webnovel

THE LEADER OF PSHYCOPATH

Cantika Dahlia Halmahera, gadis 16 tahun yang kabur dari rumah karena tak ingin dinikahkan dengan kakak kelasnya bernama Doni Alvaro. Dampak dari kaburnya tersebut menyebabkan dia harus menempuh hidup baru di kota yang sama sekali belum pernah ia kunjungi. Di sana dia bertemu dua sosok pria tampan yang mempunyai rumah sangat mewah. Satu bernama Farhan Mahardika Sanjaya dan satu lagi Hendri Adelio. Dan di rumah itulah Cantika tinggal atas izin Farhan. Farhan adalah tipe cowok yang formal dan jutek, tapi IQ-nya di atas rata-rata. Selain itu, ada satu hal yang harus dicamkan! Farhan adalah seorang psikopat. ia suka melampiaskan amarah dengan melukai diri sendiri, atau membunuh musuh dengan benda tajam andalannya. Bahkan, Cantika sendiri pun hampir jadi korban hanya karena kesalahan kecil yang diperbuat. Pada intinya, Farhan adalah cowok aneh. Terkadang ia memaafkan kesalahan besar, dan menghakimi kesalahan kecil. Begitupun sebaliknya, menghakimi kesalahan besar, dan memaafkan kesalahan kecil. Ada apa sebenarnya dengan Farhan? Cantika. Meski gadis ini terkesan polos, namun ia mencari tau siapa Farhan sebenarnya secara diam-diam. Ia melanggar perintah Farhan untuk tidak naik ke lantai tiga, dan di sanalah Cantika menemukan titik terang mengenai seorang Farhan Mahardika Sanjaya.

Melvi_twoc · Quân đội
Không đủ số lượng người đọc
2 Chs

Chapter I. Kabur Dari Rumah

"Pokoknya aku gak mau dijodohkan dengan dia ...!" teriak seorang gadis SMA bernama lengkap Cantika Dahlia Halmahera, kerap disapa "Cia".

"Cia, ini demi kebaikan kamu, Sayang. Doni itu pria yang baik. Lagipula kalian itu cuma tunangan dulu aja, nikahnya entar pas sudah lulus," bujuk Novi, ibu Cia.

"Pokoknya Cia gak mau! Ini bukan zamannya Siti Nurbayah, Ma, main jodoh-jodohan," bentak Cia tak pandang bulu.

"Cia, aku sayang sama kamu. Di luar sana enggak akan ada yang menyayangi kamu setulus aku," sela Doni, pria yang mencintai Cia hanya karena harta orang tua gadis tersebut.

"Pokoknya Cia gak mauu ...." Gadis itu berteriak sembari berlari keluar pagar. Ia mengawaikan tangan ke jalan berharap ada taksi yang berhenti. Di belakang, Novi dan Doni terlihat mengejarnya.

Hingga satu menit kemudian, sebuah taksi berhenti di hadapannya, bergegas Cia masuk dan meminta supir untuk mempercepat laju kendaraan sebelum ibu dan Doni menghentikannya.

"Maafin Cia, Ma. Cia pergi. Cia gak akan kembali kalau mama bersikeras mau jodohin Cia dengan Doni," pekik Cia yang mengeluarkan kepalanya melalui jendela mobil.

'Sampai ke ujung dunia pun gue pasti terus berjuang untuk mendapatkan lo, Cia,' batin Doni dengan senyum miring.

"Ciaaa ... maafin mama, Nak. Kembali ke sini, Sayang. Mama janji akan batalin pernikahan kalian," teriak Novi namun percuma, karena taksi yang ditumpangi putrinya sudah hilang dari pandangan.

"Tante tenang ya, Tan. Aku akan berusaha untuk jemput Cia," bujuk Doni seraya mengelus punggung wanita itu.

"Iya. Tante minta tolong jemput Cia ya, Nak. Dan beritahu dia kalau pernikahan ini dibatalkan. Tante tidak mau Cia pergi, tolong ya, Nak. Tante serahin semuanya ke kamu," pinta Novi memohon di hadapan Doni, wajah keriputnya begitu kentara.

Doni seolah enggan menjawab, ia tersenyum paksa berkata, "Iya, Tan. Aku akan berusaha buat cari dia."

"Haha. Jangan harap Cia kembali kalau pernikahan dibatalkan. Lihat aja apa yang akan gue lakukan ketika berhasil menemukan Cia," batin Doni tersenyum jahat.

*****

Hujan turun begitu deras membasahi bumi. Pikiran yang kalut membuat Cia berjalan tak tentu arah. Kini, dia berada di halaman sebuah rumah yang pagarnya terbuka. Cia memasuki rumah tersebut tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Ketahui saja, kondisinya saat ini basah kuyup karena kehujanan. Cia telah berada di sebuah kota yang sebelumnya belum pernah ia kunjungi.

"Rumah siapa ini?" batin Cia mengangkat kepalanya menatap papan nama yang tertera di pintu.

"The Leader Of Pshycopath. Hah? Maksudnya pemimpin psikopat?"

Tak terlalu peduli, Cia memutuskan untuk tetap masuk saja, karena hanya kamar itu yang berada di dekatnya. Begitu pintu terbuka, aroma maskulin dan desain interior mewah menyapa dirinya.

"Bau parfum ini kayak bau parfum laki-laki, tapi dimana pemiliknya?" ujar Cia bermonolog. Netranya tertuju pada sebuah kamar mandi berkaca transparan. Akhirnya, Cia memutuskan untuk mandi demi me-refreshkan otot-ototnya yang kelelahan.

Seusai mandi, Cia membuka lemari jumbo yang terletak di sudut ruangan. Lagi dan lagi tak ada satu pun pakaian wanita. Boleh disimpulkan bahwa kamar itu memang benar kamar laki-laki.

"Cia pakai piyamanya aja kalau gini," putusnya mengambil piyama berwarna putih polos dilanjutkan mengenakan piyama tersebut, lalu naik ke ranjang tidur.

*****

Tepat pukul dua malam, seseorang membuka pintu kamar. Betapa terkejutnya si pemilik kamar tatkala melihat sosok gadis menguasai ranjangnya. Dengan langkah cepat ia berdiri di sisi ranjang dan mengomeli gadis yang tak lain adalah Cia.

"Hei, bangun! Kau siapa? Dasar gadis tak tau malu. Berani-beraninya memasuki kamarku," sungut pemuda itu.

Entah sadar atau tidak, saat pria itu hendak berbalik badan, tangan Cia malah menggapai pergelangannya lalu menariknya hingga pemuda itu ambruk ke ranjang tepat di atas Cia.

"Haaah." Pemuda tersebut terperanjat kaget, secepatnya dia menjauhkan diri, namun tangan Cia malah menahan tengkuk pemuda itu, mengharuskan dia menatap kecantikan Cia dari jarak yang sangat dekat.

Beberapa menit kemudian, seseorang masuk ke kamarnya, orang tersebut adalah teman pemuda itu. Hendri Adelio, dia tinggal di rumah si pemuda sejak lima tahun terakhir.

"Psstt ... dia siapa?" tanya Hendri keheranan dengan kening mengkerut.

Menyadari kedatangan sahabatnya, pemuda bernama lengkap Farhan Mahardika Sanjaya itu beralih posisi menjadi di sebelah Cia, tapi posisi Cia masih memeluk tengkuknya seolah tak ingin dilepaskan.

"Han, tuh cewek siapa?" tanya Hendri dengan suara sangat amat pelan.

Farhan melepas pelukan Cia dengan pelan, kemudian berdiri menghampiri Hendri.

"Aku juga tidak tau, Hen. Saat buka pintu kamar, dia sudah ada di dalam," jelas Farhan cepat.

"Terus, gimana lo mau tidur?" tanya Hendri mengkhawatirkan, karena takut jika Cia dibangunkan maka gadis itu sudah pasti akan ketakutan.

"Gue bakal tidur di luar," jawab Farhan.

"Gak. Lo tidur di kamar gue aja, Han," tawar Hendri.

"Okay, Hen."

Saat kedua pemuda itu hendak keluar, terdengar suara Cia merintih tidak jelas serta tubuhnya menggigil hebat, membuat langkah mereka terhenti. Rintihannya membuat Hendri kasihan.

"D-d-dingin, Ma-maa ...," rintih Cia dengan kedua tangan bersedekap di depan dada.

"Han, kasian tuh cewek. Lo peluk gih," suruh Hendri dengan entengnya.

"Hen, kau tau, 'kan aku paling tidak suka memeluk wanita. Kau saja yang peluk sana," tolak Farhan ketus, kemudian melipat kedua tangannya di depan dada.

"Han, lo harus bisa ngelakuin hal itu, coba deh buka hati lo untuk tuh cewek. Kalau gue timbang-timbang nih ya, tuh cewek cocok dah sama lo. Dia cantik dan lo ganteng, ya walaupun lo dingin, formal, dan psikopat," sangkal Hendri mengemukakan pendapatnya tentang kecocokan Farhan dan Cia.

"Tidak. Aku tidak bisa, Hen. Sikap dingin dan psikopatku tidak akan bisa hilang sampai kapan pun. Kau tau, 'kan aku bersikap ramah hanya padamu. Ingat! Hanya padamu!" tekan Farhan diakhiri menuding wajah Hendri.

"Iya gue tau, Han. Tapi kan--."

"Sudahlah. Kau saja yang peluk sana," potong Farhan mendorong tubuh Hendri hingga terduduk di sebelah Cia.

Menurut. Hendri mencoba memeluk Cia, namun tubuh gadis itu malah semakin menggigil dibanding sebelumnya. "Han, kayaknya dia gak mau gue yang peluk, coba deh lo yang peluk." Hendri pun menjauhkan diri dari ranjang.

Farhan menghela napas panjang lalu membuangnya. Ia pun menaiki ranjang dan memiringkan diri di sebelah Cia. Entah karena virus apa, Cia langsung memepetkan tubuhnya dengan Farhan, bahkan ia memeluk pria itu bak sebuah guling.

"Tuh, dia maunya sama lo, 'kan. Udah deh, gue ke kamar dulu," putus Hendri nampak bahagia, sementara Farhan terlihat kesal dengan wanita di dekapannya tersebut.