webnovel

The Mistake (balas dendam)

Tak pernah terpikirkan oleh lyra, pemuda tampan, mapan dan seorang presdir lebih memilih ia yang punya wajah jelek dari sang kakak. Terlebih sebelumnya kedua orang tersebut berpacaran. Lalu siapa sangka niat Denes Alkhair adalah memilih ia hanya agar sang mantan kekasih, kakak Lyra menyesal lalu kembali padanya. Saat hari pernikahan, Lyra harus menanggung malu saat Denes bilang ingin menikah dengan sang kakak. Akhirnya Lyra sadar, ia hanyalah umpan basi. Kemunculan Martin Jinan yang sudah lama membenci Denes membuat Lyra terjebak antara pilihan sulit. Akankah Lyra menikah dengan Martin diiming-imingi pembalasan dendam pada keluarga Alkhair? Baca novel Raein23_Raein yang lain, Berawal dari Satu Malam dan Devil CEO and Stronger Girl.

Raein23_Raein · Thành thị
Không đủ số lượng người đọc
165 Chs

27 Jaga Ucapanmu

Sementara itu mata ibu Lyra sudah berapi-api.

"Dasar perempuan gak tahu malu. Perusak hubungan orang, sini biar ibu cekik."

Aish, gimana nih!?

Kenapa sekarang malah Satin yang kalah telak. Niat orang itu ingin buat Lyra dihantam habis-habisan oleh orangtuanya, tapi kenapa malah ia yang mau kena pukul?

Gak bisa dibiarin.

Lyra angkat tangannya, kasih isyarat agar orang-orang menyusahkan tersebut berhenti.

"Stop. Aku punya bukti kalau Lyra nikah ke Martin cuman untuk balas dendam."

Eeh, mau nunjukin apa tuh?

Gak boleh, Lyra harus melakukan sesuatu, jangan sampai si curut gak tahu diri itu buat ia susah. Memojokkannya.

Padahal, Lyra kan udah mati-matian jalan normal buat aktingnya makin bagus. Sedari tadi dia nahan biar gak ngeringis. Sakit pada intinya gak main-main. Semalam Martin hantam habis Rein.

Ibarat kaca, Rein sudah pecah berkeping-keping.

Plak!

Lyra terpaku lihat ibu menampar Satin. Wow, orang itu sangat perhatian ke Lyra. Saking sayangnya rela melakukan apapun.

Kaget, barusan Lyra lihat apaan!?

Glek, Lyra telan ludah susah payah, ia tak tahu harus sikapi hal itu bagaimana.

"Keluar, pak satpam, orang ini kenapa bisa masuk. Cepat usir!"

"Bu tenang," ujar ayah Lyra.

Lyra tak tahu, ia terlalu kaget untuk ambil bagian dalam kejadian tersebut.

Sudah ditahan tuh, cuma nonya Artini gak mau ikut suaminya bilang.

"Gak bisa! Rumah tangga anak aku gak boleh ada orang ketiga yang maniak gini. Dasar pelakor!"

Seketika itu kacau balau. Sang ibu mengamuk, bahkan saat Satin hendak bicara, sudah lebih dulu ibu Lyra mengertak. Orang itu sibuk ngusir Satin.

"Pak, usir. Saya gak mau tahu pokoknya harus pergi jauh!"

Dasar gila!

Satin tak akan diam aja diperlakukan kayak gini!

Orang itu pun berbalik, ia tatap ibu Lyra tajam. Beradu siapa aura gelapnya paling kuat.

"Lepas, aku bisa pulang sendiri. Lihat aja, akan aku kirim bukti kalau Martin menikah ke Lyra cuman ingin bantu dia balas dendam ke Denes. Gak lebih! Mereka menikah atas dasar perjanjian. Aku bisa masuk sebab aku punya akses dari orang dalam. Martin yang bolehin masuk."

"Pergi!"

Lyra nutup mata. Suara ibu menggelegar, tambah cempreng lagi. Buat kuping sakit.

Napas sang ibu ngos-ngosan, lalu tak lama setelahnya melihat Lyra. Kali ini Lyra sudah tak bisa jalan normal. Sakit di selangkangannya tak mau ditolerir. Sakit gak ketulungan.

"Ly, bilang ke ibu kalau orang kurang ajar tadi gangguin kamu. Biar ibu kasih pelajaran hidup."

Lyra mengangguk. Semua berjalan normal, Lyra dan kedua orangtua tak melakukan apapun selain ngobrol ringan. Baik sang ibu dan ayah tak menyinggung soal Satin.

Tak mau menganggu suasana. Kira-kira begitulah. Lyra harus banyak-banyak bersyukur terhadap hal tersebut. Kali itu, Lyra selamat.

Lyra tak benar-benar dengar ucapan sang ibu dan ayahnya. Dalam dimensi lain, Lyra tengah berpikir.

"Apa maksud Satin?"

"Benar gak sih Martin. Kalau benar, dia tega benget sih ke aku. Orang luar dibiarin masuk. Padahal udah ada satpam. Dia bilang Satin juga gak boleh masuk. Pembohong," gumam Lyra dalam hati.

Lyra gak ngerti cara pikir Martin Jinan. Yang jelas Lyra sakit hati.

Memangnya cuman Martin aja yang bisa marah?

"Ra, ibu dan ayah pulang dulu. Jaga diri baik-baik, ingat pesan ibu tadi."

Lyra mengangguk patuh. Memang itulah yang harus ia lakukan. Yang jelas sekarang gak boleh buat aneh-aneh.

"Hati-hati Bu, Yah. Tenang aja Lyra baik kok disini. Kalau orang itu barulah lagi, Lyra bakal kasih pelajaran."

Tak lama kemudian kedua orang itu pergi. Punggung mengecil kemudian menghilang, Lyra terus lihat sampai matanya tak bisa melihat ibu dan ayah.

Jujur orang tersebut khawatir oleh pihak ketiga. Terlebih Satin si perempuan gila dan nekad tersebut ingin kirim bukti pernikahan ia dan Martin sekedar rekayasa. Tak tulus.

Tadi ibu Lyra muji penampilan anaknya. (Lyra). Dulu mandi aja jarang, saat ini sudah mau poles bedak dan rambut diurus. Dahulu, boro-boro Lyra mau ngikat ataupun menguraikannya, disisir aja jarang.

Kalau ke kampus sisir dikit terus diikat asal. Banyak orang yang geleng-geleng kepala lihat penampilan Lyra yang kelewat gak layak dipandang.

Banyak yang negur, cuman dasarnya Lyra cuek bebek. Ajaib kan si orang itu. Toh ujung-ujungnya Lyra lulus kan?

Bully?

No. Lyra pun tak terlalu peduli dengan sikap orang-orang. Yang ia pikirkan saat itu adalah fokus kuliah. Eh, tahu-tahu sudah lulus. Perlakukan buruk orang lain, Lyra tak terlalu berpikir macam-macam soal itu.

Lyra hanya dengan dunia sendiri.

"Udah siang nih, masa aku cuman di rumah aja? Selangkangan sakit, terus mau kemana?"

Lagi-lagi Lyra menggerutu. Seakan-akan hidup cuman untuk ngoceh diri sendiri.

"Oh, pergi ke rumah kak Jane. Harus jelasin nih sebelum kakak ngamuk ke aku."

Tubuh Lyra seketika merinding. Lyra tak sanggup membayangkan sang kakak ngamuk ke dia.

"Eh, tapi sekarang kak Jane sibuk ngurusin butik. Aku mah gak bakalan bisa. Udah, duduk diam sambil nonton TV aja deh. Cemilan ada gak? Oke, nungget sama sosis daging."

Rencana makan sudah pas, sekarang tinggal done. Tak harus pusing-pusing memikirkan hal tersebut. Lyra cukup mudah menyikapi sesuatu.

Lyra beranjak ke dapur. Tertatih-tatih namun ia terus berusaha. Gak boleh ngerepotin bibi!

Tak lama setelahnya ia pun sampai.

Berbinar lihat semua yang ingin Lyra mau makan. Semua menu tepat berada dihadapannya!

Kalau makanan ada banyak begini, Lyra dengan senang hati betah. Yang ada justru sebaliknya, Lyra gak mau pergi.

"Kalau mau tinggal disini harus ikut peraturan."

Perkataan Martin berputar-putar di kepala. Buat nafsu makan turun. Percayalah, kalau Anda termasuk tipe orang perasa, makan pun jadi gak mau.

Lyra memggeleng.

"Gak, terserah orang gila itu. Jangan dipikirin!"

Setelah puas berdebat ke diri sendiri, Lyra pun ambil semua makanan yang ia ingin. Ambil banyak kue ringan beserta minumannya. Bersiap makan besar!

Saat lagi asyik-asyiknya ngakak lihat serial kartun lucu, terdengar langkah kaki mendekat. Lyra yang terlalu fokus nonton gak sadar. Malahan suara ngakaknya makin kencang.

Grep.

Tubuh Lyra menegang. Siapa nih yang main peluk!?

Hantu!?

Hari kan masih siang, mungkin baru sekitar jam 11.30, so, siapa!?

Kalau hantu, hantu sinar bolong!

Bugh!

Secepat kilat gerakan refleks Lyra tepat sasaran. Kalau gak salah mengenai perut orang tersebut.

Berarti bukan hantu!

Kan tersentuh. Apa si oenyusup lagi?

Kayak Satin???

Hua gak mau!

Saat berbalik napas Lyra tercekat. Orang itu... kenapa bisa berada disini!?

Harusnya gak ada. Dia adalah orang tersibuk di dunia. Lalu kehadirannya tak pernah terpikirkan oleh Lyra.

*****