webnovel

Dilema

Aku, Lingga dan Jagat menghentikan motor kami di depan sebuah rumah yang terletak di sebuah cluster di daerah Lippo Cikarang. Rumah 2 lantai yang bisa dibilang sangat mewah untuk ukuran rumah yang terletak di dalam sebuah cluster perumahan sederhana.

"Ayo masuk!" Ajak Lingga padaku juga Jagat.

Langkah demi langkah yang ku ambil, setiap jarak yang berkurang antara aku dan rumah itu membuatku semakin merasa tak karuan. Hatiku selalu bertanya-tanya tentang apa yang harus ku katakan jikalau itu memang Dita yang pernah ku kenal dulu. Apakah hanya dengan sekedar "hai" aku mengawali pembicaraan ku dengannya nanti, ataukah "hai, ini aku. Adi, kamu ingat?" Atau pertanyaan-pertanyaan lain yang satu persatu mulai muncul dan mulai berkecamuk dalam hati dan pikiranku.

"Permisi!" Lingga sedikit berteriak saat dia mengucapkan salam dari depan pintu rumah tersebut.

"Iya sebentar." Ucap seorang wanita dari dalam rumah.

Tak lama pintu pun terbuka. Ku lihat sosok wanita paruh baya yang tengah menggunakan aprone dan terlihat sedikit belepotan adonan di muka dan pakaiannya.

"Ohh Lingga, akhirnya maen juga. Tadi maaf ya Tante telat ngasih tau klo Dita dah gak di rumah sakit lagi." Wanita itu langsung berbicara banyak ketika melihat Lingga ada di depannya.

"Iya Tante gak apa-apa. Oh iya, kenalin Tan , ini temen-temen ku. Yang ini Adi dan yang sebelahnya namanya Jagat." Lingga memperkenalkan aku dan Jagat kepada tantenya dengan menunjuk kami satu-persatu.

"Oh iya, ini Tante Anna. Adik dari Ibuku" ucap Lingga kembali melanjutkan sesi perkenalan antara aku, Jagat dan Tante nya.

"Rizky nya ada Tante??" Tanya Lingga kepada tantenya.

Tak sempat Tante Anna menjawab pertanyaan Lingga, seorang lelaki turun dari lantai 2 dan berjalan menuju ke arah kami. Sosok lelaki yang pernah ku lihat sebelumnya saat berada di Kuningan. Dia adalah mantan Aline yang tak sengaja ku lihat ketika ia bertemu dengan Aline di salah 1 obyek wisata di daerah Kuningan kemarin.

"Tuh Rizky, dah lama ya kalian gak maen bareng. Terakhir maen bareng waktu kalian berdua masih berada di sekolah dasar, sekarang dah jadi remaja semua. Gak berasa ya" Tante Anna sedikit menceritakan masa lalu Lingga dengan anaknya tersebut.

Lingga langsung menyapa Rizky dengan sebuah salam hangat dan pelukan penuh kebahagiaan. Aku hanya bisa diam saat itu, perasaanku semakin bercampur aduk. Dita, Rizky, semuanya membuat pikiranku menjadi semakin kacau.

"Kamu, lelaki yang kemarin selalu bersama dengan Aline kan??" Tanya Rizky kepadaku tiba-tiba setelah melihat raut muka ku.

"Ahhh, iya." Jawabku singkat sembari menundukkan kepala ku.

"Aku Rizky. Salam kenal" Rizky mengulurkan tangannya, memberiku isyarat untuk bersalaman dengannya.

"Adi!"

"Jagat!" Jagat tiba-tiba menjabat tangan Rizky sebelum sempat aku bersalaman dengannya seolah mengerti jikalau aku sedikit sungkan pada Rizky saat itu.

"Ehhh masuk-masuk. Ngomong-ngomong Tante tinggal dulu ya, Tante lagi bikin kue. Takut bantat nanti kuenya" Tante Anna meninggalkan kami setelah mempersilahkan kami masuk.

Rizky pun mempersilahkan kami untuk duduk. Dan menawari kami minum.

"Kamu udah pernah ketemu Rizky??" Tanya Lingga kepadaku dengan nada berbisik.

"Ya, saat liburan kita ke Kuningan kemarin. Ku lihat dia tengah menemui Aline." Jawabku.

"Terus, apa hubungannya sama Aline?" Tanya Lingga, kembali dengan nada berbisik.

"Aline adalah kekasihku." Tiba-tiba Rizky muncul sembari membawa beberapa gelas minuman dan beberapa toples kue.

"Hahhhhhh????" Lingga terlihat sangat terkejut dengan apa yang Rizky katakan.

"Ya, tapi itu dulu. Dan sekarang. Dia terlihat jauh lebih bahagia bersama Adi." Lanjut Rizky sembari meletakkan nampan yang diatasnya masih penuh dengan beberapa gelas minuman dan kue yang dia bawa dari dapur.

"Kok lu gak pernah cerita ke gua sih, Ky??" Tanya Lingga kepada Rizky.

"Ketemu ajah baru sekarang kan, Ngga! Gimana mau cerita coba!?" Jawab Rizky dengan senyum yang mulai terkembang.

"Btw. Kita kesini kan mau jenguk Dita. Terus Dita nya ada dimana?" Sahut Jagat yang membuat kami tersadar akan tujuan awal kami berada disitu.

"Ohhhh iya, ikuti aku. Dita ada diatas." Ajak Rizky pada kami semua.

Kami pun berjalan mengikuti Rizky, menaiki anak tangga satu persatu hingga tiba di depan sebuah pintu kamar dimana Dita berada. Rizky mulai membuka pintu kamar itu dan mempersilahkan kami masuk. Sebuah aroma obat-obatan tercium sangat kental dari dalam kamar, layaknya aroma yang biasa tercium bila kita berada di rumah sakit. Meski ku lihat ada beberapa pengharum ruangan baik yang digantungkan ataupun disemprotkan ada disana, namun aromanya tak cukup kuat untuk mengalahkan aroma obat-obatan yang berada disana.

"Dita, ini ada saudara sepupuku datang menjenguk." Sahut Rizky kepada seorang gadis yang tengah duduk menghadap keluar jendela.

"Ahh iya." Gadis itu memalingkan tubuhnya menghadap kami semua. Sebuah perasaan deg-degan yang sedari tadi aku rasakan kini semakin menjadi-jadi karena Dita ada di hadapanku.

"Perkenalkan ini saudara sepupuku, yang otomatis menjadi saudara sepupumu juga. Namanya Lingga. Ini Adi dan ini Jagat, teman Lingga" Rizky memperkenalkan kami semua pada Dita.

Ternyata Dita yang ini adalah Dita yang berbeda dengan Dita yang ku kenal dulu. Aku sangat bersyukur karena dia bukanlah Dita yang ku yang selama ini selalu mengganggu pikiranku. Meski dalam hatiku yang paling dalam, ada sedikit rasa kecewa yang meluap dan tak bisa terbantahkan.

"Salam kenal semuanya, Namaku Dita Kusuma Paradisa, panggil ajah aku Dita." Sahut gadis yang sebelumnya kukira adalah Dita Ratnandya.

Dita yang satu ini sangat berbeda dengan Dita Ratnandya. Dita yang satu ini memiliki pribadi yang sedikit pemurung. Namun kulihat sepertinya Jagat selalu menatapnya lekat-lekat. Aku sedikit berpikir jikalau Jagat menyukai Dita, sepupu dari Lingga ini. Membuatku teringat tentang bagaimana ekspresi ku saat aku pun jatuh cinta pada Dita dulu, Dita yang mungkin takkan ku temui lagi. Meski ku coba melupakan, namun dalam hati kecilku, aku masih sedikit berharap untuk tetap bisa menemuinya, meski hanya sedetik saja.

....

Tak disangka, lebih dari satu jam kami berbincang-bincang disitu. Mendengarkan cerita Lingga tentang masa kecilnya bersama Rizky. Juga mendengar curhatan Dita yang selalu sakit-sakitan sedari kecil. Aku pun jadi mengenal Rizky, dan alasannya menjadi seorang brandal dulunya.

Rizky adalah seorang anak yang dibesarkan dalam keluarga broken home. Dia selalu melihat kekerasan fisik yang ibunya terima sedari ia masih kecil. Maka dari itu dia tumbuh menjadi seorang anak yang keras dan tak mau menerima bantahan. Hingga dimana dia bertemu dengan Aline. Dan dia sangat mencintai Aline, sampai-sampai cintanya membuatnya menjadi sangat posesif, hingga apapun yang dilakukan Aline, dia harus tau. Bahkan dia pun terkadang melakukan kekerasan fisik pada Aline kala itu, karena Aline pernah menolaknya untuk pergi bersama. Ya, Rizky menceritakan semuanya. Masalalu nya yang kelam dan bagaimana dia bisa berubah menjadi seperti sekarang. Itu berkat kakak tirinya, Dita.

"Jaga Aline untukku. Dulu aku pernah menyia-nyiakannya. Dan aku menyesal, namun semuanya tak bisa lagi ku ulang. Jadi, kumohon, jagalah dia sebisamu, jangan sakiti dia." Ucap Rizky dengan nada berbisik padaku saat aku, Lingga dan Jagat akan berpamitan pulang.

Hanya sebuah anggukan kepala yang bisa kulakukan untuk meyakinkannya. Aku tahu, betapa dia masih sangat mencintai Aline. Dibuktikan dengan dia tak pernah sekalipun mencari cinta lain setelah dia putus dengan Aline. Setidaknya itu yang diceritakan oleh Dita pada kami semua saat berada dikamarnya tadi.

"Aku sama temen-temen pamit dulu ya Tante. Sampai ketemu lagi nanti kapan-kapan." Sahut Lingga kepada tantenya, dilanjut dengan mencium tangan tantenya tanda berpamitan.

Kami semua melaju diatas aspal jalan inspeksi Kalimalang. Sebuah jalan alternatif yang membentang dari Karawang hingga ke Jakarta. Disepanjang jalan aku memikirkan 2 nama, Aline dan Dita. Dan sedikit rasa bersalahku kepada Rizky.

Terlintas pikiran untuk ku melepas Aline dan mencoba memperbaiki hubungannya dengan Rizky. Karena aku tau, dalam lubuk hati Aline yang paling dalam pun masih terdapat Rizky di dalamnya. Terbukti dengan tangisan Aline kala dia bertemu dengan Rizky saat di Kuningan.

Tapi, apakah aku sanggup membuat mereka bersatu kembali dengan mengesampingkan perasaanku sendiri. "Apakah itu tidak sakit??" Aku bertanya-tanya dalam hati.

"Apakah aku bisa melakukannya??? Aku kan biarkan waktu yang kan membuktikannya, kita lihat saja." Kembali ku membatin dalam hatiku.

.....

Andaikan kata cinta mudah terucap ..

Takkan ku biarkan semuanya senyap ..

Kuriuhkan suasana,

Kan Ku jadikan dunia hingar bingar ...

Layaknya petir yang menyambar dan menggelegar ..

Tapi tidak ,,,

Ini semua tentang kebisuan ..

Ia hidup dalam rintihan hati yang terluka yang semakin tak teredam ..

Dengarkan aku wahai langit,

Jangan campakkan hatiku yang kini tengah sakit.

Saat hatiku menjerit.

Hanya satu kata yang terbersit.

Ijinkan aku pergi, meski itu sakit.

.....

"Aline!" Aku berteriak ketika melihat sosok Aline lewat dihadapan ku.

Saat itu aku baru saja selesai bekerja dan tengah berjalan-jalan di sebuah supermarket di sekitaran Bekasi kota. Tujuanku adalah membeli kebutuhan harian ku yang saat itu hampir semuanya telah habis.

Aline menghentikan langkahnya, dan menengok ke arahku. Namun bukan senyuman yang nampak dari wajahnya, melainkan sebuah muka kusut, cemberut, dengan pipi yang menggembung yang ia tunjukkan padaku.

"Kenapa? Koq cemberut??" Tanya ku pada Aline saat ku menghampirinya.

"Kemarin, kamu gak menghubungiku sekalipun!" Aline masih memasang muka cemberutnya yang lucu.

"Makanya hari ini aku ajak kamu ketemuan disini." Jawabku sembari menahan tawa karena melihat ekspresi mukanya yang semakin lucu.

"Iya, ketemuan, tapi disuruh nemenin belanja bulanan bukan kencan."

"Kalo gitu aku traktir kamu deh. Apa yang kamu mau, nanti ambil ajah. Nanti aku yang bayar." Bujukku mencoba membuatnya senang.

"Serius? Tapi klo itu mah gak spesial namanya"

"Terus maunya apa??" Tanyaku.

"Hmmm.. apa yaaa..." Terlihat Aline tengah memikirkan apa yang ingin dia minta dariku. Wajah cemberutnya kini hilang. Berganti dengan wajah yang mulai berseri dan menawan.

"Yaudah, pokoknya hari ini apapun yang Aline mau, aku kasih. Tapi jangan minta barang-barang yang mahal yaaa" Ucapku bercanda yang berakibat Aline mencubit tanganku. Sembari menggembungkan pipinya sekali lagi yang kemudian diakhiri dengan tawa dan sebuah pelukan hangat darinya.

Sebuah adegan berbelanja yang tak ku kira sebelumnya. Mengasyikan saat ada seorang wanita menemani ku berbelanja saat itu. Meski ada sedikit perdebatan saat ku ingin membeli sesuatu, mulai dari makanan yang menurut Aline kurang sehat untukku, ataupun barang-barang yang menurutnya terlalu mahal untuk ku beli. Dia ingin aku menghemat uangku, dan membeli sesuatu yang benar-benar bermanfaat untukku, tapi itu menurutnya.

Selesai kami berbelanja, aku mengajak Aline pergi makan ke suatu tempat di sekitaran situ, sebuah kafe yang menjual makanan khas Jepang yang terkenal enak. Aku tau jikalau Aline sangat suka makan Unagi bakar. Maka dari itu aku mengajaknya makan ditempat itu.

"Biar aku yang pesankan." Ucapku ketika seorang pelayan datang menghampiriku yang tengah duduk bersama Aline.

"Emang kamu tau makanan yang mau ku pesan?" Aline bertanya.

"Liat ajah. Aku pesan yakitori, beef Yakiniku, dan 1 set Unagi bakarnya" Ucapku kepada pelayan.

"Minumnya mas, mau pesan apa?" Tanya pelayan itu menawarkan.

"Hmmm... Jus alpukat, dan es teh manis. Oh yaaa,,, aku juga pesen es krim vanilla sebagai penutupnya. Karena gadis yang ada di hadapanku ini sangat menyukai es krim vanilla." Ucapku menyelesaikan pesanan ku. Terlihat Aline sedikit terkejut dengan apa yang ku ketahui tentangnya.

"Dari mana kamu tahu semua itu???" Tanya Aline ketika pelayan pergi meninggalkan kami berdua.

"Aku, peramal." Ucapku bercanda.

"Jangan bohong!" Seru Aline sembari mencubit pipiku.

"Nanti aku ceritain. Sekarang kita tunggu makanannya ajah dulu, terus makan. Kenyang, pulang! Ok!" Ku kedipkan salah satu mataku kepada Aline.

Ku lihat Aline kembali memasang ekspresi muka cemberutnya yang lucu, sebuah ekspresi yang mungkin akan selalu ku ingat jikalau suatu saat nanti aku tak lagi bersamanya.

Entah apa yang sebenarnya ku rasakan, aku hanya ingin melihat Aline bahagia. Dan mewujudkan mimpinya adalah mimpi yang ku janjikan padanya juga pada Lingga dan Jagat saat di Kuningan kemarin. Meski tak lagi bersama, aku berharap aku masih bisa mewujudkan mimpinya, menjadi seorang alih bahasa. Setidaknya itu yang ada dalam hatiku saat ini.

....

Ini adalah tentang tawa,

Bahagia

Dan senyuman yang selalu kulihat darinya.

Aku takkan membuatnya hilang.

Sekalipun aku harus menjadi sebuah kenangan.