webnovel

Masa Lalu

WN 17

Pandangan Putri Azaela, menelisik setiap sudut ruang yang di sebut ruang kelas tersebut. Sebuah ruangan yang tidak terlalu luas. Di penuhi oleh banyak meja dan kursi, yang saling tersusun rapi. Dan setiap orang masing-masing telah duduk di tempat yang telah di tentukan.

Putri Azaela yang selalu terbiasa dengan kesendirian. Kali ini merasa sangat asing dan sungkan dengan suasana yang sangat ramai. Mungkin bukan hanya ruangan yang sangat ramai, namun lebih tepatnya dikatakan sebagai ruangan yang dipenuhi dengan keributan. Rasa kaku pun segera merayapi Putri Azaela saat ini. Terasa sangat sulit untuk menggerakkan sedikit saja anggota tubuhnya, atau bahkan bernafas sekalipun.

Hanya bisa tersenyum dan memandangi mereka semua yang memakai pakaian yang sama persis, seperti yang dipakai oleh Putri Azaela saat ini. Pada saat yang bersamaan, disana bisa di temukan berbagai macam kegiatan yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya.

Ada yang bergerombolan dengan beberapa teman, dan terkadang menimbulkan suara cekikikan, di sela pembicaraan yang mereka lakukan. Ada yang sedang menyendiri, membaca buku sambil mengenakan headset. Hal itu sedikit membingungkan Putri Azaela, karena Bru pertama kali ini, menutupi kedua lubang telinga dengan benda yang mempunyai tali yang terhubung dengan benda pipih, mirip seperti milik Jessie. Benda itu tidak lain adalah ponsel.

Sebenarnya Putri Azaela juga melihat hal yang serupa di kamar Jessie. Namun, karena tidak tahu kegunaan dan cara memakainya sehingga. Putri Azaela beranggapan jika dia tidak memerlukan benda tersebut.

Namun, ada sedikit perbedaan yang bisa dilihat dengan sangat jelas di tempat ini. Semua orang memang tampak akrab satu dengan yang lain, namun hal itu sedikit berbeda terhadap diri Jessie. Entah kenapa Putri Azaela merasa jika, gadis yang bernama Jessie ini sedikit dijauhi oleh orang-orang di sekitarnya.

Sejak pertama kali dirinya masuk ke dalam ruangan tersebut, semua mata memang sempat tertuju pada Putri Azaela. Namun, hal itu hanya untuk sesaat saja. Mereka bahkan terlihat enggan untuk sekedar bersapa dan bertatap muka dengan Putri Azaela.

"Jess! Kenapa cuma diam? Bukankah menyenangkan bisa kembali ke sekolah? Bertemunya denganku?" tanya Celine sambil tersenyum, dan berhasil mengangetkan gadis yang sedang berkutat dengan pikirannya sendiri tersebut.

"Tentu saja, Celine," ucap Putri Azaela sedikit berada di dalam kegugupan. "Celine ... apa aku boleh bertanya sesuatu?" tanya Putri Azaela pada Celine.

"Tentu! Apa yang ingin kamu tanyakan?" Celine mengalihkan pandangannya yang sedari tadi hanya terpaku pada sebuah cermin kecil di tangannya.

"Apa mereka semua membenci Jessie? Oh tidak ... maksudku apa orang-orang yang berada di sini, tidak menginginkan keberadaanku?" tanya Putri Azaela membenarkan susunan kalimat dari pertanyaannya.

Mendengar hal tersebut, sedikit perubahan terjadi pada ekspresi wajah yang ditunjukkan oleh Celine. Menutup lipatan kaca, yang menjadi salah satu alat makeup miliknya tersebut. Terlihat jika ada sedikit kebingungan untuk menjelaskan pada Jessie, apa yang sebenarnya telah terjadi di sana.

"Jadi, apa kamu tidak mengingat apapun?" tanya Celine sambil memajukan sedikit wajahnya ke arah Putri Azaela.

Walaupun terasa ragu, namun Putri Azaela sedikit berkata jujur pada Celine. Karena jika dia mengatakan jika mengetahui segalanya, mungkin pada akhirnya dia sendiri yang akan mengalami kesulitan. Mungkin lebih baik jika mengaku, jika selama ini dia memang mengalami lupa ingatan.

Terlihat Celine sedang menggaruk-garuk kepala, yang sebenarnya tidak merasa gatal tersebut. Bagaimana dia akan menjelaskan pada Jessie, tentang perlakuan yang dia berikan kepada orang di sekolah tersebut.

Jessie yang terkenal dengan sikap angkuh dan kasar yang dia miliki. Seorang gadis yang sedikit sulit untuk tersenyum, sehingga membuat orang lain menjadi enggan untuk bertegur sapa dengan dirinya.

Gadis itu tidak segan-segan untuk menunjuk perilaku kasar, pada siapapun yang mengganggunya. Hal itu berlaku bagi semua, baik siswa maupun siswi, atau bahkan orang luar sekalipun. Semua sifat buruk tersebut, yang menjadi alasan semua orang untuk menjauh. Mungkin sebagian dari mereka juga tidak ingin mempunyai masalah dengan gadis bernama Jessie tersebut.

Hanya Celine dan Jerry, dua orang sahabat yang selalu menemani Jessie kemana dia pergi. Sekaligus sebagai orang yang bisa dipercaya oleh Jessie sampai sekarang. Itupun dengan pertemuan yang sangat dramatis yang terjadi antara mereka bertiga.

"Celine ... kenapa kamu terlihat ragu? Apa aku seburuk itu?" tanya Putri Azaela lagi.

Putri Azaela merasa tidak sabar, ketika melihat Celine yang hanya diam seribu bahasa sejak beberapa saat yang lalu.

"Apa kamu akan marah kepadaku?" tanya Celine dengan wajah yang sedikit meringis.

"Kenapa harus marah? Aku hanya ingin tahu tentang diriku sendiri. Dan kenapa semua orang terlihat menjaga jarak dari aku? Apa aku pernah menyakiti mereka semua?" tanya Putri Azaela.

Walaupun dengan penuh keraguan, akhirnya Celine menceritakan tentang Jessie. Meski hal tersebut terasa sangat janggal. Karena dia juga merasa iba dengan temannya tersebut, yang tidak bisa mengingat sekecil apapun masa lalunya sendiri.

"Apa?" Seketika tubuh Putri Azaela bangkit dari tempat dia duduk saat ini, dengan mata yang terbelalak.

Tak ayal, hal tersebut juga membuat semua orang yang berada di dalam ruangan tersebut terkejut. Semua mata langsung tertuju pada Putri Azaela, di dampingi oleh tatapan heran.

"Ma-maafkan aku. Tidak apa-apa." Putri Azaela kembali duduk. Berusaha membuat hatinya kembali tenang, setelah mendengar penjelasan Celine yang sedikit mengejutkan. Bukan hanya sedikit, mungkin lebih tepatnya sangat mengejutkan Putri Azaela.

Dari Celine, dia sedikit mengetahui tentang kehidupan yang dialami oleh orang yang memiliki raga yang dia tempati sekarang. Pada satu sisi, Putri Azaela semakin bingung, kenapa dia bisa terlempar ke dalam tubuh ini. Karena sifat dan tingkah Jessie yang sangat berkebalikan dengan dirinya.

"Aku mohon jangan marah," lirih Celine sambil menutup wajah dengan kedua telapak tangannya.

"Untuk apa aku marah padamu. Aku bahkan harus berterima kasih, karena sedikit banyak menjadi tahu tentang masa laluku sendiri. Hm ... aku mulai mengerti kenapa mereka semua menjaga jarak dengan aku. Bahkan, merasa takut," ucap Putri Azaela sambil menepuk-nepuk keningnya sendiri.

"Hm ... itulah yang terjadi. Dan kamu pasti sudah tahu dengan Erick?" tanya Celine kembali.

"Iya ... dia bahkan selalu menggangguku. Apa aku pernah berbicara atau berbuat kasar kepadanya?" tanya Putri Azaela lagi.

"Bukan hanya kasar. Tapi kalian juga selalu baku hantam, ketika bertemu." Celine mengangguk-angguk kepalanya.

"Aku? Dan Erick? Baku hantam?" tanya Putri Azaela lagi, sambil melemaskan tubuhnya pada kursi yang dia duduki.

Apa ini sudah menjadi takdir yang sudah di tentukan. Atau mungkin ada sesuatu yang harus Putri Azaela lakukan pada pemilik raga ini, agar mengubah hal yang masih belum jelas terlihat.

Bersambung ....