webnovel

Bab 25 Keputusan Berat di Gunung Merbabu

Bertandang ke tempat matahari terbit

kemudian menitipkan rasa sakit

kepada kemarau

untuk menyinggahkan segenap masa lampau

Lalu menyambut kedatangan hujan

dan berdansa dengannya

agar musim mau mengakui

bahwa dia adalah lelaki yang memiliki hati

Arya Dahana balas memeluk lalu melepaskan pelukan putrinya. Tatapannya yang tajam memandang mata Ratri Geni penuh selidik. Dewi Mulia Ratri merangkul putrinya. Menenangkannya. Arya Dahana terlihat sedikit gusar. Dewi Mulia Ratri hafal apa arti tatapan pendekar itu.

"Ratri, aku mendengar kau memperoleh Kidung Alun dari Ratu Laut Selatan. Ilmu yang luar biasa dahsyat dan mematikan. Bagi orang-orang dalam jumlah yang sangat besar. Sudah berapa kali kau gunakan ilmu itu, Nak?"

Ratri Geni menelan ludah. Dia juga tahu seperti apa sifat Ayahnya.

"Aku baru dua kali menggunakannya Ayah."

Dewi Mulia Ratri mencium kepala putrinya," di mana saja, Anakku?"

Ratri Geni kembali nyengir. Merasa bersalah.

"Saat menenggelamkan Pulau Kabut dan ketika terjadi ontran-ontran di Lembah Mandalawangi, Ibu."

Arya Dahana kembali menghela nafas panjang. Sangat panjang. Putrinya ini bertindak dulu baru berpikir. Nyaris seperti dirinya dulu saat masih muda. Pantas saja orang-orang Lawa Agung berada di Lembah Mandalawangi semua. Rupanya Pulau Kabut sudah dihancurkan Kidung Alun Ratri Geni.

"Kecuali amat sangat terpaksa, jangan pernah lagi kau gunakan ilmu itu, Nduk. Tidak hanya satu atau dua orang yang akan terkena akibatnya. Namun bisa puluhan, ratusan, bahkan ribuan yang akan menderita atau meregang nyawa jika kau mempergunakan ilmu itu sembarangan."

"Tadi aku hanya ingin menguji salah satu datuk nomor satu di dunia persilatan, Ayah. Maafkan aku." Ratri Geni menunduk. Memasang sikap sangat menyesal dan merasa bersalah. Gadis itu sudah tahu seperti apa tanggapan Ayah dan Ibunya jika dia bersikap seperti itu.

Sepasang pendekar sakti itu berbarengan memeluk Ratri Geni yang tersenyum geli dalam hati. Kena! Hahaha!

Kehangatan keluarga Arya Dahana dipecahkan oleh kesiur angin saat seseorang tiba di Puncak Merbabu. Arawinda berdiri bersedekap sambil mengerutkan kening. Dewi Mulia Ratri mengeluh dalam hati. Saat baru tiba saja Arawinda sudah bersiaga tempur. Duh! Bagaimana ini nanti?

Suasana hening. Arawinda bahkan tidak mau berbasa basi menanyakan kabar atau apapun. Matanya tajam menusuk Arya Dahana dan Dewi Mulia Ratri secara bergantian. Sepasang pendekar itu saling pandang. Arya Dahana maju sambil tersenyum sabar. Mulutnya sudah hendak terbuka untuk menyapa saat dua bayangan lain terlihat mendaki puncak Merbabu dengan kecepatan tinggi.

Ario Langit tiba dan langsung mencium tangan serta pipi Ibunya. Diikuti Galuh Lalita yang juga mencium tangan pendekar wanita yang sedang murung itu. Ratri Geni beradu pandang dengan Ario Langit yang buru-buru menundukkan kepalanya. Galuh Lalita melihat semua itu dengan hati yang perih. Nampak sekali bahwa pemuda yang dicintainya ini menyimpan rasa yang cukup dalam terhadap Ratri Geni. Galuh Lalita memegang lembut tangan Ario Langit yang terlihat gugup dan mulai panik.

Sentuhan lembut penuh cinta itu seperti sengatan petir dahsyat yang membangkitkan keberanian Pendekar Langit. Pemuda itu berjalan dan berdiri di tengah-tengah antara Ibunya dan Pendekar Arya Dahana. Ario Langit menatap mata Arya Dahana dan berkata dengan tutur kata pelan namun tegas.

"Paman Arya Dahana dan Bibi Dewi Mulia Ratri yang sangat saya hormati. Saya hadir di Puncak Merbabu memenuhi undangan Paman dan Bibi. Di sini hadir juga Ibu saya tercinta Arawinda. Dengan ini saya Ario Langit menyatakan bahwa Setengah Pertunangan yang dulu bermula dan terjadi di Puncak Ciremai, saya mohon untuk dibatalkan. Saya tidak bisa melanjutkan pertunangan ini karena saya pikir terlalu banyak masalah yang akan timbul dan pasti akan memusingkan banyak pihak."

Arawinda menjajari Ario Langit dan hendak berucap sesuatu. Matanya terus menatap tajam Dewi Mulia Ratri. Semua pasti gara-gara Ibu Ratri Geni. Ario Langit yang melihat gelagat buruk. Merangkul dan mencium pipi Ibunya dengan lembut. Tatapan matanya memohon agar dialah yang mesti menyelesaikan semuanya. Melihat sorot mata putra yang diasuhnya sedari bayi itu, Arawinda melunak hatinya. Pemuda ini adalah tujuan hidupnya sekarang. Dia ingin menimang cucu darinya sebelum Sanghyang Widhi memanggilnya pulang. Arawinda mengangguk pelan dan mundur kembali.

"Saya mempunyai masalah yang besar Paman dan Bibi. Saya tidak mungkin membawa Ratri Geni dalam masalah yang pelik ini. Lagipula, saya telah menemukan gadis yang dengan sepenuh jiwa dan hatinya bersedia mendampingi saya mengarungi sisa hidup. Saya juga telah memutuskan dan menetapkan hati untuk mendampinginya selama sisa hidupnya."

Ario Langit bergeser dan meraih tangan Galuh Lalita. Menggenggamnya erat-erat dengan sepenuh hati. Galuh Lalita serasa terbang ke langit ke tujuh. Dia sama sekali tidak menyangka Ario Langit akan menunjukkan ketegasan sikap yang luar biasa di hadapan orang-orang sakti dan hebat ini. Galuh Lalita balas menggenggam erat tangan Ario Langit dengan mata berbinar-binar.

Ratri Geni tersenyum manis sekali. Hatinya sangat lega. Serasa sebuah beban yang menindih dadanya terlepas seketika. Dia sama sekali tidak merasa patah hati. Apalagi kemudian wajah seorang pemuda terus berkelebatan di pelupuk matanya saat ini. Tidak ada lagi ikatan yang membuatnya merasa tidak nyaman untuk mengikuti kata hatinya sekarang. Ratri Geni kembali tersenyum lebar dan mengangguk kepada Ayah dan Ibunya yang menatapnya dengan wajah sama sekali tidak heran. Mereka sudah menduganya.

Arya Dahana ikut tersenyum. Nampak kelegaan di wajah pendekar itu. Matanya menatap Ario Langit dengan pandangan maklum.

"Anakku Ario Langit. Aku menghargai sikap dan ketegasanmu. Lelaki memang harus begitu. Aku dan istriku tentu saja akan ikut apa yang menjadi keputusan kalian berdua. Arawinda, kau tentu bisa mengerti bukan?"

Wajah Arawinda tetap menggelap. Salah satu keinginan terbesarnya adalah berbesan dengan Arya Dahana dan Dewi Mulia Ratri yang sangat dikaguminya. Hati kecilnya masih belum bisa menerima keputusan putranya.

"Ratri Geni, apakah kau menyetujui usulan putraku untuk memutuskan tali pertunangan kalian?"

Terlihat sekali Arawinda masih berupaya mencoba.

Ratri Geni mengangguk hormat dan membungkukkan tubuhnya dalam-dalam, Pendekar wanita yang sangat disegani itu tidak boleh dibuat main-main. Wataknya yang keras bisa berbahaya jika dia salah menempatkan diri.

"Bibi Arawinda, saya tentu saja senang mendengar Ario Langit telah tegas bersikap. Lagipula Bibi, sayapun menganggap Ario Langit sebagai seorang pendekar yang patut saya hormati. Saya mengaguminya tapi tidak mencintainya. Galuh Lalita adalah gadis luar biasa yang pasti akan bisa menjaganya. Ini adalah keputusan dan jalan terbaik bagi kami berdua, Bibi."

Arawinda memalingkan mukanya yang terlihat sedih. Kalau sudah begini dia tidak bisa memaksa. Tapi….

"Dewi Mulia Ratri, apakah kau setuju pertunangan ini putus?" Arawinda berusaha lagi dengan keras. Raut muka kecewa nampak sekali dari wajah pendekar wanita itu.

Dewi Mulia Ratri saling pandang dengan Arya Dahana. Luar biasa memang watak Arawinda. Pantang menyerah.

--*****