webnovel

Pervert Stranger | Kix Thompson

Jangan lupa vote dan comment nya

Happy reading 😘😘😘

------------------

Malam ini dia kembali lagi memasuki bar yang setengah tahun terakhir selalu menjamunya dari hari-harinya yang menjemukan. Satu botol tequilla atau martini biasanya mampu menghangatkan tubuhnya yang menggigil.

"L'acrime D'amor …" Dia mengeja papan brosur berukuran besar saat melewati pintu masuk.

Matanya mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru bar, mencari spot yang cocok untuk mencari mangsa. Dia merupakan lelaki yang meledak-ledak akan semangat mudanya. Dan wanita adalah salah satunya. Pada saat yang bersamaan dia menangkap ada beberapa tangan yang melambai-lambai ke arahnya.

"Hola, Mr. Chasity. Ayo kemari." Teriak salah satu lelaki dari kerumunan itu.

Kix menghampiri mereka dengan agak malas. Grup pecundang itu selalu saja merecokinya akhir-akhir ini. Padahal dia hanya ingin sendiri dan minum sepuasnya hingga drunk. Lalu akan ada perempuan-perempuan yang secara sukarela menawarinya untuk menghangatkan ranjang. Dan tangan Kix akan terbuka lebar menantikan hal itu.

Sialan.

"Ayolah, Mr. Chasity, bergabunglah dengan kami. Banyak sekali perempuan yang bisa kau pilih." Tawar lelaki yang akhir-akhir ini dia tahu bernama Rafael.

Kix mendaratkan panggulnya ke salah satu sofa yang kosong. "Tidak. Kau pikir aku anak kecil yang masih meminta candy?" Kix menyilangkan kedua tangannya.

Beberapa di antara mereka tertawa. Salah satu lelaki yang diapit dua wanita berdiri sambil mengepalkan tangan kanannya ke angkasa. "Aku selalu suka semangat bebas Mr. Chasity. Dia tidak suka dikekang."

Kix hanya tersenyum. Kix sebenarnya mampu mengenali sebagian lelaki ini. Dia dulu terlibat perkelahian dengan salah satu anggota genknya dan dia berhasil menang. Akhirnya mereka selalu mengajaknya berkumpul dan menolak ajakannya sepertinya bukan pilihan yang bagus.

The Chasmokers. Itulah nama komplotan yang mengajaknya bergabung pada perkumpulan bodoh ini. Dan selama sebulan terakhir, mereka terus menerus memintanya untuk menjadi anggota komplotan ini. Dan Kix masih memikirkan jawabannya−sebenarnya Kix tak tahu bagaimana cara yang tepat untuk menolaknya.

Kix menuangkan satu botol martini yang berdiri di dekatnya ke dalam beberapa gelas. Lalu memberikannya pada beberapa lelaki di sana. Mereka menerimanya.

"Bersulang." Dia mengangkat gelasnya lalu diikuti yang lain. Terdengar suara kaca beradu dan gelas mereka sudah kembali ke meja dengan isi yang sudah kosong.

Sebenarnya Kix sudah ingin kabur dari tempat itu tetapi dia tak tahu harus beralasan seperti apa. Dia biasanya akan pergi jika mereka pergi ke lantai dansa. Dan itu masih tiga jam lagi dari sekarang. Akhirnya dia mengikuti kegiatan bodoh selanjutnya dan berpura-pura menikmatinya. Dia cukup handal dalam memainkan peran.

"Kau terlihat gelisah, dude?" Rafael menyenggol tangannya membuat Kix menoleh. Dan Kix hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.

"Setelah ini kau harus fokus bung. Bos kita akan berbicara sebentar lagi." Mata Rafael bergerak cepat ke arah lelaki berusia akhir empat puluh. Dan Kix pun ikut menoleh. Di sana−di atas sofa merah−duduk seorang lelaki dengan wajah sangar. Di samping kiri dan kanannya ada pengawal yang setia menemani.

Bos mereka berdeham sebentar lalu mulai bersuara. "Kita kehilangan penjagaan di wilayah IV. Mereka membobol pertahanan kita di sana dan berhasil mencuri sebagian asetat yang kita miliki. Berbagai penyerangan sudah sering mereka lakukan tapi ini yang terparah di musim ini." Dia menjeda sebentar lalu berusaha tetap tenang dan melanjutkan. "Dan kalian tahu siapa pelaku di balik semua ini. mereka adalah para pembelot."

Salah satu dari mereka berdiri. "Kurang ajar. Dasar Jinx sialan. Apa mereka tidak cukup mengibarkan bendera putih saja. Mereka tak tahu siapa yang mereka lawan."

Kix hanya mengendikan bahu. Memangnya kelompok bodoh ini sekuat itu?

"Lantas, kita harus bagaimana untuk menghentikan kelompok pembelot tersebut?" Tanya Rafael yang berada di samping Kix. Matanya berapi-api saat mengatakannya.

"Sebenarnya ada satu hal yang bisa kita lakukan." Ucap si boss seraya pura-pura berpikir. "Tapi sebelumnya kita harus membersihkan para pengecoh." Perintah boss itu.

Para pengecoh−sebutan terhadap wanita panggilan dan lainnya−yang tidak disangka-sangka selalu membocorkan rahasia mereka. Minggu lalu ada seorang wanita kiriman kelompok Jinx yang menyamar menjadi wanita penggoda tersebut. Dia menempeli salah satu anggota ini dan mendengarkan setiap rencana The Chasmokers dengan leluasa.

Sama sekali tak ada yang curiga.

Mendengar titah bos, Rafael dan para anggota yang lain satu persatu berbisik pada wanita yang bergelayut manja di sampingnya. Setelah itu para wanita itu pergi. Ada yang menggerutu tidak terima dengan penolakan para lelaki ini namun ada juga yang memberikan kiss dan berlalu.

Dan kini sofa-sofa itu hanya diisi oleh anggota The Chasmoker saja, kecuali Kix. Dia sama sekali bukan anggota kelompok mana pun.

"Baiklah, ada satu cara untuk melawan kelompok Jinx dan kita akan mendapat kemenangan dengan telak. Kita butuh seorang mata-mata yang akan intens memberikan informasi pada kita. Dan syaratnya, dia harus …"

Boss itu mulai membisikan beberapa kalimat pada lelaki di sampingnya. Sepertinya ini memang rahasia yang tidak boleh didengar oleh sembarang orang. Seolah ini adalah lingkaran setan, lelaki itu pun berbisik pada teman lelaki satunya. Terus begitu sampai akhir. Dan Kix lah anggota paling ujung yang akan menerima rahasia itu. Namun, dirinya mungkin tidak akan mendapati informasi yang sedemikian penting itu karena dirinya tidak teridentifikasi di dalam komplotan ini.

Bisikan-bisikan itu terus terjadi membuat Kix merasa sedikit jengah.

"Aku sudah menentukan beberapa kriteria yang cocok mengenai orang yang akan mengampu tugas ini begitupun dengan para kandidat yang mampu mengemban misi ini. Misi penghancuran …"

Tak ada satu kalimat pun yang mampu dimengerti Kix. Dia sudah ingin pergi saja dari tempat ini. Dia mencoba bersabar dan berharap perkumpulan kali ini akan selesai sesaat lagi.

Sembari pura-pura menunggu akan pesan yang sesaat lagi akan dibisikan ke arahnya, dia memandangi pintu masuk. Tak sampai lima menit dia melihat ada sesuatu yang mampu menarik pandangannya hingga terpusat padanya seorang.

Seorang gadis cantik yang terlihat begitu polos masuk ke dalam bar ini. Tangannya digenggam oleh temannya yang berambut merah dengan style bobnya. Tampak gadis itu seperti enggan masuk namun teman satunya sangat pemaksa.

Woah, pemandangan yang langka. Setelah ini dia akan mendekati perempuan itu. Bahkan dia sudah tidak sabar menantikan waktunya.

"Carla, kenapa kau mengajaku ke sini?"

Tepat sekali, ternyata gadis itu merupakan gadis polos yang tak tahu caranya bersenang-senang. Dia sama sekali belum pernah pergi ke tempat seperti ini. Akan jadi tantangan yang menarik bila Kix mampu menarik perhatian wanita itu. Dan tentu saja mencicipi sedikit bagian dari kemolekan tubuhnya.

Kebetulan sekali, malam ini Kix ingin sekali bermain dengan seorang wanita. Dan seseorang yang amatir sepertinya masih menjadi favoritnya. Dengan senang hati Kix akan mengajari bagaimana caranya menjadi perempuan seutuhnya. Mencoba mainan baru itu selalu menyenangkan.

"Kau terlalu polos, Mrs. Harvard. Kau harus mencoba 'sesuatu hal yang baru' untuk membuka matamu seinchi saja."

Lagi-lagi Kix memilih mangsa yang tepat. Double-shit. Dia akan berpesta bersama gadis itu malam ini. Dia sudah tak sabar dengan peristiwa yang akan terjadi setelahnya. Menghabiskan malam erotis yang tidak mungkin akan didapatkannya dalam waktu dekat.

Lord Devil, bahkan perempuan itu begitu menggoda dengan gaun cantiknya. Bagaimana jika dia telanjang?

Tepat saat Kix mulai menggila dengan fantasinya, semua orang memandangnya penuh minat. Rafael bahkan kembali menyenggolnya dan tersenyum penuh arti.

"Kau kenapa?" Tanya Rafael heran melihat Kix yang tersenyum-senyum sendiri seperti bukan dirinya.

"Apa dia sudah tahu?" bisik salah satu dari mereka pada telinga Rafael.

Kix hanya mengerutkan kening, tak tahu apa yang sebenarnya terjadi saat ini. Dan mengapa mereka memandangnya begitu intens. Satu-dua-tiga. Kix tak mampu menghitung berapa pasang mata yang tengah memandang kerdil ke arahnya. Yang jelas, hampir seluruh dari anggota itu melihatnya. Termasuk boss besar.

"Dan aku tahu kandidat yang cocok untuk menjalankan misi kali ini." Boss itu tersenyum sambil mengangguk-angguk melihat Kix. "Kau," tunjuknya pada Kix. "Kaulah orang yang tepat untuk menjalankan misi ini. Tuan tak bernama." Boss itu lalu menyeringai.

"Pilihan boss memang tak pernah salah." Ucap Rafael. Dia tersenyum pada Kix.