"Anakny akur-akur semua ya mbak.. Senang saya lihatnya. Padahal usianya juga terpaut lumayan jauh lho satu sama lainnya.." Ucap mama yang senang memperhatikan kelima anak tante Nunuk saat sedang becanda.
"Yahh.. namanya juga anak-anak ce.. Meskipun udah pada gede gitu mereka suka main-main. Apalagi si sulung itu paling sayang sama adik-adiknya dan paling usil sekeluarga. Jadi kalau kakaknya kerja apalagi di luar kota, adik-adiknya pada sedih. Apalagi anak saya yang paling bungsu. Pasti nggak mau tinggal di rumah sama saya sama bapaknya. Mintanya tinggal di rumah kakek neneknya."
" Ah, masa sih mbak? Sampai segitunya ya mereka." Ucap mama.
"Doni! Kiki! Ayo mainnya jangan kaya gitu! Nanti ada yang terluka lho!" Teriak tante Nunuk saat memperingati kedua anaknya yang sedang bermain gulat.
Terdengar teriakan dan suara tawa yang memenuhi seisi rumah tante Nunuk, hingga beberapa saat kemudian terdengar suara teriakan histeris dari salah satu anak perempuan tante Nunuk di dalam kamar. Awalnya tak ada yang mendengarkan suara teriakan tersebut karena anak perempuan tante Nunuk berada di dalam kamar sendirian, sedangkan ke empat saudaranya yang lain sedang bermain di ruang keluarga. Perasaanku mulai nggak enak, aura rumah terasa lebih panas dari pada sebelumnya. Suara teriakan itu sangat mengganggu telingaku karena ia terus-terusan mengerang seperti tak menyukai sesuatu. Ketika aku hendak memberitahukan jika salah satu anaknya berteriak tanpa sebab, kak Risma anak kedua tante Nunuk menyadarinya dan segera berlari ke kamar. Seketika suara di rumah itu hening sesaat. Hanya terdengar suara erangan dari dalam kamar. Tante Nunuk bersama suaminya dan ke dua anaknya, kak Risma dan Doni segera memasuki kamar yang di tempati Santi. Sedangkan anak pertamanya, Leo bersama Kiki menghindar dari kamar tersebut dan menenangkan adiknya agar tak melihat apa yang terjadi dengan Sinta.
"AAAAARRGGGGHHHH!!!!"
"HAAARRRGGGGGGHHHH!!!"
"PERGI KALIAN DARI SINI!! INI TEMPATKU!! INI RUMAHKU!!" Teriak Sinta dengan suara laki-laki dan nada suaranya berat. Anak keempat tante Nunuk, Doni berdiri di ujung kamar dan tanpa henti-hnetinya ia berdoa untuk menguatkan iman agar ia dapat membantu kakaknya Risma mengusir makhluk halus yang memasuki tubuh kakaknya Sinta. Sedangkan kak Risma memanjatkan doa-doa sambil duduk bersila di depan Sinta, seperti melakukan ritual singkat untuk berkomunikasi dengan makhluk halus itu. Aku dan mama berada di depan ambang pintu rumah tante Nunuk tak berani ikut campur maupun mendekat, karena aku tahu hal itu sangat berbahaya untukku dan mama. Kami hanya melihat dan mendengarkan apa yang mereka bicarakan di dalam kamar dari jauh.
Tak lama Risma yang tadi duduk bersila di depan adiknya yang kerasukan, ia segera bangkit dari duduknya dan memegang tengah-tengah dahi Sinta sambil bertanya kepadanya.
"Siapa kamu!! Kenapa kamu memasuki tubuh adikku Sinta!!" Tanya Risma pada makhluk halus tersebut.
"HHHaaarrrgghhh... aku genderuwo yang sudah lama menempati rumah ini!! Kalian harus keluar dari rumah ini!!" Ucap makhluk halus tersebut.
"Kenapa kamu memasuki tubuh adikku!! Keluar kamu sekarang dari adikku!!" Ucap kak Risma sambil teriak kepada makhluk itu.
"HAHAHAHAHAH!!! AKU SANGAT SUKA ANAK INI!! DAN AKU MENGINGINKANNYA!! HAHAHAHAHA!!!
"AKU BILANG KELUAR KAU SEKARANG DARI ADIKKU!! JANGAN KAU GANGGU DIA LAGI!!" Teriak kak Risma.
"HAHAHAHA!! AKU TAK MAU KELAUR DARI TUBUH INI!! DIA SUDAH JADI MILIKKU!! HAHAHAHAHAHA!!!"
"Pergi kau iblis dari adikku dan rumahku!! Dia bukan milikmu tapi dia milik Tuhan Yesus!! Jadi kau tak ada hak untuk mengakuinya!!!" Ucap Doni sambil menjulurkan tangannya ke arah Sinta. Tante Nunuk bersama suami dan kedua anaknya saling menguatkan iman dengan berdoa. Mama dan akupun ikut berdoa agar makhluk halus yang merasuki Sinta cepat keluar dari tubuhnya.
"HAHAHAHA!!! ANAK INI SUDAH SANGAT SERING KAMI TINGGALI DAN SANGAT NYAMAN TINGGAL DI DALAM TUBUH ANAK INI!! HAHAHAHA!!!"
"Apa yang kau mau!!" Tanya kak Risma.
"HAARRGGGHHH!!! TINGGALKAN RUMAH INI!! AKU AKAN PERGI DARI TUBUH ANAK INI!! HAARRRGGHHH"
Mendengar hal tersebut, Om Robi segera menyanggupi permitaan makhluk tersebut agar anaknya selamat dan hidup dengan tenang.
"Ya! Minggu depan kami akan keluar dari rumah ini!! Jadi jangan ganggu kami!!" Ucap kak Risma.
Mendengar hal tersebut, makhluk itu segera keluar dari tubuh Sinta dan pergi jauh entah kemana. Saat makhluk itu telah pergi, Sinta yang masih terkulai lemas dan pingsan di kamarnya, dengan segera kak Leo membawakan air putih dan di berikannya ke Risma sambil membacakan doa-doa kepada air minum tersebut. Suasana tegang menyelimuti rumah tante Nunuk hingga Sinta siuman.
Disaat yang bersamaan, aku melihat ada seorang perempuan menggunakan baju panjang berwarna merah sedang duduk di tembok belakang di dapur sambil tertawa-tawa, lalu tak lama ia menghilang. Mengetahui hal tersebut aku dengan panik langsung berteriak pada tante Nunuk jika melihat kuntilanak merah. Kak Risma yang mendengar hal itu, segera keluar dan melihat kedapur. Dengan mata yang terus melotot ke arah si kun-kun, lalu 'ia' pun pergi. Kak Risma berlari lagi kearah keluar rumah, ia melihat ada pocong dengan wajah yang hancur, berlumuran darah di seluruh wajahnya hingga kain yang membungkus tubuhnya di penuhi darah dan tanah sedang melayang-layang di atas atap rumah tante Nunuk. Lagi-lagi kak Risma membacakan doa-doa dan pocong tersebut menghilang pergi. Suasana malam menjadi semakin dingin dan angker. Tante Nunuk sekeluarga segera berdoa kembali di dalam rumahnya dan saat itu aku bersama mama melihat jam dinding yang terpasang di tengah-tengah rumah tante Nunuk telah menunjukkan pukul sepuluh malam.
Akhirnya kami memutuskan untuk segera pulang ke rumah malam itu. Bulu kuduku berdiri sekujur badan, dan aku merasakan banyak mata yang terus mengawasi kami selama berjalan ke rumah.
"Maaa... Andra merinding nihhh.. yuk cepetan jalannya.. Nggak enak banget suasananya maa.." Ucapku sambil memeluk erat lengan mama.
"Iya nih Ndra. Mama ya merinding. Telpon papamu gih suruh bukain pintu gerbangnya."
"Ya ma." Ucapku sambil mencoba menghubungi papa.
"Yahhh.. nggak di angkat ma. Jangan-jangan papa sudah tidur nih ma."
"Hadduuhh yuk dah jalan cepetan biar cepat sampe rumah." Ucap mama yang mulai gelisah dan takut dengan suasana di sekitar rumah yang mulai mencekam.
Kami segera bergegas pulang ke rumah tanpa melihat ke kanan dan ke kiri meskipun aku tahu sangat banyak sekali makhluk halus yang berada di sekitar kami. Ada yang bergelantungan di pohon mangga, ada yang berdiri di ujung rumah yang sangat gelap dan tanpa ada penerangan. Hanya mata yang merah dan besar yang terlihat sangat jelas. Kami berjalan lebih cepat hingga akhirnya berpapasan dengan petugas keamanan komplek yang sedang berkeliling. Melihat kami berdua sedang berjalan dengan tergesa-gesa, orang tersebut menghampiri kami.
"Hei! siapa kalian!" Teriak orang tersebut dari kejauhan.
Kami berhenti sejenak dan segera menoleh kaerah sumber usara tersebut. Memastikan jika yang memanggil kami adalah manusia bukan makhluk halus jadi-jadian yang usil pada kami. Petugas keamanan kompleks berjalan semakin dekat dan mendekati kami. Di saat sudah dekat, kami melihat bet nama yang terpasang pada seragam yang ia kenakan. Tertulis di bet itu bernama Junaidi.
"Kalian dari mana tengah malam gini di luar rumah?!" Tanya pak Junaidi yang mendapati kami saat perjalanan pulang kerumah tinggal beberapa meter lagi.
"Oh malam pak. Kami dari rumah kerabat kami di blok EE, sekarang kami mau pulang kok pak." Ucap mama.
"Ya. Silahkan. Hati-hati pulangnya. Kalau bisa jangan suka keluar rumah apalagi jalan-jalan seperti ini malam hari. Sangat bahaya!" Ucap pak Junaidi lagi.
"Iya pak. Makasi." Ucap kami bersamaan.
Sesaat setelah kami membalikkan badan dan mulai berjalan kembali, sepanjang jalan kami tak mendengar suara apapun lagi selain suara sandalku dan langkah kaki mama. Hening dan sepi sekali. Aku mencoba untuk menoleh kebelakang untuk melihat pak Junaidi yang tadi masih berdiri di belakang kami saat kami berjalan ke rumah. Dan ternyata pak Junaidi tak terlihat di tempat ia berdiri tadi. Aku yang menoleh ke belakang sendirian sedangkan mama sudah meninggalkanku beberapa langkah jauhnya di depan, segera aku berlari menyusul mama dan merangkul lengannya. Enggan berbicara sepatah katapun saat itu. Hanya dalam hati cepat-cepat tiba di rumah dan segera masuk kamarku.