webnovel

The Eyes are Opened

Kisah seorang gadis remaja yang bernama Dyandra (15 th) memiliki sixth sense yang selama ini belum terbuka penuh, akhirnya terbuka setelah mengalami kejadian supranatural di sekolahnya. Kemampuan yang dimilikinya saat itu ternyata tidak dapat ditutup hingga ia kuliah. Banyak kejadian-kejadian supranatural yang ia alami dan kemampuan baru yang dimilikinya berkembang dari hari ke hari sehingga mempengaruhi kehidupannya dan kisah cintanya. Bagaimana kehidupan Dyandra di masa depan?

Rachel_Oktafiani · Kinh dị ma quái
Không đủ số lượng người đọc
203 Chs

Secret Admire (Part 03)

Hal yang aneh terjadi pada tubuhku, beberapa indra ku terutama indra pendengaranku menjadi lebih sensitif. Aku dapat mendengarkan obrolan orang yang jauh denganku dan beberapa suara yang sangat bising entah dari mana. Aku tak berani membicarakan hal ini pada teman-temanku. Aku hanya dapat diam seakan-akan tak terjadi apapun. Aku beraktivitas seperti biasa, bermain dan bercanda bersama teman-temanku seperti biasa pada umumnya. Namun ketika aku sedang duduk sendirian dimanapun itu, aku sering sekali dapat mendengarkan apa yang orang perbincangkan meskipun jaraknya sangat jauh dariku dan lingkungan sekitarku sangat ramai. Saat itu seringkali aku berpikir jika telingaku yang semakin sensitif ini salah satu keuntungan untukku. Aku jadi tahu siapa yang sedang membicarakanku di belakang dan gosip-gosip yang beredar di sekolah. Namun semakin lama ku rasakan semakin membuatku risih. Aku terus belajar untuk dapat fokus dan mencoba menghiraukan suara-suara yang terus menggaung di telingaku.

Ini bukan merupakan kali pertama aku merasakan hal yang seperti ini. Pertama kali aku mengalaminya saat bersama Karin dulu. Pendengaran yang sensitif semakin hari membuatku sedikit terganggu apalagi jika 'mereka' ingin mencoba berkomunikasi denganku namun aku tak dapat meresponnya karena kemampuanku ini belum sepenuhnya terbuka sempurna seperti layakny aanak indogo. Namun sore itu sepulang sekolah saat aku hendak menemui dengan Chen Li, aku mendengar beberapa suara anak cowok yang entah dari mana sumber suara tersebut. Terdengar samar di telingaku mereka bercanda dan bergurau bahkan meledek satu sama lain. Awalnya aku mengabaikan obrolan mereka yang menurutku nggak penting. Tetapi lama kelamaan ada salah satu dari mereka yang menyebut nama Chen Li dan namaku. Di situ aku langsung saja mencoba berkonsentrasi dan mencari sumber suara tersebut yang ternyata tak jauh dari tempatku. Aku berdiri di depan ruang musik sambil menunggu tema-temanku yang lain. Dan aku melihat Chen Li beserta teman-temannya bergerombol di salah satu sudut tiang basket. Beberapa anak ada yang sedang bermain di lapangan, dan beberapa anak lainnya sedang duduk-duduk di bawah ring basket sebelah Utara dan mereka berkata..

"Oii Chen! Bagaimana gebetanmu itu? Sapa namanya? Anak mana? Sekolah sini atau anak luar kota?". Tanya temannya yang bernama Bernard.

"Apa sih lu nard. Nggak kok. Sapa yang punya gebetan". Jawab Chen.

"Halaaahh... omongmu Chen..Chen.. Bilang e ke Bernard nggak punya gebetan, tapi kemarin minta tolong aku kasih hadiah.. Hahahahaha.. Dasar kamu ini.. Hahahahaha..". Ucap temannya yang lain.

"Lhooo dibilangin kok bukan aku ituu..". Jawabnya tetap menyangkal.

"Eh, itu lho anak yang di sukai Chen-Chen!". Ucap Jumbo salah satu teman dekatnya sambil menunjuk ke arahku. Aku melihat mereka menunjuk-nunjuk tangannya dan mereka semua melihat ke arahku sambil terkekeh-kekeh melihat penampilanku. Aku pura-pura tak menghiraukan mereka dan pura-pura tak melihat mereka melihat ke arahku.

"Eh bentar-bentar tak panggil e anak itu ke sini". Ucap Iko yang sedang berlairan ke arahku dan menemuiku.

"Eh, kamu yang namanya Dyandra ya?". Tanyanya padaku.

"Hah?! Iya kenapa?". Jawabku singkat.

"Itu lho kamu di cari'i temanku namanya Hariyanto di sana". Ucapnya sambil menunjukkan tangannya ke arah dimana Chen Li duduk. "Ayo ikut aku!". Pintanya.

Suatu kebetulan bagiku di saat ingin menemui Chen Li meskipun terdapat teman-temannya, namun ini waktunya aku mengembalikan kado yang ia berikan padaku tadi pagi. Aku mengikuti Iko di belakangnya dan dari jarak beberapa meter sangat terdengat jelas sekali beberapa anak cowok tersebut berteriak dan menyoraki kedatanganku menemui Chen Li, sedangkan Chen Li terus bersembunyi di balik tiang ring basket. Aku menemuinya dan mendekatinya. Rasanya gila! Malu sekali dan aku nggak tahu lagi mau di taruh dimana lagi wajahku ini. Apalagi aku sedang di permainkan beberapa anak cowok kelas 3 yang tak ku kenal semuannya. Hanya beberapa anak yang populer namanya di kalangan anak-anak kelas 1 dan 2 sehingga aku mengetahui nama mereka.

"Ehmm.. Namamu Hariyanto ya? Uhm.. aku mau mengembalikan ini." Ucapku sambil mengeluarkan bingkisan kado darinya.

Aku melihat wajahnya berubah menjadi merah jambu dan ia terus menatap ke arah bawah tanpa melihat ku sedikitpun.

"Maaf ya.. aku nggak bisamenerima ini.. Terimakasih..". Ucapku sambil menaruh hadiah pemberiannya di sebelah ia duduk dan aku pergi menjauhi lapangan basket.

"Andrraaaa!!". Teriak Claudi memanggil namaku sambil melambaikan tangannya padaku. Ia berlari menghampiriku bersama teman-teman yang lain.

"Sudah selesai kelas tambahannya? ". Tanyaku.

"Belum sih, kelasnya belum selesai.. tapi tadi sama pak Woyo bagi yang sudah selesai menyelesaikan latihan soal boleh pulang duluan.. Ya kebetulan kita berempat sudah selesai duluan, ya jadi kita langsung cabut dong.. gak mau kamu nunggu terlalu lama.. hehehehe..". Ujarnya sambil berjalan menuju toko roti depan sekolah.

Aku masih dapat mendengar suara mereka tertawa dan meledeki Chen setelah aku telah berjalan kurang lebih 5 meter jauhnya. Aku mencoba tak memperhatikan mereka lagi, namun ternyata susah bagiku jika mengingat kembali ekpresi Chen saat itu. Aku menoleh kembali ke belakang dan melihat ia telah beranjak dari duduknya dengan membawa tas di punggungnya dan berlari pulang menuju mobil yang telah terparkir dari beberapa menit yang lalu. Terlintas wajahnya yang masih merah jambu seakan-akan ia sangat malu akan hal itu. Aku sesaaat merasa kasihan terhadapnya tetapi juga tak menyukai caranya jika ia ingin berkenalan denganku. Akhirnya aku mengabaikan Chen dan tak memikirkan tentang ap ayang terjadi barusan.

"Eh ndra, kamu tadi sudah kasih kadonya ke Chen-Chen belum?". Bisik Karin yang menyusul kami di toko roti depan sekolah.

"Oh.. sudah tadi waktu aku tungguin kalian. Kebetulan banget dia ada di bawah ring basket, sedang duduk-duduk sama temannya". Jawabku.

"Terus-terus gimana reaksinya?". Tanya Claudi yang tiba-tiba mendengarkan pembicaraan kami.

"Yahhh.. gitu deehh.. nanti aja aku ceritain ke kalian berdua. Ada tiga serangkai tuh di depan kita nanti malah jadi gosip satu kelas lagi. Bahaya!". Ucapku sambil menatap ketiga teman cowokku yang sedang ikutan memilih kue untuk miss Jeny.