Di Sisi lain Daddy Heri diam-diam sudah menyelidiki tentang keberadaan ketiga putrinya, Daddy Heri sengaja tidak memberitahu semua orang karena daddy yakin kalau salah satu dari anak buahnya mata-mata dari pihak Kinan.
"Dasar, anak nakal. Jadi pengen main petak umpet sama Daddy," gumam Daddy Heri sambil tersenyum melihat foto ketiga putrinya.
"Darling, kamu kenapa? Kok senyum-senyum sendiri," ucap Mom Jia yang baru saja datang.
"Kau lihat ini Darling," ucap Daddy Heri sambil menunjukkan sebuah foto kepada istrinya.
"Foto siapa ini?" tanya Mom Jia.
"Foto ketiga putri kita yang nakal dan bandel itu," ucap Daddy Heri sambil terkekeh.
"Kamu serius Darling, jangan bercanda ini tidak lucu," ucap Mom Jia yang belum percaya dengan ucapan suaminya.
"Lihatlah dengan teliti, kau kan Mommnya kenapa malah tidak bisa mengenali mereka," ledek Daddy Heri.
"Aku memang Mom mereka, tapi ingat mereka bibit unggul yang kau tanam di dalam kebunku," ucap Mom Jia.
Daddy Heri tertawa terbahak-bahak ia memang suka sekali meledek Mom Jia, karena itu sangat menyenangkan baginya .
"Darling, kamu dapat foto ini dari mana," ucap Mom Jia.
Daddy Heri pun menjelaskan semuanya kepada istrinya, sedangkan Mom Jia hanya manggut-manggut dan mendengarkan apa yang suaminya katakan.
"Jadi, dimana putri kita sekarang? Antarkan aku menemui mereka," ucap Mom Jia dengan antusias
"Darling, kamu harus sabar dan tenang kau lupa putri kedua kita itu sangat cerdik dan licik, pasti dia sudah tahu gerak-gerik kita," ucap Daddy Heri.
"Yaelah Dad, bilang aja kamu kalah saing sama Kinan," cebik Mom Jia.
Daddy Heri pun melanjutkan mencari informasi sendiri. Bisa dibilang, Daddy Heri nekat tak peduli jika Kinan sudah mengetahui gerak-geriknya atau belum. Karena yang terpenting adalah mendapatkan setidaknya sedikit informasi yang berguna.
"Dad! Tunggu sebentar. Apa kamu tidak merasa tidak asing dengan orang yang paling kanan di foto?" ucap Mom Jia tiba-tiba membuat Daddy Heri terkejut.
Daddy Heri pun langsung mengamati kembali foto ketiga putrinya. Tampak Daddy Heri berfikir dan sepertinya mengingat sesuatu. Sedangkan Mom Jia pun berharap lebih pada suaminya yang memiliki ingatan lebih baik darinya.
"Darling, memang siapa yang ada di benakmu?" tanya Daddy Heri tak mampu mengingat apapun.
"Entahlah Dad, Mom hanya merasa tidak asing. Mungkin Mom tanpa sengaja pernah bertemu dengan seseorang yang mirip dengan Ara," ucap Mom Jia lesu.
"Bagaimana bisa? Dad saja yang doang malam bekerja mencari mereka belum menemukan apapun. Masa iya Mom yang selalu nungguin di rumah pernah ketemu sih. Lagi pula, dia kan anak kita. Tentulah kita selalu melihat mereka sebelum mereka kabur dari rumah," ucap Daddy Heri menenangkan pikiran istrinya.
"Tidak, bukan gitu Dad. Tapi sepertinya baru-baru ini Mom melihat sorot mata yang persis dengan sorot mata Ara Dad," sanggah Mom Jia kekeh.
Mom Jia yang masih merasa ada yang mengganjal langsung ikut mengamati setiap detail informasi yang Daddy Heri dapatkan.
Mom Jia tampak terus berfikir, mengingat-ingat di mana ia pernah menatap mata yang persis dengan mata Ara. Meskipun tak ada satu tempat pun yang terlintas dalam benak, Mom Jia terus berusaha mengingat karena ia yakin sekali dengan firasatnya.
Di sisi lain, Daddy Heri tetap berkutat dengan laptop di depannya tak mengindahkan firasat istrinya. Daddy Heri tentulah lebih percaya dengan ribuan data yang ada di depan mata daripada hanya dengan satu firasat seorang ibu tentang putrinya.
"Aihh, di mana sih aku liat mata ini. Kenapa otakku tak mau bekerja sama!" ucap Mom Jia geram pada diri sendiri.
"Sudahlah, Mom. Mungkin itu firasat kamu saja. Jangan terlalu dipikirkan, nanti pusing," nasehat Daddy Heri, agar sang istri tak terlalu memikirkan hal yang tak pasti.
Mom Jia menghela napas, "Baiklah, Dad. Mungkin itu hanya firasatku saja," ucap Mom Jia.
"Mau minum, Dad?" tawar Mom Jia, dia kasihan melihat suaminya terus fokus mencari ketiga putrinya yang bandel itu.
"Boleh ini aja, nggak?" goda Daddy Heri seraya menunjuk pipinya, membuat muka Mom Jia tiba-tiba memerah.
"Dad, berhentilah menggodaku," gerutu Mom Jia. Dia pun bingung, padahal sudah menikah puluhan tahun, tetapi rayuan dan godaan sang suami masih membuatnya blushing.
Daddy Heri terkekeh gemas melihat Mom Jia tampak malu dengan godaannya, "Ayolah, Mom."
"Malu, Dad. Ini di ruang tamu, gimana kalo ada yang lihat?" ucap Mom Jia menahan malu.
"Anggap aja angin lewat," celetuk Daddy Heri mendapat cubitan maut dari sang istri.
"Sembarangan aja." Mom Jia tampak melihat kanan kiri, adalah ada orang atau tidak.
"Udah," ucap Mom Jia seraya mengecup pipi Daddy Heri, dan segera berlalu menuju dapur untuk mengambilkan suaminya minuman.
"Yah, Mom. Nggak kerasa," ucap Daddy Heri setengah berteriak.
"Cium aja laptop milik Daddy," ucap Mom Jia dari Sarah dapur, membuat Daddy Heri tertawa kecil. Dia berhasil mengerjai sang istri.
Meskipun sudah berumur tapi Mom Jia dan Daddy Heri masih seperti anak muda, bahkan ketiga putrinya selalu disuguhkan dengan kemesraan mereka.
Walaupun Mom Jia suka sekali marah-marah dengan ketiga putrinya, akan tetapi sebenarnya mom Jia sangat menyayangi ketiga putrinya. Bahkan ia berjanji tidak akan ikut campur tentang masalah pasangan untuk ketiga putrinya.
"Sepertinya aku pernah melihat mata ini tapi dimana, astagfirullah kenapa aku pelupa kayak gini," gumam Mom Jia yang kembali menatap foto ketiga putrinya.
Di tempat lain, Ara, Kinan dan Yasmin masih membereskan dapur karena baru saja kelar membuat makan malam. Kinan heran kenapa Kenzo belum saja pulang, tidak biasanya Kenzo seperti ini mengapa Kinan mendadak khawatir sama Kenzo.
"Kak Kinan lagi nunggu Kakak Ipar ya?" tanya Yasmin.
"Sok tahu," jawab Kinan.
"Udahlah, ngaku aja. Jangan bilang Kak Kinan sudah ada rasa dengan Kak Kenzo," ledek Yasmin.
Kinan pun menoyor kening adiknya, tapi dia juga tidak tahu kenapa bisa khawatir ketika Kenzo belum pulang. Apa dia sudah mulai menerima Kenzo dan melupakan cinta pertamanya.
"Jangan bicara sembarang atau Kakak putar lehermu," ucap Kinan.
"Tapi aku bicara fakta Kak," ucap Yasmin dengan polosnya yang masih mengejek sang kakak.
"Heleh, bilang aja kamu juga sudah jatuh cinta dengan dosen kaku itu," Kinan membalas ledekan dari adiknya.
"What! Aku suka sama pembunuh berantai itu, tidak akan," tolak Yasmin dengan tegas.
Kinan terkekeh lagian dia sudah mengira bukan Yasmin yang mulai jatuh cinta melainkan dosen yang sering ia sebut dengan sebutan 'Dosen kaku'.
"Tapi, kalau di pikir-pikir kamu sama Dosen itu cocok dan serasi juga," ucap Kinan dengan senyuman mengejek.
"Apa Kakak hari belum ku cekokin sayuran hingga menjadi gila?" tanya Yasmin heran.
Kinan yang mendengar kata 'sayuran' langsung pergi menjauh dengan menutup mulutnya menggunakan tangan. Sedang Yasmin yang masih keheranan tak sadar jika Kinan sudah meninggalkannya sendirian.
Berbeda dengan Ara yang acuh dan lebih memilih membereskan peralatan dapur yang sudah dibersihkan ke tempatnya. Sesekali ia juga melirik Yasmin yang masih memikirkan letak kecocokan dirinya dengan tuan pembunuh berantainya itu.
"Ya elah Dek, Kak Kinan kok dipercaya. Kamu tuh cocoknya sama pohon mangga depan tuh," ucap Ara pada Yasmin
"Ish! Kakak nih, aku aduin sama..."
Sama siapa? Nggak usah ngadi-ngadi," tanya Ara memotong ucapan Yasmin.
"Sama pohon kaktus di kamar Yasmin," jawab Yasmin kesal.
Ara yang mendengar jawaban ajaib adiknya langsung tertawa hingga terbahak-bahak. Karena kesal dibuat Ara, Yasmin langsung berlalu menuju kamarnya. Namun, baru berapa langkah menjauh Yasmin malah berbelok ke ruang keluarga dan menonton TV.
"Lah, kocak. Nih anak bilang mau ngadu sama pohon kaktus malah nonton Bernard Bear," gumam Ara namun membiarkan Yasmin menonton sendirian.