webnovel

Jebakan

Bruk!

Seketika Arjuna kaget melihat Irenetiba-tiba ditelan bumi.

"AAA...!TOLONG AKU RAJA," jerit seseorang yang tidak lain tidak bukan adalah Irene.

Benar saja, di sana gadis cantik itu langsung nangis di tempat setelah tubuhnya terjerembab ke dalam lubang.

Arjuna langsung bergerak memeriksa ke bawah. Irene pun langsung menyodorkan tangan padanya, ingin ditolong.

Jika saja dia adalah ibu-ibu. Pasti Arjuna akan berkata,"Tuh kan, apa aku bilang?! Makanya harus nurut!"

Atau yanb paling parah adalah seorang teman laknat, pasti malah mentertawakan.

Arjuna tidak meraih tangan Irene karena dirasa percuma saja. Lubang itu cukup dalam, hampir delapan kaki menurut perkiraannya, jadi mengambil sang korban dibawah sana pun adalah hal yang mustahil. Ingat, dirinya bukan galah jemuran.

"Sebentar!" ujarnya, kemudian sedikit menjauh dari tempat untuk mencari sesuatu yang bisa dijadikan tali.

"RAJA JANGAN TINGGALKAN AKU!"

Belum satu langkah Arjuna menjauh. Irene sudah merengek, "Aku tinggal sebentar! Bertahanlah!" ucapnya berharap memberikan ketenangan.

Sementara di dalam lubang, Irene masih berdiri di bawah sana dengan perasaan takut karena gelap. Matanya belum bisa berhenti untuk mengeluarkan cairan sebening kristal. Hingga dirinya dibuat sesak sendiri akibat hal tersebut. Dia pun semakin memojokkan tubuhnya ke dinding tanah, karena kegelapan semakin nyata.

"Raja kumohon cepat lah!" lirih Irene sambil sesenggukan. Dia mengangkat kepalanya ke atas, tampak langit mulai menunjukkan sisi kegelapan nya.

"Hey! Aku sudah kembali!"

Akhirnya Arjuna datang dengan membawa akar merambat yang panjang. Perlu diketahui bahwa dia harus naik pohon terlebih dahulu seperti ninja untuk mendapatkannya.

"Hiks hiks ular...hiks," lirih gadis itu yang sontak membuatnya terkejut bukan main.

"Apa?! Apa ada ular di sana?!" tanya Arjuna khawatir setengah mati.

"Ti-tidak! Maksud ku aku takut ada ular di sini." Tidak hanya itu, ular-ularan pun Irene takut.

Arjuna ingin marah, tapi entah kenapa sulit untuk menjelaskan alasannya kenapa. Jadi dia memilih untuk segera menurunkan akar merambat ke bawah.

Di sana Irene pun langsung meraih dan memegang akar panjang itu sekuat tenaga.

Sepertinya penyelesaian masalah belum tuntas, Arjuna sedikit bingung, apa dirinya akan kuat menarik gadis itu dibawah hanya dengan cara kosong seperti itu?

Tentu saja tidak, bukan hanya hal tersebut akan membuang banyak tenaga, tapi itu juga akan membutuhkan waktu yang lama.

"YANG MULIA?! KENAPA LAMA?" protes Irene, dirinya benar-benar takut di lubang kegelapan itu. Karena tidak ada jawaban, dia benar-benar khawatir.

"RAJA?! KAU TIDAK MENINGGALKAN KU KAN?!" teriaknya sambil menangis, malah tangisannya semakin menyedihkan.

Tak lama setelah itu, akar merambat perlahan naik ke atas. Dia pun langsung mengeratkan genggaman kembali, yang sempat terlonggarkan.

Gadis itu keluar dari lubang dengan nafas yang terengah-engah.

"Yang Mulia?! Kau dimana?!" lirihnya langsung mencari keberadaan raja.

Berselang beberapa saat, tiba-tiba ada seorang memeluknya dari samping.

"Kau sudah aman sekarang!"ucap seorang dengan suara serak, suara yang menggambarkan kekhawatiran tapi memberikan efek ketenangan bagi pendengar.

Irene menggenggam sebagian kecil pakaian orang yang tengah memeluknya kini. "Raja?!" batinnya.

"Zum zum, jangan menangis," ucap Arjuna sembari mengusap-usap rambut gadis yang kini berada di pelukannya.

Tadinya Irene sempat hampir terbawa perasaan karena adegan mengharukan itu, tapi tak jadi.

"Raja, aku sudah berhenti menangis." ujarnya kemudian tertawa kecil.

Arjuna yang tersadar bahwa tidak ada suara rengekan di sana pun langsung menjauhkan diri seraya melepaskan pelukan itu setengah banting.

Irene terkaget dan hampir terhuyung ke lubang yang sama jika saja dirinya tidak cepat menarik oleh sang raja.

Gadis itu termenung bersama tatapannya yang menyiratkan ketakutan mendalam.

"Aku hampir jatuh lagi." Irene melirih. Tak terbayangkan jika dirinya jatuh lagi, pasti pingsan.

"Maaf kan aku." Arjuna mendekat guna memeriksa kondisi tubuh gadis itu, padahal yang terluka bukan tubuhnya, melainkan mentalnya.

"Yang Mulia melepaskan nya tiba-tiba. Aku kaget." Rintihan itu membuatnya semakin merasa bersalah.

"Aku bilang maaf. Maaf kan aku!" ucapnya dengan nada membujuk.

Gadis itu menggeleng dengan tatapan nya yang masih kosong.

"Kau tidak memaafkan ku?" tanya Arjuna bersama rasa cemas terlukis jelas di wajahnya karena takut tidak dimaafkan.

Irene menggeleng lagi, kemudian berucap pelan,"Tidak. Maksud ku tidak apa-apa."

Arjuna menghela nafas lega mendengarnya. Itulah wanita. Iya berarti tidak dan tidak berarti iya, atau bisa berarti keduanya, dalam arti menyuruh nya untuk peka.

"Ayo! Kita duduk di sana!" ajaknya memangku setengah tubuh Irene kemudian mendudukkan nya di atas akar pohon besar yang merambat ke samping.

"Kau sudah baikan sekarang?"

Irene yang merasakan genggaman sekaligus elusan lembut itu langsung membuat kesadarannya sempurna kembali. Melihat sang raja bertekuk lutut di bawah membuatnya sedikit terperanjat. Dia pun langsung berujar dengan penuh rasa tidak enak,"Astaga Yang Mulia! Kau duduk lah di samping ku! Kau Raja, jangan duduk di bawah!"

"Tapi aku juga suami mu!"

Perkataan tegas dan lugas itu sukses membuat Irene kehilangan akal sepersekian detik setelahnya.

Gadis itu baru pertama kali mendengar kata 'suami' dalam pembicaraannya dengan sang raja. Irene tahu dari awal laki-lai hanya menganggapnya sebagai adik sendiri, dan perlakuan nya pun sama, tak lebih seperti kakak kepada adik. Dirinya juga selaras, menanggap sang raja sebagai kakak. Berbeda dengan Jenna di sana, yang sudah menganggap Irene sebagai anak sendiri.

Dunia macam apa itu!

Namun hal tersebut bukan tanpa alasan, karena dulu Irene baru berusia 15 tahun ketika di nikahi oleh sang raja sebagai selirnya.

Selama menjadi selir raja, gadis itu tidak banyak tingkah, apalagi mencari gara-gara dengan Permaisuri ataupun dayang-dayang nya. Malah tingkah nya di istana lebih mencerminkan seperti seorang Putri. Keberadaan nya juga menjadikan Istana Kerajaan Utara terasa lebih indah dan nyaman, karena dari rajin bercocok tanam untuk menghias istana hingga tempat itu tidak lagi menyeramkan seperti rumor-rumor yang tersebar. Jadi peran Irene cukup bermanfaat di sana meskipun tidak seberapa.

Kembali pada dua orang yang kini terlihat sama-sama tegang dan ada dalam lautan kecanggungan.

"Mmm, maksud_" gumam Arjuna gelagapan karena merasa sudah salah berucap.

"Ya maksud ku, aku suami mu! Kan memang suami mu." Seperti itu lah kira-kira batinnya sekarang.

"Maksud ku, kau minum air nya!" tegas laki-laki itu seraya menyerahkan botol air minum Irene, kemudian dia bangkit dan sedikit menjauh kan diri.

Gadis itu pun meminum air pemberian sang raja dengan wajah memerah. Sedari tadi, jantung nya belum berhenti berdegup kencang.

Apa sekarang dirinya diakui sebagai seorang istri?! Ah, lupakan itu! Dia tidak boleh melupakan tujuan utamanya untuk terus bersenang-senang.

Tak sengaja di depan Irene, di samping keberadaan lubang laknat itu, terlihat sebuah pohon bersama akar merambat yang menjuntai di atas salah satu batangnya. Sepertinya itu bekas tempat raja melakukan penyelematan. Gadis itu mengulum bibir, kagum dengan kecerdasan sang raja.

Sementara tiba-tiba Arjuna merasakan panas di bagian wajah. Jika saja dia tidak membelakangi Irene, pasti wajahnya akan kedapatan memerah oleh gadis itu.

Setelah merasa jantungnya berdetak dengan normal. Dia pun kembali menghampiri Irene, kemudian duduk di samping gadis itu seperti sebelumnya.

"Bagaimana? Kau sudah lebih baik sekarang?"

Berbeda dengan Arjuna. Irene masih ada dalam kecanggungan, sejenak otaknya telmi mendengar pertanyaan sang raja.

"Ya Yang Mulia. Terimakasih!"balas gadis itu seraya mengangguk-mengangguk kecil, kemudian minum air lagi.

Setelah air itu tertelan, Irene membuka suara,"Kira-kira apa ya yang sedang dilakukan Kasim Fuu sekarang?"

Sebenarnya pertanyaan itu Irene buat untuk menghilangkan rasa canggung nya, meskipun dalam lubuk hati yang paling dalam, entah mengapa dirinya merasa senang dengan perkataan sang raja beberapa saat yang lalu.

Arjuna tertawa mendengar pertanyaan random iru,,"Kenapa?! Kau merindukan nya?!" tanyanya sambil tertawa, terbahak-bahak.

Raut wajah Irene seolah tak terima setelah mendengarnya,"Tidak! Aku tidak merindukan nya." Raut wajah itu masih ditekuk,"Aku hanya ingin memastikan kegiatan nya saja. Apa dia tidak bosan menunggu di sana?! Mmm, cari buah-buahan kek, bakar ikan kek, menyulam, ternak lele, ternak kudanil."

Arjuna tak kuasa menghentikan tawanya mendengar ucapan sang selir. Bahkan tawanya semakin menggelegar setelah mengingat wajah Irene yang begitu polos sambil bilang 'Ternak kudanil'.

Irene beralih menatap aneh sang raja yang kini tengah menertawakannya. Entah laki-laki itu menertawakannya atau menertawakan sang kasim di sana, dia tidak peduli. Yang pasti dirinya senang karena sekarang suasananya tidak canggung lagi.

Dia menatap ke depan seraya menghabiskan ratusan tetes air yang tersisa di botol, membiarkan sang raja yang sepertinya tengah berbahagia di sana. Dirinya berpikir,"Apa raja sudah tidak tertawa selama lima tahun? Tawanya lama sekali, astaga."

Tiba-tiba semilir angin halus beraroma daun mint menghinggapi indra penciumannya. Dia menoleh ke samping, ternyata di sana sang memperhatikannya dari jarak yang sangat dekat.

Irene menelan ludah seraya berpikir,"Apa itu sedari tadi?! Perasaan laki-laki ini tadi sibuk tertawa." Tanpa dia sadari, tiba-tiba pipinya yang mulai memerah seperti dalaman buah jambu biji ketika wajah sang raja semakin mendekatinya.

"Kau sebenarnya pelawak berkedok putri kan?! Kau siapa hm?! Mengaku?"

Tak tahu apa Irene harus tertawa atau malah baper, rasanya pertanyaan itu cukup membingungkan untuk hatinya yang kini terbawa perasaan.

"Aku adalah Putri dari kerajaan Kerajaan Barat Daya kemudian menjadi Selir Utama dari Kerajaan Utara. Mmm, aku juga jago berkuda dan memanah!" jawabnya dengan merubah suara seperti hantu. Tidak ada ekspresi menyombongkan diri setelah itu.

Arjuna menarik sudut bibirnya, kemudian mengacak-acak rambut gadis itu gemas, sekaligus bangga.

Tidak ada perasaan yang berlebih saat raja melakukan hal tersebut, hanya rasa senang yang normal. Karena bagi Irene, itu sudah biasa

"Baiklah! Bagaimana sekarang? Mau dilanjutkan atau pulang ke tenda," tanya Arjuna seraya membangkitkan diri.

"Tentu saja melanjutkan Yang Mulia. Aku tak ingin perjalanan ini sia-sia, "balas Irene di akhiri dengan senyuman,"Aku tidak ingin ternak lele seperti Kasim!" lanjutnya bermaksud bercanda.

Arjuna tertawa kecil, ingin sekali dia mengusap-ngusap wajah gadis itu karena gemas.