webnovel

The Dangerous Love Zone

Azami Furuichi, mengalami perampokan di malam hari saat dirinya dan sang adik perempuan tengah berjalan menyusuri trotoar untuk mencari tempat tinggal baru. Sebelum ini, satu minggu yang lalu kedua orang tuanya mengalami kecelakan pesawat. Para sanak saudara yang mengetahui jika keluarga Azami adalah keluarga yang sangat berada pun langsung memperebutkan harta peninggalan kedua orang tuanya, sampai membuat dirinya dan sang adik harus kehilangan tempat tinggal mereka selama ini. Juza Chigasaki, anak pertama dari keluarga gangster yang menyamar menjadi pemilik kafe datang menemukan Azami dan sang adik saat akan melakukan pertemuan dengan kelompok gangster lain. Juza membawa Azami untuk tinggal ditempat kediamannya dan memberikan pekerjaan di kafe. Juza merasa kehidupannya berubah saat Azami dan sang adik tinggal dikediamannya. Hatinya yang terkenal dingin dan tidak tersentuh, kini mulai menghangat dan bermekaran.

DGiunia · LGBT+
Không đủ số lượng người đọc
190 Chs

The Dangerous Love Zone - 06

"Juza-san, apa malam ini kau ingin langsung kembali kerumah, atau ada tempat yang ingin kau tuju?" Tanya seorang pria berbalutkan pakaian serba hitam dengan sebuah handsfree terpasang ditelinganya pada Juza yang sedang berjalan menyusuri lobi sebuah hotel bintang lima.

Juza melirik kearah jam tangannya yang sudah menunjukan pukul dua pagi.

"Kita akan langsung kembali kerumah untuk persiapan acara di kafe besok."

Pria yang berpakaian serba hitam pun menganggukan kepalanya mengerti, lalu menyampaikan informasi kepada para rekannya melalui handsfree.

Saat Juza dan pria berpakaian serba hitam itu baru saja melewati pintu utama hotel, tiba-tiba terdengar suara tembakan sebanyak tiga kali. Semua pria berpakaian serba hitam yang berjaga di sekitar hotel langsung berjaga menghampiri Juza.

"Dari mana asal suara tembakan tadi?" Tanya salah seorang pria berpakaian serba hitam melalui handsfree.

"Apa kau tidak apa-apa Juza-san?" Tanya pria berpakaian serba hitam lain kepada Juza yang meresponnya dengan menggelengkan kepala.

"Aku baik-baik saja. Cepat cari tahu dari mana asal suara tembakna tadi." Ucap Juza dan direspon anggukan kepala oleh para rekannya.

Tap.. Tap.. Tap..

Semua orang yang berada di depan hotel langsung mengalihkan tatapan mereka keasal suara langkah kaki yang terburu.

Kedua mata mereka semua membulat terkejut melihat orang berlari tersebut adalah salah satu rekan mereka yang kini kedua tangannya penuh dengan darah.

Juza dengan tergesa menghampiri pria tersebut yang merupakan adik kandungnya.

"Goshi-kun! Ada apa? Kenapa kau berdarah?" Tanya Juza beruntun disaat pria berpakaian serba hitam itu tengah menstabilkan deru nafasnya.

"Oniisan! Cepat hubungi rumah sakit! Disana ada seorang pemuda yang tertembak karena perampokan dan berusaha melindungi ku!" Jawab Goshi dengan hembusan nafas masih memburu.

Juza mengulurkan kedua tangannya untuk menepuk pundak Goshi. "Kita akan menghubungi rumah sakit. Sekarang kamu bersihkan dul-

"Tidak! Jangan hubungi rumah sakit! Niisan, kita harus membawa langsung pemuda itu kerumah sakit, sebelum pendarahannya semakin parah!"

Juza mengerutkan dahinya heran menatap Goshi yang terlihat begitu panik.

"Hei Goshi-kun , tenanglah. Baiklah, sekarang tunjukan dimana pemuda itu saat ini." Ujar Juza dan langsung direspon dengan anggukan kepala cepat oleh Goshi.

"Kalian semua ikuti kami! Siapkan mobil." Ucap Juza pada apara rekannya yang lain dan langsung direspon anggukan kepala oleh mereka semua.

Kini Juza berlari bersama Goshi menuju sebuah jalanan sepi yang berada tidak jauh dari hotel tempatnya tadi.

Samar-samar Juza dapat mendengar suara isak tangis seorang perempuan. Sampai akhhirnya dirinya dan Goshi sudah melewati sebuah belokan, kedua bola mata Juza membulat terkejut melihat seorang pemuda bersandar pada tembok bangunan dengan hoodie yang berlumuran darah. Belum lagi disamping pemuda tersebut ada seorang gadis yang sedang terisak.

"Oniichan! Jangan pergi bersama ayah dan ibu! Yuri tidak mau hidup sebatang kara!"

"Oniichan tidak akan pergi, Yu-chan."

"Oniisan! Bantu aku!"

Juza tersentak saat mendengar seruan Goshi yang saat ini sedang membantu pemuda itu untuk berdiri.

"Tahan sebentar Goshi-kun!" Ucap Juza yang kini berjalan menghampiri Goshi dan pemuda tersebut.

Greb.

"H-hei, turunkan aku. Aku bisa berjalan sendir-Argh!"

Juza menatap datar pemuda yang kini sedang meronta didalam gendongannya dan tengah meringis sakit.

"Lebih baik kau simpan tenaga mu untuk tetap terjaga sampai kita tiba di rumah sakit." Ucap Juza yang langsung membuat pemuda tersebut terdiam masih sambil menahan ringisannya.

"Goshi-kun, kau bawa gadis itu pulang kerumah. Biar aku yang akan membawa pemuda ini kerumah sakit."

Goshi menganggukan kepalanya mengerti tanpa banyak bertanya.

Greb.

Juza yang baru saja ingin memasuki mobil miliknya tertahan saat merasakan ujung jasnya ditarik dan dirinya dapat melihat gadis itu kini tengah menatapnya dengan sorot mata berkaca-kaca.

"Paman, Niichan akan baik-baik saja kan? Paman akan menolong Niichan bukan?"

Juza melirikan matanya kearah Goshi memberikan kode untuk melepaskan cengkraman tangan gadis itu dari jas nya.

"Tenang saja. Kakak mu akan baik-baik saja. Sekarang yang perlu kamu lakukan adalah ikuti paman yang sekarang bersama mu dan tetaplah menjadi gadis yang baik." Ucap Juza sebelum dirinya memasuki mobil dan menutup pintunya, meninggalkan Goshi bersama dengan sang gadis yang sepertinya akan kembali menangis.

"Ssstt. Jangan menangis. Kakak mu pasti akan baik-baik saja." Ujar Goshi sambil membawa gadis tersebut kedalam pelukannya.

Sedangkan itu di dalam mobil, Juza memperhatikan wajah pucat pemuda yang kini masih berada didalam rengkuhannya.

Jika Juza tidak salah ingat, nama pemuda yang saat ini berada di dalam rengkuhannya adalah Azami. Pemuda yang kemarin malam baru bertemu dengannya di salah satu hotel.

"Hei, Azami-kun. Kau harus tetap bertahan demi adikmu Yuri."

***

Azami yang merasakan ada sebuah benda dingin menempel pada keningnya mengerutkan dahi heran. Dirinya mencoba untuk membuka kedua kelopak matanya perlahan.

Azami kembali mengerutkan dahinya saat cahaya lampu menerpa kedua retinanya. Dirinya mencoba mengerjapakn kedua matanya untuk mebiasakan cahaya yang ada disekitarnya.

"Rupanya kau sudah sadar."

Azami menolehkan kepalanya keasal suara dimana dirinya mendapati sosok pria yang terlihat tidak asing dimatanya. Pria yang dirinya temui di dalam lift kemarin malam.

"Dimana ini?" Tanya Azami yang mencoba untuk mendudukan dirinya, namun dirinya urungkan saat merasakan sakit dibagian perutnya.

"Kau baru selesai menjalani operasi. Lebih baik kau tidak memaksakan diri untuk duduk." Jawab Juza yang kini mengambil kembali kain dingin diatas kening Azami.

"Operasi?" Tanya Azami kembali.

"Ya, kemarin malam kau dan adik mu mengalami perampokan. Lalu kau mengalami luka tembak saat melindungi orang yang membantu mu."

Azami mengerutkan dahinya mencoba untuk mengingat kejadian yang sudah dialami dirinya sehingga bisa berakhir berada di rumah sakit.

Kedua bola mata Azami membulat terkejut saat dirinya sudah mengingat kejadian perampokan yang dialami dirinya.

"Yu-chan! Dimana Yu-chan?! Dia baik-baik sa-argh.." Erang Azami saat dirinya kembali merasakan sakit di bagian perutnya ketika hendak berdiri karena panik dengan keadaan Yuri.

Juza menghela nafas panjang lalu berjalan menghampiri lemari untuk mengambil dua buah bantal.

Greb.

"Tahanlah sebentar. Aku akan menambahkan bantal supaya kau tidak perlu bangkt untuk duduk." Ucap Juza sambil menahan kepala Azami saat dirinya ingin meletakan dua buah bantal tambahan.

Azami diam terkejut saat dirinya kini berada begitu dengan Juza. Bahkan dirinya dapat menghirup aroma parfum yang dipakai oleh pria itu.

"Baiklah sudah."

Kini Azami sedikit merasa lebih baik dari sebelum Juza menambahkan tumpukan bantalnya.

"Adik mu baik-baik saja. Semalam dia beristirahat dirumah ku." Ucap Juza yang direspon helaan nafas lega oleh Azami.

"Apa dia semalam tidur dengan nyenyak dan tidak terus menangis?" Tanya Azami lagi.

"Untuk itu kau bisa tanyakan langsung pada adik mu nanti. Karena sejak semalam aku berada disini."

Azami melirik kearah Juza, merasa tidak enak karena sudah merepotkan pria itu. Mengingat dipertemuan pertama mereka, sifatnya sangat kurang menyenangkan.

"Terimakasih dan maaf karena sudah merepotkan mu. Setelah keluar dari rumah sakit, aku akan membayar semua biayayang sudah kau keluarkan untuk menjaga ku dan adik ku." Ucap Azami menolehkan kepalanya kearah lain.

Juza yang mendengar perkataan Azami tetap mempertahankan ekspresi datarnya.

"Untuk saat ini kau tidak perlu memikirkan itu semua. Fokuskan saja pada penyembuhan luka mu."

Azami menolehkan kepalanya kembali keaarah Juza yang kini sedang memainkan ponselnya.

"Setelah keluar dari rumah sakit. Apa kamu memiliki tempat yang ingin kau tuju?"

Azami terdiam sesaat mendengar pertanyaan Juza.

"Ak-

"Niichaann!!! Kau sudah bangun?!"

Perkataan Azami terpotong saat pintu ruang rawat inapnya terbuka dan terdengar seruan milik Yuri yang kini sudah berlari kearahnya.

Juza yang dapat menduga jika Yuri akan melompat memeluk Azami pun dengan cekatan langsung menangkap tubuh Yuri dan mengangkatnya.

"Untuk saat ini sampai beberapa hari kedepan, kakak mu tidak diperbolehkan untuk mendapat pelukan hangat. Kau masih mengingat luka yang dimiliki kakak mu bukan?" Tanya Juza kepada Yuri yang memang wajah heran karena tubuhnya diangkat.

"Lalu kapan aku bisa memeluk Niichan, paman?" Tanya Yuri kembali kepada Juza.

Juza terdiam sesaat sambil menurunkan Yuri kembali.

"Kamu baru bisa memeluk kakakmu, setelah tujuh hari dari hari ini." Jawab Juza yang membuat Yuri memasang ekspresi kecewa di wajahnya.

"Baiklah. Aku mengerti, paman."

Setelah itu dengan langkah kaki gontai, Yuri berjalan menghampiri brankar Azami.

Azami yang melihat ekspresi kecewa di wajah adikny pun mengulurkan sebelah tangannya untuk mengelus lembut puncak kepalanya.

"Syukurlah, kau tidak terluka Yu-chan." Ujar Azami dengan seulas senyum kecil terpatri di wajahnya yang masih terlihat sedikit pucat.

"Aku tidak terluka karena Niichan yang melindungiku." Balas Yuri dengan sorot mata berkaca-kaca.

"Ssstt.. Kamu tidak boleh nangis. Kamu masih ingat perkataan ayah dan ibu bukan?"

Yuri menganggukan kepalanya pelan. "Jika ada anggota keluarga kita yang sakit atau pergi untuk selama-lamanya kita hanya boleh menangis dihari saat peristiwa itu terjadi. Setelahnya kita tidak boleh menangis lagi."

Azami kembali mengelus lembut puncak kepala Yuri. "Ayah dan Ibu pasti bangga padamu."

Yuri menggelengkan kepalanya cepat. "Tidak, ayah dan ibu pasti sangat bangga dengan Niichan! Karena Niichan sudah melindungiku!"

Azami terkekeh pelan. "Itu sudah tugas ku sebagai kakak mu, Yu-chan."

Juza yang sedari tadi diam memperhatikan interaksi antara Azami dan Yuri sedikit merasa kasihan dengan mereka berdua. Karena dirinya sudah mendapatkan informasi dari Goshi mengenai kedua orang tua kakak beradik itu yang menjadi korban hilangnya pesawat beberapa waktu lalu dari Yuri langsung.

Namun yang masih menjadi pertanyaan bagi Juza adalah, mengapa Azami dan Yuri bisa berada di kota ini disaat mereka sama sekali tidak memiliki sanak saudara yang tinggal di Yokohama.