webnovel

AWAL BENCANA ITU

Rania menatap datar semua orang yang kini tengah memohon kepadanya, gadis berambut cokelat itu menghela nafasnya jengah. Dia tidak tau harus apa yang ia pikirkan hanyalah kabur dari tempat ini dengan segera.

"Rani tante minta tolong sama kamu, apa kamu tega membuat kami malu?" Ujar wanita paruh baya yang masih terlihat sama cantik, Rani tidak tau siapa dia.

Rani terdiam, matanya tetap menatap ke arah depan. Disana peti mati itu baru saja datang tapi orang-orang terus berbicara kepadanya. "Apakah kalian tidak memiliki hati mengatakan hal seperti itu di hadapan peti mati sepupuku yang baru saja berpulang?" Rani bekata dengan raut wajah dan intonasi yang dingin.

wanita paruuh baya itu menoleh ke arah peti itu, kemudian kembali menangis. Rania berjalan keluar menghampiri sang ibu yang tengah menangis menenangkan Tante Ani, ibu dari sepupu Rania. Melihat Rania datang kedua wanita itu menatapnya. "Rani tante harap kamu mau menerima semuanya ya 11 Ucap tante Ani sambil memegang lengan gadis itu. Rania hanya mendesah pelan, sang ibu yang melihatnya mengelus punggunya "Kakak coba jalanin ya kak, kalo kakak pikir gak cocok kakak boleh selesaikan semuanya kok" ujar sang ibu.

Rania menggelengkan kepalanya " Mama jangan gila, pernikahan bukan hal yang bisa dipermainkan. Dari awal kakak gak pernah mau menikah" kata Rania dengan pasrah. Tak lama seorang pria paruh baya ikut berkata "Kakak, papa gak maksa kakak. Tapi bener kata mama kak coba jalanin dulu semuanya. Demi keluarga kita-" Ujar sang ayah, iya itu adalah ayahnya.

Rania menoleh ke arah sang ayah "Keluarga, demi kaluarga kata ayah? apa ayah gak mikirin perasaan Rani, apa ayah masih menganggap mereka semua keluarga setelah apa yang mereka lakukan ke keluarga kita?" Kata Rani dengan nada yang ia tinggikan. semua orang di keluarga ini cukup egois, apakah mereka pernah membantu ayah dan ibu Rani saat mereka dalam keadaan sulit? tak ada satupun dari mereka, bahkan merekalah yang membuat ayah dan ibu Rani terjebak dalam keadaan sulit itu.

"Rani-" Rania menoleh dan mendapatkan om Prasetya, kakak dari sang ibu. Rani yakin jika om nya itu akan ikut memohon kepadanya, maka sebelum itu terjadi Rania sudah terlebih dulu berkata "NO! Kalian semua sangat egois, dan lebih gilanya lagi kalian mengatak ini dihari kematian sepupuku" ujar Rani, lalu menunjuk tante Ani "ANAK MU SENDIRI" katanya, kemudian pergi dari sana.

Rani sudah cukup lengah, jika saja kakak sepupunya itu menuruti apa kata Rani untuk tidak pergi di malam seminggu menuju pernikahannya semuanya tidak akan seperti ini. Kematian sang kakak akibat kecelakaan membuat Rani berada didalam situasi sulit ini. Bahkan Rani tidak pernah berpikir untuk menikah di usia muda, atau bahkan di usia matang nanti. Bagi Rani pernikahan adalah sebuah bullshit yang nyata.

Terlalu larut dalam pikirannya sampai ia tak sadar jika ada seseorang yang menghampirinya. "Gue gak bakalan maksa lo, tapi ini Nara yang minta." Rania terkejut, ia menoleh dan mendapatkan lelaki tinggi dengan kertas dilengannya. Lelaki itu Raihan, calon suami dari mendiang kakak sepupunya.

Rania menatap kertas itu dan merebutnya, membacanya dengan tenang dan tak banyak berbicara. Setelahnya ia menatap Raihan dengan jengah, "Tapi lo tau kan gue masih 20 tahun, gue masih kuliah. Dan gue gak mau hidup bareng orang yang bahkan gak gue cinta" ucapnya dengan nada yang lelah. Terlalu lelah dengan semuanya yang tiba tiba baginya.

Raihan mengangguk mengerti, sejujurnya ia juga masih tidak bisa menerima kepergian sang kekasih yang begitu tiba-tiba baginya, tapi orangtuanya terus mengatakan jika mereka akan malu pada semua orang nanti.

"Ayo buat perjanjian" Raihan berkata dan membuat Rania mengercitkan dahinya. "Kita pisah kamar, lo mau balik jam berapa itu terserah lo, kalo lo mau apapun lo bisa minta sama gue" Ujar Raihan, Rani menatap nyalang pria itu.

"Gue gak mau Rai, gue bisa aja kalo gue mau tapi gue gak mau. Tolong jangan paksa gue" Ujar Rani, kemudia pergi meninggalkan pria itu.