.

"Aku takan sudih bekerja sama dengan kotoran seperti kalian. Kalian pembantai yang tak pantas menguasai dunia ini."

Draco mencekik leher Lily, mata hitamnya berubah merah. Jika saja Dimitri tak menahan tangannya, mungkin Liliy sudah menjadi abu. Draco melepaskan tangannya dari leher Lily. Perempuan cantik ini terbatuk. Ia hampir kehilangan nafasnya.

"Maaf pangeran." Dimitri dan Draco berbalik. Bastian menatap dengan raut kahwatir. Seakan informasi kali ini menakutkan.

"Berlian hijau milik kerajan Elf menghilang. Raja Milson diracuni."

Draco langsung menghilang, ia harus ke istana segera.

Dimitri menatap Lily yang memasang tersenyum kecil. "Apa kau senang mati?" Dimitri berjongkok di hadapan Lily. Ia mengamati wajah Lily yang terlihat senang.

"Apa yang sedang bangsamu rencanakan? Siapa dibalik semua ini?"

Dimitri dan Lily saling pandang. Wajah cantik yang kusam dan penuh bekas luka itu menatap wajah Dimitri yang terlihat serius.

"Aku tak tahu."

Dimitri mencengkar pipi Lily kuat. "Maka nikmatilah penderitaan ini."

Lily berteriak kesakitan. Tubuhnya benar-benar remuk disiksa oleh para penjaga. Sedangkan pangeran Dimitri berlalu pergi, ia masih mendengar suara ringkihan penuh kesakitan itu.

*

Draco masuk ke aula, Raja Dominic terlihat sedang duduk di singgasananya, para raja dari kerajaan imortal telah di sini. Raja Alex dari kerajaan Wizard, datang bersama pangeran Luis. Raja Damian dan pangeran Dan dari kerajaan Werewolf. Raja Wiliam dan pangeran Stiven dari kerajaan mermaid. Raja Milan dan pangeran Andreson dari kerajaan fairy.

Raja Mendes dan pangeran Philips dari kerajaan vampir yang terlihat sudah sembuh. Draco menatap tajam. Pria itu membuat Tulip demam tinggi. Dan yang terakhir ada pangeran Yuza dari kerajaan Elf.

Mereka semua memberi hormat ketika Draco masuk, bagaimanapun Draco adalah penerus kerajaan Alceena.

Dimitri masuk diikuti kelima pangeran lainnya.

"Raja Milson terkena racun dari para Lumina. Mereka diam-diam telah menyamar di istana Elf. Sekarang aku harus segera kembali, Puteri Fata tidak mungkin menangani ini sendirian. Berlian dari kerajaan Elf telah dicuri."

Semua menatap kea rah pangeran Yuza. Ia harus menggantikan ayahnya untuk saat ini. Ayahnya terkena racun.

"Bukankah seorang Lumina sudah ditangkap?"

"Tapi dia tak ingin membuka suara sama sekali." Dimitri menjawab pertanyaan dari pangeran Dan.

"Kami sudah menelusuri hutan, tapi kehadiran mereka benar-benar tak tercium." Kali ini Dimitri berbicara lagi.

Semuanya diam, menatap Draco. Penciuman pria itu selalu tepat, tapi kenapa tak bisa mencium sama sekali?

Draco mengepalkan dua tangannya. Ini belum pernah terjadi.

"Kenapa mereka mencuri berlian itu? Kali ini pangeran Cleon bertanya. Sejak 500 tahun yang lalu, tak ada yang membahas tentang berlian.

Raja Dominic berdehem sebentar.

"Sejak jutaan tahun yang lalu, mongodes memberikan berlian sebagai lambang kekuatan dan kehidupan masing-masing bangsa makhluk imortal. Mereka yang menjadi bangsa pilihan."

Semua mendengar apa yang disampaikan pangeran Dominic. Mereka para raja tahu kisah itu.

"Itu artinya, semua berlian para bangsa pilihan akan dicuri?"

Pangeran Elenio menatap ayahnya penasaran.

"Entah apa yang mereka ingin lakukan dengan berlian-berlian itu? Tapi, pastinya mereka merencanakan hal besar!" kali ini raja Damian bersuara.

"Bukankah ada buku peramal dari bangsa drakula, tentang berlian-berlian suci yang jika disatukan akan menghasilkan kekuatan yang besar."

Semuanya menatap raha Mendes. Ia baru ingat jika buku itu diciptakan oleh bangsa drakula, tapi menghilang dengan kematian raja mereka.

Semua berbalik menatap kedatangan pengawal pribadi pangeran Yuza.

"Ampun yang mulia, maaf atas kelancangan hamba. Ada pesan dari puteri Fata, kekuatan masyarakat dan para bangsawan Elf dikota melemah."

Pangeran Yuza sontak berdiri, ia menunduk hormat lalu berlari pergi. Bangsanya sedang dipertaruhkan. Kerajaan mereka bisa habis diserang para traitor.

Wajah raja Dominic benar-benar murka. Setelah perang 500 tahun yang lalu, kini kerajaannya diusik lagi.

"Pangeran Dimitri, pangeran Avram dan pangeran Draco, kalian diutus untuk melindungi bangsa Elf. Bawa beberapa pengawal untuk melindungi di setiap sisi kerajaan Elf."

"Pangeran Cleon, Heros dan pangeran Drew, kalian harus mencari di mana para penjahat itu bersembunyi. Cari disetiap sisi. Lubang semutmu kalian cari."

Ketiga pangeran itu mengangguk hormat.

*

Tulip mengerjapkan matanya beberapa kali, mencoba menyesuaikan penglihatannya dengan suasana kamar yang gelap. Kerutan di keningnya tergambar jelas. Tulip bangun dari tidurnya. Entah berapa lama ia tertidur.

Lampu kamarnya perlahan menyala. Kastil yang mulanya gelap menjadi terang. Seorang perempuan dewasa masuk.

"Kau sudah sadar?" Tulip menatap ibu Agacia yang datang membawa nampan berisi makanan.

"Makanlah, kau sudah dua hari tidur dan demam."

Tulip masih syok, ia dengan cepat melahap makanan yang disajikan.

"Pangeran Draco menyembuhkanmu, tubuhmu butuh waktu untuk sembuh. Aku tak menyangka tubuhmu semakin lemah. Padahal kau adalah bangsa Wizard."

Tulip mengerutkan keningnya.

"Apa yang telah terjadi?"

"Apakah ada jalan keluar dari tempat ini?" Dayang Arlina menatap terkejut, lalu menatap keluar.

"Tak ada, jika ada mungkin tak aka nada kematian."

Tulip menatap dayang Arlina atau ibu Agacia dengan bingung. Rasanya sangat asing.

"Kau harus tetap kuat, sebagai gadis pilihan, mungkin takdirmu akan benar-benar berubah."

Wajah Dayang Arlina begitu serius. Tuip melanjutkan makanan yang terasa hambar.

"Ibu pergi, jaga dirimu baik-baik."

Tulip menatap punggung ibu Agacia yang menghilang dibalik pintu. Ia tak tahu seperti apa hubungan ibu dan anak itu. Tapi rasanya seperti asing. Ia tak bisa mendapat sosok keibuan dari perempuan dewasa itu.

Tulip menatap jendelanya yang tak tertutup. Matanya membelak saat burung bernama Orion itu sedang bertengger disana. Berapa hari ini ia belum melihat kupu-kupu biru.

Tulip menatap burung itu yang terbang mendekatinya.

"Apa kau tak apa-apa?" Tulip terkekeh pelan, ia rasa burung ini sangat perhatian.

"Aku hampir mati. Dunia ini sangat menakutkan." Tulip mengelus kepala Orion dengan sayang. Bahkan hewanpun peduli padanya. Tapi Draco selalu kasar padanya.

"Apa kau punya keluarga?" Tulip merasa tak buruk berteman dengan hewan.

"Apa kau merindukan keluargamu?" Tulip langsung menatap Orion. Burung berwarna hitam bercampur biru itu bertengker di atas tempat tidurnya.

"Tentu saja, apa kau tahu siapa aku?"

"Kau seorang manusia!" Tulip bangkit Orion yang sudah terbang keluar dari kamarnya. Bagiama mungkin?