webnovel

The Twin Lions

Aslan, seorang petarung jalanan yang besar di pinggiran kota Jakarta. Mendadak dikejutkan dengan kedatangan seorang wanita muda di sasana tempatnya berlatih. Wanita itu mengaku sebagai sahabat Leon, kembarannya. Dia meminta Aslan untuk menggantikan posisi Leon setelah ia mengalami kecelakaan hebat dan kini terbaring koma. Akankah Aslan menerima tawaran wanita tersebut dan berpura-pura sebagai Leon yang sangat jauh berbeda dengannya? Ikuti kisahnya hanya di The Twin Lions. ***** Terima kasih buat yang sudah meluangkan waktunya untuk membaca cerita ini. Jangan lupa tambahkan ke dalam daftar bacaan dan berikan dukungan kalian dengan memberikan vote, review dan komentarnya. Terima kasih.. ^^

pearl_amethys · Hiện thực
Không đủ số lượng người đọc
471 Chs

The Road Home 2

Pagi-pagi Nadia sudah muncul di apartemen Leon. Senyumnya merekah ketika ia melangkah masuk ke dalam apartemen Leon.

"Belum pernah gue sesenang ini mau perjalanan bisnis," ujar Nadia sembari duduk menemani Leon di meja makannya. "Lu juga pasti senang, kan? Akhirnya lu punya alasan buat ke Jakarta." Ia menatap Leon yang sedang menyantap bagel yang ia bawakan.

Leon mengangguk sembari mengunyah bagel di dalam mulutnya. Pandangannya tertuju pada jendela besar apartemennya. Ia antusias sekaligus gugup dengan perjalanannya kali ini ke Jakarta.

"By the way, Nad. Apa yang lu inget dari Jakarta?" tanya Leon tiba-tiba.

Nadia berpikir sejenak. Ia lalu menatap Leon. "Kita udah lama banget ninggalin Jakarta, ya?" ujarnya.

Leon tertawa pelan. "Ternyata lu sama aja sama gue." Ia lalu meneguk jus yang sudah dituangkan Nadia untuknya.

"Bisa dibilang, kita ini hampir menghabiskan separuh hidup kita disini ketimbang di Jakarta. Ya, wajar, kalo kita ngga terlalu ngikutin perkembangan di Jakarta," ujar Nadia.

"Masih inget Monas, kan, lu?" tanya Leon.

"Ya, kalo itu, sih, jangan ditanya. Siapa juga yang ngga kenal sama Monas. Sebelum pindah kesini, gue sempet karyawisata ke Monas," jawab Nadia.

Leon manggut-manggut sembari kembali mengunyah bagel miliknya. "Urus semua keperluan kita disana yang bener."

"Siap, Bos. Ada lagi?"

"Lu masih follow akun fanbasenya Aslan, kan?" tanya Leon.

Nadia mengangguk. "Masih, malahan gue liatin terus akunnya semalem. Gue masih agak ngga percaya Leon ada dua."

"Udah nemuin perbedaan kita belum?" Leon kembali bertanya pada Nadia.

Nadia menggeleng. "Kayanya kalian beneran identik."

"Seinget gue, Aslan itu kidal. Tapi, gue heran pukulan tangan kanannya bisa akurat begitu," ujar Leon.

"Ya dilatih, lah, Pak," sahut Nadia. "Lu ngga mau bawain apa gitu buat kembaran lu?"

"Sekarang aja gue masih nervous bayangin bisa ketemu lagi sama dia. Ngga kepikiran sama sekali buat bawain dia hadiah," sahut Leon.

Nadia tiba-tiba saja menempelkan telapak tangannya di kening Leon. "Lu ngga lagi sakit, kan?"

Leon langsung menepis lengan Nadia. "Apaan, sih."

"Jarang-jarang gue liat lu nervous. Hadiah buat Aslan, biar gue yang urus. Lu serahin aja kartu lu sama gue," ujar Nadia sembari terkekeh.

Leon menghela napasnya. Ia mengeluarkan dompetnya dan menyerahkan salah satu kartu kredit miliknya pada Nadia. "Jangan beli yang aneh-aneh."

Nadia menerima kartu kredit milik Leon sambil memasang senyum jahatnya. "Gue boleh sekalian nebeng, kan?"

Leon memutar bola matanya. "Buat beli tas?"

Nadia menggeleng. "Beli action figure gundam," ujarnya sembari terkekeh pada Leon.

Leon kembali menghela napas. "Ya udah."

"Makasih, bosku," ujar Nadia ceria.

Leon hanya bisa geleng-geleng kepala sembari melirik Nadia yang sedang tersenyum senang sambil memegang kartu kredit miliknya. Ia kemudian menandaskan jus miliknya dan segera bangkit dari meja makannya. "Ayo, berangkat."

Nadia ikut berdiri dan membantu Leon memakai mantelnya. Ia menepuk-nepuk sedikit bagian bahu Leon untuk membersihkan mantel Leon. "Sebentar lagi musim dingin. Tapi, kita bakal ngabisin waktu kita di negara tropis."

"Bawa bikini yang banyak," ujar Leon sambil lalu.

Nadia berjalan di belakangnya sambil tertawa pelan. "Good idea."

-----

"Masih ada apa aja, Mpok?" tanya Aslan pada Ibunda Juleha ketika ia mampir di warteg tempat Ibu Juleha bekerja.

"Yah, tinggal segini doang, Lan. Lagian lu kemaleman. Sebentar lagi juga gue mau tutup," sahut Ibu Juleha yang sedang menjaga warteg.

Aslan menatap lesu deretan lauk pauk yang tersisa di etalase warteg.

"Lu mau makan apa?" tanya Ibu Juleha pada Aslan.

Aslan tadinya sudah membayangkan ingin makan ayam saus asam manis buatan Ibu Juleha, namun pada kenyataannya hanya tersisa menu ikan, usus, telur balado, telur dadar, kering kentang beserta dengan beberapa tumisan sayuran. Ayam saus asam manis buatan Ibu Juleha memang menjadi primadona di warteg tersebut. Meskipun rasio tepungnya lebih tebal daripada daging ayam itu sendiri, namun tetap saja menjadi rebutan para pelanggan warteg tersebut.

Ia akhirnya menunjuk pada telur dadar, kering kentang dan capcay.

"Bungkus apa makan sini?" Ibu Juleha bertanya sembari berjalan kearah termos nasi.

"Makan sini aja, Mpok," jawab Aslan.

Ibu Juleha lalu dengan sigap menyiapkan makanan untuk Aslan. Setelah siap, ia langsung meletakkan piring berisi nasi dan lauk di depan Aslan.

Mata Aslan membelalak begitu melihat isi piringnya yang membumbung tinggi. "Ini ngga salah, Mpok?"

Ibu Juleha langsung menggeleng cepat. "Udah, makan yang banyak. Sengaja biar cepet abis." Ia kemudian terkekeh pelan pada Aslan.

Aslan balas tertawa padanya. "Makasih, Mpok."

Ibu Juleha mengangguk. "Mau minum apa?"

"Es teh tawar aja, Mpok," jawab Aslan.

Ibu Juleha lalu berjalan ke belakang dan membuatkan segelas es teh tawar untuk Aslan. Setelah selesai, ia langsung meletakkan gelas tersebut di dekat tangan Aslan. Ia lalu duduk di balik etalase wartegnya dan memandangi Aslan yang kini sedang lahap menyantap makan malamnya.

"Enak, ya, kalo ngeliatin orang makan," ujar Ibu Juleha tiba-tiba.

Aslan yang tadinya sedang serius menyantap makanannya, menoleh pada Ibu Juleha sambil menyuapkan sesendok penuh makanan ke mulutnya. Ia lalu menyengir sembari mengunyah makanannya.

"Pelan-pelan makannya. Udah kaya orang belom makan tiga hari aja, lu." Ibu Juleha tertawa pelan melihat Aslan yang makan dengan lahapnya.

"Haper, Mpok," sahut Aslan dengan mulut penuh makanan.

Ibu Juleha tiba-tiba berdiri dari tempat duduknya. Ia berjalan menghampiri Aslan sembari membawa piring berisi telur dadar. Ia lalu meletakkan dua potong telur dadar ke dalam piring makan Aslan.

Aslan menoleh dan mengerjap-ngerjapkan matanya. Ibu Juleha membalas tatapan Aslan dengan sebuah senyum simpul. "Katanya laper. Sekalian gue tambahin. Gratis."

Aslan menelan makanan yang sedang ia kunyah. "Makasih banyak, Mpok."

Ibu Juleha mengangguk dan berjalan ke arah dapur untuk meletakkan piring bekas telur dadar yang kini sudah kosong karena ia memindahkan seluruh isinya ke dalam piring Aslan.

Mendapat perlakuan seperti itu membuat Aslan masih bisa mensyukuri hidupnya yang meski seorang diri, namun masih dikelilingi dengan orang-orang yang suka memberikan perhatian kecil padanya.

-----

Selesai makan malam, Aslan menepuk perutnya yang kekenyangan akibat nasi dan tambahan lauk yang diberikan oleh Ibu Juleha. Tanpa sengaja ia bersendawa dengan cukup kencang.

"Kenyang, Lan?" tanya Ibu Juleha yang tertawa melihat Aslan kekenyangan.

"Banget, Mpok," jawab Aslan.

"Lu mau makan apa buat besok malem? Biar gue pisahin," ujar Ibu Juleha padanya.

"Ayam asem manis, Mpok," sahut Aslan cepat.

"Ooh, pasti tadi lu kesini karena mau makan itu, ya?"

Aslan mengangguk sambil garuk-garuk kepala.

"Ya udah, besok gue pisahin ayam asem manisnya khusus buat lu."

Aslan tersenyum lebar pada Ibu Juleha. "Makasih banyak, Mpok."

"Iya, sama-sama."

"Berapa totalnya, Mpok?" tanya Aslan sembari mengeluarkan dompetnya.

"Sepuluh ribu aja," jawab Ibu Juleha.

Aslan menatap Ibu Juleha tidak percaya. "Serius, Mpok?"

"Ya, serius. Lu kan cuma pake telor dadar sama kentang. Telor tambahannya, kan, gratis dari gue."

"Es teh tawarnya?"

"Yailah, itu sih cuma seceng. Gue gratisin juga."

Aslan mengerjap-ngerjapkan matanya sembari menyerahkan selembar uang sepuluh ribu pada Ibu Juleha. "Ngga apa-apa, nih, Mpok?"

"Ngga apa-apa. Kaya sama siapa aja, sih, lu." Ibu Juleha menerima uang dari Aslan dan langsung memasukannya ke dalam laci.

"Makasih banyak, loh, Mpok."

"Iyaa."

"Mpok mau pulang bareng gue, ngga?"

Ibu Juleha langsung menggeleng. "Ngga usah, bentar lagi juga dijemput Leha."

"Sekali lagi makasih, Mpok. Gue balik, ya," seru Aslan.

"Iya, hati-hati lu," sahut Ibu Juleha.

Aslan mengangguk dan berjalan keluar dari dalam warteg tersebut. Meski makan malamnya sangat sederhana, namun baginya semua terasa istimewa karena perlakuan Ibu Juleha padanya. Ia tersenyum sambil menyalakan mesin motornya dan beberapa saat kemudian ia sudah melajukan motornya menuju gudang tua yang menjadi markas Bang Ole.

*****

Hello pembaca sekalian, Terima Kasih sudah membaca karya kedua saya, hope you guys enjoy it..

Jangan lupa masukkan ke collection kalian untuk update chapter berikutnya. Sekali lagi Terima Kasih atas dukungan kalian.. ^^

pearl_amethyscreators' thoughts