"Kau harus bersikap baik ke kak Jane. Menurutmu, bagaimana cara agar kau tak brengsek lagi?"
Kurang lebih sekitar tiga detik Lyra menjeda perkataannya, setelah itu lanjut.
"Tak suka hubungan serius? Tak ingin terikat, atau... ingin main-main sampai ajal menjemput?"
Ucapan Lyra dapat kekehan Denes. Saat berubah Lyra jadi makin menarik. Hot. Lalu Denes menyukai hal tersebut.
"Wajar kok. Aku pun dengan senang hati ikut yang kamu katakan. Ouh, kamu sudah tahu hubungan antara aku dan Jane? Dia yang bilang?"
Benar gak sih yang Lyra lakukan saat ini?
Kok malah jadi gugup?
Nanti disemprot kak Jane gimana?
Jangan sibuk debat dengan diri sendiri Ly, ayo lakukan sesuatu!
Lyra mendongkrak, berusaha terlihat wajar sambil tersenyum ramah. Ia tak boleh terjebak, perubahan Lyra rugi kalau ujung-ujungnya sulit terus.
Cukup Martin yang buat galau.
"Memangnya hubungan apa antara kamu dan kak Jane? Bukankah kalian suami istri? Ngomong-ngomong, kakakku udah jebol belum sih?"
Giliran Denes yang tegang. Lihatlah, Lyra memasang wajah bingung yang sialnya sangat natural. Sesekali menyeringai untuk memancing reaksi lain Denes.
Situasi berbalik sebegitu mudah.
"Menurutmu, sweetie?"
Shit, ingin Lyra cabut nyawa Denes seperti malaikat. Boleh gak, dalam kehidupan selanjutnya Lyra menjadi itu?
Malaikat pencabut nyawa.
Lyra muak!
Mata kedua orang tersebut beradu pandang.
***
Hah... Lyra galau habis pulang dari kantor cabang Alkhair Corp. Harusnya ia cari tahu lebih dalam sebelum ngelamar pekerjaan. Gak main terobos.
Kalau sudah begitu kan susah. Gak paham.
Beginilah.
Sial sekali sih hidup Lyra. Sudahlah hampir dicium oleh Denes barusan, sekarang berhadapan ke Martin yang natap seram.
Tadi itu adalah saat-saat sulit untuk Lyra. Namun, oleh sebab Denes terlihat sangat ingin ia ambil pekerjaan tersebut, Lyra masih akan bertahan.
Lebih tepatnya ingin diskusi ke Martin. But look, belum ngomong aja udah dapat tatapan sinar laser. Gimana kalau Martin tahu langkah yang Lyra ambil?
Pasti dimarah habis-habisan dia.
Aish, malang banget sih!
"Apa yang kau lakukan di kantor cabang Alkhair? Martin panas-panasin aku. Sudah jadi kompor itu orang."
Martin tahu?
Oh God.
Lyra ngedongkrak. Martin cemburu?
Atau mau cela keputusan abal-abal Lyra?
Sudah, ceramahin aja kalau gitu.
"Aku mau balas dendam. Kalau lebih dekat ke dia, aku lebih mudah buat dia jatuh," jawab Lyra.
Ketimbang mengakui kesalahan yang ia tak tahu bahwa perusahaan tempat melamar adalah salah satu cabang Alkhair, lebih baik Lyra pakai alasan yang masuk akal.
Toh tujuan awalnya pun untuk balas setiap perlakuan buruk Denes.
Martin berusaha terlihat tenang. Untuk hal tersebut, ia sedang berusaha.
"Tanya pendapat aku dulu Ly, setelahnya baru kamu bergerak. Lupa aturan tinggal di rumah ini!?"
Manik Lyra ditutup rapat-rapat dengar suara tajam bak pisau Martin. Orang itu mencengkram kuat bahu Lyra.
Salah terus, kapan sih Lyra benar disudut pandang Martin?
Orang itu, kalau marah makin tambah seram.
"Iya, gak harus pegang kuat-kuat Tin, sakit tahu gak? Ini kekerasan dalam rumah tangga lho."
Lyra makin buat darah naik. Gak bisa, Martin harus kasih pelajaran ke sang istri. Benar, Martin kasih izin Lyra cari pekerjaan, tapi gak harus di perusahaan cabang Alkhair.
Orang itu sadar gak hal besar apa yang menanti didepan?
Kalau terjadi apa-apa, Martin yang susah.
Sambil mendengus kasar Martin tak lepas cengkraman kuat di lengan sang istri.
"Kamu goblok atau gimana!? Itu terlalu berisiko. Denes licik, saat sudah masuk, jangan harap kamu bisa bebas."
Lyra gak terima, tindakannya tak terlalu buruk kok. Kalau dekat, lebih mudah serang langsung. Bukannya gitu...?
Manik kedua orang yang sama-sama dikuasai amarah tersebut saling berpandangan intens.
Sambil pegang tangan Martin, Lyra berucap, "aku pikir cepat atau lambat kamu pun bakal suruh aku masuk. Pikiran orang berubah-ubah Mar. Please jangan salahin aku terus, kamu buat aku tertekan tahu gak."
Menatap nyalang. Tepat setelah Lyra bilang begitu Martin langsung tarik Lyra dan menghempaskannya ke ranjang.
Wah KDRT!
Untung sih ke tempat empuk, kalau lantai kan keras. Sakit plus dingin.
Lyra melotot lihat Martin buka pakaian secara kasar. Bau-bau ditindas dalam berhubungan intim.
Lyra gak mau Martin bertindak kasar, setiap melakukan itu, dalam tersebut mode normal aja beringas, apalagi sedang penuh amarah.
"Martin ngomong baik-baik bisa gak sih!?"
Tanpa jawab pertanyaan Lyra, Martin menindih orang tersebut. Mau kabur gak bisa sebab gerakan Martin terlalu cepat.
Srak.
Lyra ingin berteriak saat Martin merobek baju tidur kesayangannya. Eh, bukan itu!
Lyra bakal habis kalau gak bisa menyelamatkan diri!
Plak.
Sakit. Martin seperti orang kesetanan. Tak ragu-ragu bermain tangan ke istrinya. Bunyi tadi adalah bekas tamparan.
"Martin sadar. Tolong, sakit."
Ringisan Lyra tak sedikitpun berpengaruh untuk Martin. Ia terus menganiaya orang tersebut.
Gak boleh, tulang Lyra remuk kalau lama-lama diginiin sama Martin. Ia harus berbuat sesuatu.
Bugh!
Yes, berhasil. Little angry bird Martin tepat terkena tendangan bebas Lyra. Secepat mungkin, orang itu pun beranjak.
Eh, kamar dikunci gak?
Kalau gitu percuma aja Lyra usaha. Yang ada Martin tambah marah.
"Aw."
Oke, fiks, dikunci. Kalau gitu, Lyra harus cari cara lain. But, apa!?
Orang tadi Lyra sah-sah nendang benda pusaka Martin. Otomatis orang itu lebih ngamuk dari yang awal.
Tamatlah riwayatmu, Lyra yang malang!
Hua...!
Grep.
Lyra yang habis akal langsung memeluk erat Martin. Entah keberanian dari mana, ia refleks mencium orang tersebut beringas. Sangat intens persis bagaimana cara yang dipeluk setiap kali menciumnya.
Otak polos Lyra rusak oleh perbuatan tak senonoh Martin. Orang itu yang ngajarin banyak hal tabu ke Lyra. Lalu, bukan salah Lyra kalau ia yang lumayan pintar, cepat belajar.
Dasar, harusnya gak gitu juga proses paham-memaham.
Lyra kalah!
Otaknya tercemar dari akar sampai ujung.
Suara lenguhan Martin membuat Lyra semakin berani. Secara naluriah ia menuntun sang suami duduk di tepi ranjang. Sementara ia memposisikan diri tepat dipangkuan orang tersebut.
Untuk selanjutnya, silahkan bayangkan sendiri. Yang jelas, Lyra lebih dari cabe-cabean dan perempuan yang harganya 'murah.'
Jatuh.
***
Pagi menjelang, Lyra rasa ada yang memeluk erat pinggangnya. Ia tak terlalu kaget kalau saat ini tengah full naked. Bayangan semalam ia yang jadi orang lain berputar-putar. Walau tak dibayangkan sekalipun, wajah Lyra tetap saja blushing.
Dalam diri orang polos dan lugu sepertinya ternyata tersimpan jiwa evil. Berubah, bahkan si empu tak kenal ke diri sendiri.
Hey, jangan kira Martin gak ngamuk.
Orang itu memang tak main fisik, namun aktivis panas tersebut lebih beringas dari yang sudah-sudah. Lyra yakin alat vitalnya terkelupas.
Alamat gak bisa kerja nih hari ini. Jangan-jangan Martin sengaja nahan Lyra biar gak pergi kemanapun. Dasar gak punya hati, rasanya sakit.
Seandainya ada kesempatan untuk Lyra balas. Pasti bagus. Lihatlah.
*****