Setelah Arsa mandi bersama Nisa, pengasuhnya. Bocah itu kegirangan karena akan jalan-jalan bersama ayahnya, dia sudah lupa tentang janji-janji yang Galang ingkari. Nisa pun ikut senang meski merasa sayang saat suami majikannya ada waktu luang, Dita harus mengurusi pekerjaan yang tertunda karena menunggu suami dan putranya.
Dita itu sangat Nisa kagumi karena begitu baik dan sabar, andai itu dirinya yang berada di posisi Dita. Mungkin dia tak akan sekuat itu saat mengetahui suaminya berselingkuh, tapi masih mencoba menutupi dengan percuma.
"Nisa, aku mau jalan-jalan ke taman safari deh. Mau liat halimau, aku mau liat ulal juga!"
"Hahaha—Bagus, kamu nanti liat harimau sama ular. Kan Nisa juga ikut sama kamu, jangan nakal sama papa ya."
"Aye, kapten. Aku gak nakal tau, aku ini anak baik!"
"Bener, anak baik nanti jangan rewel."
Wajah Arsa yang imut dan memiliki lemak bayi terlihat begitu berbinar dan senang, Nisa suka melihatnya. Karena ini pertama kalinya setelah sekian lama Galang memiliki waktu mengajak putranya untuk bepergian bersama, bahkan selama bekerja. Hanya sebelum Dita hamil saja Galang terlihat dekat dengan majikannya, tapi sekarang bahkan keduanya seperti gunung es saling memunggungi.
Tidak, mungkin hanya Galang yang memunggungi istrinya sendiri dan putrinya.
Di lain sisi, Galang tengah mendapatkan telepon dari Laras. Perempuan itu belum puas, dia ingin terus memonopoli pikiran dan waktu Galang, pria brengsek akan selalu memikirkan keinginannya sendiri seperti saat ini.
"Kamu tunggu disana, aku susul aja deh sekalian ajak main Arsa. Aku kenalin dia sama anak kamu, siapa tau mereka bisa dekat." Ucapnya dengan begitu entengnya.
"Jangan, aku gak mau kamu dapat masalah. Jadi ajak main saja Arsa, aku kira kamu hari ini tetap datang nanti sore. Ternyata kamu mau ajak Arsa jalan, jadi gak usah pikirin aku dulu. Masih ada Cita juga kok."
"Gak, aku tetap ikut jemput kamu pulang dari rumah sakit. Lagian biar Arsa ada temen, selama ini dia dirumah terus. Paling keluar dibawa sama istriku, dia itu terlalu sibuk untuk mikirin anaknya sendiri."
Wow, begitu mahir dan licin sekali ucapan Galang mengomentari istrinya. Tak menoleh untuk melihat kebelakang, apa saja yangs udah dilakukannya untuk Arsa. Mari kita lihat, apa yang akan terus Galang lakoni ketika Dita tak lagi memberikan panggung sandiawara untuk suaminya.
"Yaudah kalau kamu maksa, aku masih beberes sama Cita. Cepat datang..."
"Oke, tunggu disana." Jawab Galang dengan perasaan senang.
Melupakan janjinya pada Arsa yang bahkan sudah sangat gembira karena akan pergi ke kebun binatang bersama ayahnya, sungguh Galang tengah kasmara sampai lupa dengan segala hal kecuali Laras dan dirinya.
Galang yang tengah merasa senang berjalan dengan cepat menuju kamar putranya, di sana Nisa sudah membawa tas keperluan Arsa dan juga berjalan kearah ruang tengah.
"Arsa, ayok kita pergi sekarang." Katanya langsung membawa putrany aitu ke dalam gendonga, Arsa langsung kegirangan tanpa tau jika dia akan dibuat kecewa oleh ayahnya.
"Yeyyy!! Kebun binatangg!!"
....
Petra datang sebagai investor dalam fashion show kali ini, karena salah satu desainer milik Dita juga ikut serta membawa nama butik mereka. Petra tentu tak akan melewatkan waktu bertemu dengannya, hanya selang sehari setelah menemani Dita dan Arsa. Hatinya sudah sangat merindu kehadiran Dita, benar-benar tak habis pikir.
Saat ini Dita tengah menjelaskan tentang konsep pakaian miliknya dihadapan banyak orang sebelum nantinya akan di pamerkan dalam fashion show nasional, jika memuaskan maka merk butiknya akan melejit.
Petra tau, seberapa keras Dita bekerja dan meluangkan waktu agar semua kerja kerasnya ini memiliki hasil yang memuaskan. Setelah selesai, Dita kemudian kembali ke kantornya untuk melihat desain akhir dari pakaian yang akan di perlihatkan saat fashion show, dia sangat mencintai pekerjaan ini.
Dan bersamaan dengan itu, Petra masuk membawa dua gelas kopi hangat dan roti panggang. Itu sebenarnya dibawakan oleh asisten butik Dita, tapi Petra mengambil alih itu sekalian untuk bertemu dengan teman lamanya ini.
"Hey, kamu sudah bekerja dengan baik. Kenapa tidak dibawa santai sebentar." Katanya sambil menaruh kopi dan roti di meja Dita yang mendongak bersama senyum manis miliknya.
"Yah... aku menjadi semakin stres saat waktu semakin dekat dengan tanggal fashion show, kau tau. Rasanya mau gila!"
Petra tertawa saat meliha Dita merenggut sejumput rambutnya dan berkata sambl meringis, itu sangat lucu.
"Aku bisa membantumu jika mau, ini gratis. Aku investor besar dalam fashion show kali ini." Ucapnya dengan sombong malah mendapatkan tatapan sinis dari Dita.
"Tidak, terima kasih. Dasar tukang pamer!"
Kemudian keduanya tertawa, Dita menyesap kopi miliknya dan bangun dari kursi kerja miliknya untuk duduk di sisi Petra. Sofa yang menghadap keluar dinding kaca ruang kerja miliknya, ini adalah gedung yang dia sewa dan kini sudah menjadi miliknya beberapa tahun setelah banyak kemajuan dalan bisnis butiknya.
"Pemandangan dari sini terlihat menarik, pantas kamu betah sekali berada di kantor butik."
"Tentu saja, aku harus mempunyai kantor yang bisa membuatku berkonsentrasi dan tak terganggu dengan hal lain. Kadang aku mengajak yang lain rapat disini juga, karena nyaman banget." Ujarnya lagi sambil tersenyum menatap ke depan.
Petra sendiri melihat sisi wajah Dita dengan senang, memang pemandangannya sangat cantik sekali sampai tak bisa mengalihkan tatapan.