Rasa sayang orang itu ekstrem ya?
Seakan-akan tubuh Lyra dari atas sampai bawah adalah hak paten Martin seorang.
Padahal seperti perkataannya, Lyra toh jelek. Ngapain di batasi?
Posesif, cemburu dan tak ingin berbagi artinya kan sayang. Lalu sayang model apa yang Martin maksud?
Sadar terhadap isi pikirannya, perempuan itu pun tersenyum jahil. Lyra paham.
"Eeh, udah cinta aku? Sayang ke aku? Aku gak boleh ngomong ke Arsy takut di ambil."
Tingkat kepercayaan diri Lyra sudah diambang batas. Entah bagaimana Martin sikapi hal tersebut. Look.
Gede rasa aja dulu. Lyra ingin dunia terbatas untuk dirinya sendiri.
"Tenang aja, Arsy orangnya baik kok. Kamu gak boleh mikir macem-macem soal dia. Aku tadi cuman nanya Arsy sekretaris kamu atau bukan, gak aneh-aneh kok. Ya... walaupun dia tampan sih."
Kepalang memuji, Lyra senyam-senyum mirip orang halu yang membayangkan idol tengah telanjang dada. Nah dalam pikiran orang itu bukan bias, tapi Arsy. Bayangkan deretan roti sobek tersebut berjejer.
Wouh.
Kebetulan, Arsy memang mirip idol Korea. Ganteng deh pokoknya. Valid no debat.
"Ini orang harus dihukum. Enak aja aku yang biasanya dominant kalah ke curut jelek ini."
Masih tersenyum misterius, perlahan Martin mendekat ke Lyra. Orang tersebut langsung pagang bahu si perempuan.
Ibarat tersengat listrik, Lyra tentu kaget. Lagi senang-senangnya mengkhayal kok dipegang kuat begini?
Ditambah tatapan super tajam Martin. Orang itu terlihat marah!
Glek.
"Maaf, jangan begini dong. Aku takut," cicit Lyra.
Cup.
What the fuck!?
Morning kiss...?
Atau gimana?
Ciuman tersebut beringas sampai Lyra sulit mengimbangi. Itu yang pertama kalinya untuk Lyra, sudah barang tentu ia belum terbiasa dengan sesuatu yang cepat.
Belum terbiasa sedikitpun.
Napas Lyra ngos-ngosan persis berlari sprint 25 KM. Tangan Martin bergerak aktif hingga perempuan itu klimaks. Alhasil kalau tak di tahan, Lyra pasti sudah jatuh tersungkur di lantai.
Cengkraman di bahu Martin kuat sampai buku-buku jari Lyra memutih.
"Aku harus kerja. Siapkan dirimu untuk nanti malam. Kita akan olahraga malam lagi."
Lagi!?
Ya Tuhan, Lyra budak nafsu atau istri tuan terhormat Jinan!?
Kalau tiap malam rutin olahraga, tulang Lyra bakal remuk. Paling buruk gak mampu jalan dan beraktivitas.
Bugh.
Lyra dilepas oleh Martin yang ke kamar mandi. Tenaga terkuras habis dan perempuan itu tergeletak mirip sampah habis dibuang.
Boleh Lyra nangis...?
Ia sedih, tak terima dan marah.
"Aish gak ada sisi romantisnya sama sekali. Jahat. Kalau tiap malam, 'anuku' robek gimana? Memangnya orang maniak itu mau tanggung jawab? Eh, nanti dia mudah bosen lagi sebab 'berkunjung' terus. Ah... gak boleh! Harusnya di diskusikan lagi nih. Nanti aku habis manis sepah dibuang. Gak mau!"
Sambil berucap begitu Lyra mengepal tangan kuat. Siap tempur, semangat full dan pantang menyerah. Pokoknya buat Martin terikat biar gak ngelirik kemana-mana lagi.
"Bila perlu aku minum obat perapat. Kalau diserang tiap malam kan 'itunya' longgar."
Eh?
Sadar bicara frontal, Lyra pun langsung nutup mulut. Kemana engkau wahai otak polos nan sopan?
"Ouh, permak tubuh dan penampilan dulu. Martin gak setia, aku akan buat dia kembali terus walau sudah bosan sekalipun."
Entah sejak kapan Lyra si perempuan introvert berpikir begitu. Yang jelas ia ingin cepat selesai. Ia tak ingin terjebak di situasi menyebalkan. Pokoknya gak mau!
"Aish sakit," cicit orang tersebut pelan.
"Sabar Ly, kamu gak boleh dibuang, Martin punya kamu. Iya, punyaku. Dia bisa klaim kenapa aku gak?"
Semangat Lyra bergelora!
***
Seorang perempuan bernama Lyra tercengang lihat pantulan dirinya di cermin. Martin sudah pergi ke kantor. Nah Lyra yang bingung mau ngapain mulai benah diri. Baru poles liptint sama bedak, kok udah kelihatan cantik ya?
"Ah... dulu-dulu gak pengen ngurus diri sih. Makanya dekil. Kalau aku lihat-lihat, aku gak terlalu buruk juga."
Wiush.
Lyra menyurai rambut ke belakang. Rambut hitam panjangnya ia biar tergerai. Lumayan.
Orang itu terlihat imut. Aduh PD-nya udah kelewat batas.
Seulas senyum muncul di sudut bibir perempuan itu.
Senyum manis bertukar ke smirk yang kemudian berucap, "pamerin ke Denes gimana ya? Kak Jane pun pasti kaget."
Lyra mengetuk jari ke meja rias. Ia sudah searching di internet cara pakai liptint dan bedak. Kalau gak begitu bisa kok molesnya.
Jangan remehkan Lyra.
"Oke, saatnya berangkat."
Tas selempang samping meja Lyra ambil. Setelah itu ia pun bergegas ke rumah keluarga. Ia tahu kok jam segini Denes pasti udah ke kantor. Ke kak Jane dan keluarga dulu aja. Atau... kalau Jane sudah ikut ke rumah family mereka, Lyra pun akan berkunjung ke rumah kakak tersebut.
Perjalanan terasa singkat, Lyra menatap lurus rumah baru sang kakak. Tak peduli dijambak atau bagaimana, Lyra masuk ke pekarangan rumah. Kalau bisa sih Lyra lebih tertarik berbaikan, but kalau gak mungkin, ia akan fleksibel.
"Kakak."
Manik dua kakak beradik itu bertemu. Bersamaan rahang Jane yang rasanya ingin jatuh. Siapa orang yang bertamu ke rumahnya!?
Kok mirip sang adik...?
"Lyra?"
Saking tak percaya, kakak tersebut tatap Lyra penuh selidik. Memastikan apakah itu benar adiknya atau bukan.
"Em... benar Kak, ini aku. Aku izin masuk ya."
"Siapa yang nyuruh kamu masuk?"
Jadi, Lyra diusir?
Kejam banget sih. Tapi gak apalah, kalau gitu ia pulang. Pergi ke kantor Martin nganterin makanan.
Pamer?
That's right.
Lyra gak sabar lihat reaksi orang-orang.
"Kamu mau kemana?"
Lyra mengerjap lucu, kan gak dibolehin masuk, ya udah pulang aja. Kok masih nanya sih?
"Pulang," jawab Lyra polos.
Sang kakak terlihat gusar, tangan mengusap rambut sedikit kasar.
Orang itu berjalan menghampiri Lyra.
"Maksud aku setelah ini kamu mau kemana?"
"Ouh, kantor Jinan Corp. Aku mau kasih makanan," pungkas si adik.
Lyra menyeryit lihat perubahan ekspresi wajah Jane. Salahkah?
"Kamu gak boleh pergi."
"Lho kenapa?"
"Pasti mau kecentilan, kan?"
Alis Lyra menukik tajam. Lalu tak lama setelahnya bersmirik.
"Benar, toh sama suami sendiri. Ya udah Kak, aku duluan ya."
"Ra, aish!"
Lyra bingung, kok gak dibolehin?
Lyra terus berjuang, walau bagaimanapun ia tetap perjuangkan harga diri dan imagenya. Nyawa pun gak apa-apa untuk taruhannya.
Elah, lebay dan rempong banget sih. Cuman jujur saja, Lyra tak akan mudah nyerah. Ia harus lakukan hal ia mau.
Terlepas mau bagaimanapun hal tersebut. Lyra berjuang. Demi ia dan rasa bahagia, tak masalah.
Saat sampai kantor semua terjawab. Ternyata Denes tengah rapat dengan perusahaan Jinan Corp. Tak lama setelah itu Jane pun juga datang hingga kemungkinan besar cecok tak dapat dihindari.
Siapa yang bakalan menang...?
Tak ada yang tahu.
*****