webnovel

Permintaan Nenek

Hari ini aku tidak akan membolos bekerja dan sudah bersiap-siap untuk pergi mengantar susu dan koran tapi kedua bocah tersebut ada di depan rumahku. Mereka berdua bertengger tepat di depan rumahku.

"Mau ngapain?" tanyaku dengan berkacak pinggang sedangkan Aldo hanya tersenyum bodoh.

"Bantuin lo!" mulutku langsung terbuka dengan lebar dan menatap mereka berdua.

"Engga sana pulang aja. Gua sibuk mau nyari kerjaan!" aku langsung memakai sepatu. Menghiraukan mereka berdua.

"Ya udah kalau begitu ayo, kita akan bantu nyari kerjaan." Aku langsung mendelik dan tak lupa aku langsung menatap jengkel ke arahnya.

"Please, gua akan bantu lo nyai kerjaan dan lagipula gua dan Farel tidak ganggu lo ka. Iya kan Rel?" pintanya sembari menangkupkan tangan di dadanya dan meminta bantuan kepada Farel.

"Hmmmm." Jawaban dari Farel sehingga membuat aku langsung tersenyum dengan pelan.

"Temen aja lo engga mau. Sana bantuin Ibu Yani aja," aku langsung mengeluarkan sepeda dan tak lupa topi, beserta tas kecil milkiku.

"CKCKCKCK."

"Udah deh, lagian nyokap dan bokap gua aja setuju untuk bantu lo. Dasar keras kepala." Aku langsung mengunci pintu dan mereka berdua sudah menaiki sepeda masing-masing dan berjalan dengan mengikutiku.

Kami mengoes dengan kecepatan sedang dan aku sudah sampai di tempat susu dan sempat bercengkrama kepada pemilki susu nya.

"Ya udah makasih dan minta maaf jika kemarin saya engga datang,"

"Tapi benerkan temen saya datang ke sini?" tanyaku dengan menahan geli saat melihat wajah tekuknya Aldo yang menahan kesal.

"Iya tidak apa-apa. Lagipula sepertinya kamu terlalu bekerja selama ini." Aku langsung tersenyum menanggapi ucapan dari pak bos

"Tapi bener kamu udah sembuh?" aku langsung memperlihatkan luka dan dia pun langsung tersenyum.

"Lain kali berhati-hati lah jangan terlalu cepat menggemudi sepeda nya!" aku langsung menganggukan kepala Kembali dan langsung berpamitan kepadanya untuk mengantar pesanan susunya.

"Ya sudah kalau begitu, saya pamit dulu ya pak." Aku langsung meminta izin untuk segera pergi mengungat waktu sudah hampir setengah enam pagi.

"Hati-hati di jalan."

Setelah itu aku pun langsung mengantar susu dan koran ke beberapa rumah dan juga ini rumah yang terakhir dan sedikit menahan sakit di kakiku mengingat jalanannya cukup nanjak.

"Haus engga pada lo?" tanyaku menatap ke arah Aldo dan Farel dan di balas dengan anggukan kepala. "Yuk mampir ke warung dulu untuk membeli minuman lebih dahulu." Aku mengajak mereka dan memilih untuk membeli minuman mereka berdua setelah itu aku langsung mendudukkan diri di trotar.

"Cape kan?" tanyaku dengan mengangkat alis dan menyeka keringat yang menetes di dahiku.

"Kenapa banyak banyak rumahnya. Perasaan kemarin engga sebanyak ini deh!" aku langsung menyemburkan air minuman yang ada di mulut.

"YAKKKK!"

"Bagaimana bisa?" tanyaku dengan mengeplak lengannya lalu dia pun mendelik ke arahku.

"Apaan dah?" tanyanya dengan mengangkat alis.

"Apa tadi lo maksudnya. 'engga sebanyak ini' itu apa?" tanyaku dengan raut wajah penasaran sdangkan dia hanya terkekeh dengan pelan.

"Oh mungkin orang pada tahu, bahwa lo sial makanya orang yang engga pesan banyak..hahahahaha!" aku langsung menatap datarnya kea rah Aldo.

"Sialan lo emang."

"Ya udah ayo ini susu terakhir, abis ini kita nayri makan gimana?" tawaku dengan beranjak dan di balas dengan anggukan kepala dari mereka berdua,

Mataku menyipitkan saat melihat Xavi sedang menunggu di depan gerbang. KRING…KRING…KRINGG.

Seketika dia langsung berhenti dan menatapku dengan gelisah.

"Kemana lo kemarin?" tanyanya dengan tergesa-gesa sedangkan aku hanya memandangya dengan bingung.

"Lo, yang kemarin anterin susu bukan?" tanya Xavi saat melihat Aldo dengan mata tajam, lalu Aldo turun dari sepedanya. "Santai dong bro!" Aldo langsung mengangkat tangannya dan mencoba untuk memundur badan Xavi.

"Ini susu pesanan lo." Aku langsung menyerahkan dua susu dan dia pun langsung menyuruh bodyguard untuk mengantarkan ke dalam rumah.

"Jadi ada apa ini?" tanyaku dengan bingung saat menatap Xavi.

"Nenek sakit." Aku langsung membulatkan mata dengan kaget.

"Bagaimana bisa?" aku langsung mendekat kea rah Xavi dan dia terlihat seperti bingung bagaimana cara menyampaikan pesanan nenek terlihat dari dia yang menggaruk kepalanya.

"Emmm….dia ada di rumah sakit dan dia meminta gua untuk menjemput lo."

"APA?"

"HAH."

"KENAPA BISA?"

Kami bertiga langsung mengucapkan kata yang bersamaan sehingga membuat Xavi tersenyum dengan canggung.

"Entahlah aku kurang tahu dia hanya meminta untuk menjemputmu. Tapi kalau lo sibuk. Nanti gua akan bicara sama Nenek." Aku langsung mengigit bibir dengan bingung bagaimana ini. Aku menoleh ke arah Farel dan Aldo.

"Khemm.. jadi gini sebelumnya gua minta maaf tapi untuk ini gua engga bisa!" aku langsung melihat sorot mata dia yang kecewa.

"Bukan gua engga mau tapi gua mau ke tempat kerja dulu. Janji gua kalau udah selesai akan ke rumah sakit tapi untuk saat ini gua udah janji sama pihak yang di sana bagaimana?" tanyaku dengan menatap penuh harap kepada Xavi dan Xavi pun menghembuskan nafas dengan panjang.

"Ya udah gpp, nanti gua akan ngomong sama Nenek bahwa lo mungkin siang datangnya?" aku langsung menganggukan kepala menyetuji usulan dari Xavi.

"Ya udah ntar gua akan kabari kalau lo udah selesai urusan sama kerjaan."

"Mana nomor lo?" Ketika aku hendak mengeluarkan ponsel tiba-tiba kedua manusia itu sudah menyodorkan ponsel kepada Xavi sehingga membuat Xavi mengeryitkan dahi dengan bingung.

"Apa?" Xavi mlehat dua lelaki menyodorkan ponsel ke arhnya seketika langsung memutar bola mata dengan malas.

"Gua minta nomor hp dia bukan lo pada," aku menahan tawa saat mendengar suara dingin dari Xavi.

"Yakan sama aja. Toh nanti juga akan di kabari kalau ada perlu apa-apa." Xavi mengelus dadanya dengan pelan.

"Ya udah sini nomor ponsel lo, nanti gua akan kabari jadinya gimana." Aku langsung menyerahkan ponsel dengan segera dia langsung mengambil ponselku dan memasukan nomor ponsel nya.

"Ya sudah kalau begitu, kita semua pamit ya. Nanti akan di cicil kalau gua udah gajian ya soal patung." Aku langsung menggoes sepeda dan kedua ekorku masih setia di sana.

"WOY!"

"Ayo mau makan kagak?" teriakku dan seketika mereka langsung tersadar dan langsung menggoes tanpa berpamit kepada Xavi.

Pukul tujuh pagi kami sudah selesai sarapan sehingga membuat aku langsung mendudukkan diri dan mencari kartu nama Pak Brata.

"Jalan Sempurna, blok XP nomor 22{Gedung Kahfi}." Aku membaca gedung yang tak asing dan aku langsung membuka google maps dan mencari alamat tersebut.

"Sepertinya dari sini lumayan jauh dan itu pusat kota, Kalian mau ikut atau tidak?" tawarku kepada mereka dan mereka langsung menganggukan kepala dengan semangat.

"Ya udah kalau begitu, kalau mau sekarang ke sana saja bagaimana?" dan di balas dengan anggukan kepala.

Kami menggoes sepeda sudah satu jam lebih tapi tak kunjung sampai sedangkan Aldo dan Farel sepertinya mereka sudah kelelahan.

"Kalian sudah kelelahan sepertinya. Apa kalian lebih baik pulang saja?" tanyaku dengan menatap mereka dengan khawatir.

"Boleh engga istirahat dulu, pantat gua rasa sakit," aku menahan tawa dan menyetujui untuk istirahat sebentar dan juga untuk membelikan mereka minuman Kembali, lagi pula ini masih jam Sembilan kurang sehingga membuat aku langsung menyetujui usulan mereka.