webnovel

Times Of Love

Gadis modern dan jenderal dari joseon bertemu di era modern

Frisca_6869 · Kỳ huyễn
Không đủ số lượng người đọc
30 Chs

dua lima

Shenling sedang sibuk menyapu halaman. Pikirannya melayang pada kata-kata Lanzhou. Enak saja pemuda itu berkata seperti itu padanya. Meski dia sempat marah dan menggertak Lanzhou, pemuda itu seperti tidak peduli.

"Kenapa sih dia begitu berkeras mengutarakan cinta padaku? Padahal dia tahu aku tidak mencintainya. Aku kemari hanya ingin bertemu Leewan!" ucap Shenling sambil memukul-mukul sapu lidi ke tanah saking kesalnya.

Siaolan yang mendengar semua itu terperanjat. Ia bergegas menghampiri, meski masih merasa takut kepada Shenling.

"Ka-u … kau mengenal jenderal?" tanyanya pelan.

"Tentu saja aku mengenal dia. Kami berdua …."

Kata-kata Shenling terhenti saat Siaolan menatap menyelidik.

"Ada apa?" tanya Shenling akhirnya.

"Bagaimana kau bisa mengenal jenderal? Apa kalian sepasang kekasih?"

"Apa maksud pertanyaanmu?" tanya Shenling. Kali ini ganti dia yang menatap gadis muda di sampingnya itu dengan tatapan menyelidik.

"Semua orang di lingkungan kerajaan juga tahu kalau jenderal adalah tunangan putri Lanshang. Bagaimana bisa kau tidak mengetahuinya? Kalau kau menemui jenderal pasti akan timbul salah-paham," ucap Siaolan.

Meski diucapkan nyaris berbisik, kata-kata tersebut seolah petir yang menyambar di telinga Shenling. Dia hanya berdiri membatu sambil memegang dadanya yang terasa sakit.

Melihat perubahan wajah gadis di sampingnya, Siaolan merasa penasaran.

"Kenapa? Jadi benar kau ada hubungan dengan jenderal?"

Shenling menggeleng sambil mengurai seulas senyum.

"Tidak. Tidak ada apa-apa. Aku hanya berutang budi padanya," ujarnya.

***

Shenling menekuk lutut sambil bertopang dagu di tangga halaman. Suasana malam itu tampak sedikit kelabu seperti suasana hatinya yang sedang kalut.

'Kenapa jadi seperti ini? Leewan tahu Chenyang gadis yang sangat jahat, tapi kenapa dia justru akan menikah dengannya?' ucap gadis itu dalam hati.

Shenling mengambil sejumput daun dan diam menatapnya. Perasaannya benar-benar kacau seperti daun tersebut yang tengah dimainkan angin. Embusan yang menerbangkan ke sana kemari seperti hatinya yang kini terasa sedang dipermainkan.

Lanzhou tersenyum melihat gadis itu dan duduk di sampingnya.

"Melamun di malam hari seperti ini. Pasti ada yang menggelisahkanmu. Kalau boleh tahu, apakah aku orangnya?" ucapnya sambil tersenyum menggoda.

"Jangan berharap terlalu banyak. Sampai kapanpun kau tidak akan pernah membuatku gelisah," tandas Shenling galak. Meski terdengar kasar, perkataan gadis itu justru membuat Lanzhou terbahak.

Shenling merasa sebal. Lanzhou selalu saja bermain dan merayunya. Gadis itu bergegas bangkit berdiri, tetapi Lanzhou mencekal tangannya erat dan menariknya hingga duduk di pangkuan pemuda itu.

"Kenapa kau tetap saja berkeras? Apa kau tidak mengerti perasaanku? Apa kau tidak tahu betapa aku mencintaimu?" desahnya.

Shenling tertegun menatap sesaat. Tidak lama ia tersadar dan menatap tajam manik mata pemuda itu.

"Aku tidak …."

Kata-kata gadis itu terhenti saat Lanzhou mendaratkan ciuman di bibirnya. Shenling berusaha meronta, tetapi tangan Lanzhou menahannya dan justru semakin memperdalam ciuman tersebut.

***

"Shenling!" teriak Leewan keras dan terbangun dari tidurnya. Dirinya melihat sekeliling dan menyadari dirinya masih duduk di kursi. Rupanya dia tertidur saat tengah menyusun strategi. Pemuda itu memegang dadanya. Jantungnya berdebar keras.

'Sesuatu yang buruk pasti telah terjadi. Apakah Shenling baik-baik saja atau jangan-jangan terjadi sesuatu padanya? Tidak. Tidak. Dia pasti baik-baik saja. Bahkan mungkin sekarang sudah melupakan aku,' ucapnya dalam hati.

'Lalu mengapa aku seperti melihat dia menjauh pergi? Apa karena aku terlalu merindukan dia atau memang dirinya telah menemukan pengganti diriku?'

Gelisah dalam diri membuat hati serasa berkecamuk. Begitu pula yang dirasakan Leewan. Meski sadar, dirinya dan Shenling mungkin tidak ditakdirkan bersama, tetap saja dia tidak ingin melupakan. Pemuda itu beranjak keluar. Berada di dalam kemah justru membuat dia semakin tertekan.

Langit malam itu tampak tidak terlalu cerah. Meski begitu, suasana cukup meriah. Beberapa prajurit tengah beristirahat. Bersantai sejenak di tengah kemelut pemberontakan yang berkecamuk. Mereka sedang mengobrol sambil berdiang di api unggun yang sengaja dibuat untuk mengusir hawa dingin yang kian menusuk tulang.

Leewan berhenti melangkah saat seorang anak buahnya menyebutkan nama Shenling. Pemuda itu tertegun sejenak, kemudian tersadar dan bergegas menghampiri.

"Apa maksudmu? Apa benar yang kudengar?" tanyanya sambil menarik pemuda itu berdiri.

"Itulah yang kudengar dari pelayan. Sekarang istana sedang dihebohkan dengan kabar tersebut. Pangeran Lanzhou katanya sedang jatuh cinta dengan pelayan bernama Shenling. Ada yang bilang gadis itu sakti, tapi ada pula yang menyebut dia siluman rubah," tutur sang anak buah.

Leewan kembali termangu. Informasi tersebut mengganggu benaknya.

'Shenling? Benarkah Shenling berada di sini? Tapi bagaimana bisa dia terlibat dengan Lanzhou? Aku harus memastikan semua ini,' tekadnya.

***

Xuying yang tengah gelisah juga tidak bisa terlelap. Ia lalu memutuskan untuk pergi menemui putri Lanshang. Semenjak lama keduanya akrab karena berusia sebaya. Kini keduanya adalah sahabat yang sangat dekat.

"Ada apa?" tanya Lanshang yang sebelumnya tengah siap untuk beristirahat. Ia baru saja selesai menulis surat untuk Leewan. Melihat kegelisahan di wajah sang sahabat, membuat dia mengurungkan niat.

Tangan Xuying tampak gemetar saat mencengkeram cangkir teh yang disajikan pelayan. Bibirnya terlihat bergetar dengan mata yang berkaca-kaca.

"Ada apa, Kak Xuying?" tanya Lanshang sekali lagi dengan nada semakin cemas. Baru kali ini, dia melihat Xuying tampak begitu rapuh.

"Apa kau tidak tahu atau berpura-pura tidak tahu?" tanya Xuying dengan suara teramat lirih.

"Atau mungkin kau tidak peduli karena terbuai dengan khayalmu untuk menikah dengan Leewan?"

"Itu bukan khayal," seru Lanshang sambil membeliak marah.

"Kami akan segera menikah saat dia kembali dari perbatasan."

Xuying tersenyum sinis.

"Ternyata kita memang bernasib sama. Mencintai lelaki yang tidak mencintai kita," ucapnya.

Lanshang bangkit berdiri dengan marah.

"Leewan jelas mencintaiku. Buktinya dia bersedia menikah denganku!" tegasnya.

Xuying hanya tersenyum tipis.

"Kau hanya menipu diri. Dia terpaksa bersedia karena desakan ayahmu. Kau pikir untuk apa dirinya ke perbatasan? Di kerajaan, petugas bukan hanya dia. Itu semua karena dia ingin mengulur waktu."

"Cukup!" gertak Lanshang emosi.

"Kalau kau hanya kemari untuk membuatku marah, sebaiknya kau pergi dari sini!"

Wajah Xuying kembali menunduk.

"A-ku … aku benar-benar tidak tahu apa yang kukatakan. Aku minta maaf. Aku telah menyakiti hatimu," ujarnya sambil terisak.

"Kurasa hatiku yang sedang gelisah membuatku tidak bisa berpikir jernih."

Lanshang menghela napas panjang.

"Aku bisa mengerti saat ini kau sedang kalut karena berita kedekatan kakakku dengan pelayan itu. Tapi kurasa kau harus tetap tenang. Kakakku tidak akan meninggalkanmu hanya demi seorang pelayan. Kurasa dia hanya bermain-main seperti biasa," ucapnya sambil menepuk ringan bahu Xuying. Meski tadi sempat terpancing amarah, dia tidak tega melihat sang sahabat bersusah-hati.

"Kau bisa berkata dengan begitu tenang karena bukan Leewan yang direbut gadis rubah itu. Bagaimana kalau dia juga membuat Leewan jatuh dalam jeratnya?"

"Maka aku akan menyingkirkan dia. Leewan adalah milikku. Sejak dulu, Leewan sudah ditakdirkan menjadi milikku satu-satunya. Aku akan membunuh mereka yang mencoba mengusik hubungan kami," sahut Lanshang sambil menyeringai.