webnovel

Peduli

Deril mengeluarkan sebuah sarung tangan dan menyumpalkannya ke mulut wanita itu dengan rapat dan kencang. Hingga,

Crug!

Deril menusukkan pisau kecilnya itu tepat ke leher jenjang milik ibu tiri Lea. Mata ini mulai membelalakkan matanya dan di susul erangan keras yang tertahan dari mulutnya.

"Sakit?" tanya Deril dengan wajah mengejek.

"Ini lah jika kau dengan beraninya bermain main dengan ku nyonya." lanjut Deril dingin.

Dapat Deril lihat bagaimana pucatnya wajahnya yang tengah menahan rasa sakit. Sebab pisau yang masih tertancap di sana melukai dirinya dan juga dengan darah yang terus mengucur keluar.

DOR!

DOR!

DOR!

Deril memberondong peluru dari senjata Revolvernya yang sudah ia siapkan khusus untuk yang suka mengusik kehidupannya. Beberapa kali peluru itu mengarah ke beberapa titik vital di tubuh wanita itu tanpa ampun. Darah mulai mengalir dari segala penjuru tubuh dan ia mulai terbaring tak berdaya.

"Godd bye ... Nyonya sekaligus calon ibu mertua. Hahahaha...!"

Suara tawa Deril menggelegar di ruangan pribadi miliknya. Semua pekerja yang mendengar itu ketakutan, namun mereka mencoba untuk tidak menghiraukannya.

"Menjijikan." gumam Deril sembari menepuk nepukkan kedua telapak tangannya. Seperti seorang yang membersihkan kotaran dari tangannya.

"Bersihkan ini semua." Perintah Deril pada Exhel yang sedari tadi menyaksikan ini semua.

Exhel menunduk. "Baik tuan."

Deril melihat tubuh lea dari kejauhan yang terkapar dan tak berdaya. Darah mengalir dari samping tubuh mungilnya. Deril mulai berjalan menuju ke arah lea dengan wajah datar.

Rasa khawatir langsung menyelimuti hati dan juga pikiran Deril. Entah mengapa rasa enggan untuk di tinggalkan oleh gadis itu saat ini dapat Deril rasakan.

Deril mulai melangkah dengan rahang mengeras menuju ke arah Lea. Menggendong tubuh Lea yang lemah dengan luka tembak yang berada di perut bagian bawah diafragma kanan. Membawa gadisnya itu masuk menuju mobil pribadinya.

"Cepat ke rumah sakit dari waktu kurang 20 menit. CEPAT!"

Anak buah Deril pun segera melajukan mobil dengan kencang menuju rumah sakit terdekat di tempat yang cukup terpencil.

***

Mobil terus berjalan menuju rumah sakit terdekat. Deril mati matian menahan darah yang mengeluar dari perutnya dengan menggunakan baju yang di kenakan olehnya. Agar gadisnya itu tak mati kehabisan darah. Wajah yang selalu ayu dan kemerah merahan milik Lea, kini telah berubah putih pucat.

"CEPAT SEDIKIT LAGI BODOH!" sentak Deril kepada sopir pribadinya.

Deril sungguh merasa menyesal, ia harus melakukan ini agar lea tak melihat apa yang sudah terjadi tadi.

"Bertahanlah untukku Lea. Jangan pernah berani meninggalkanku tanpa se-izinku. Mengerti?" ucap Deril pada lea yang kini tengah memejamkan matanya karena kehilangan kesadarannya.

***

Deril membopong tubuh Lea yang tengah sekarat menuju Gawat Unit Darurat di rumah sakit terdekat. Dengan tergesa gesa Deril menaruh Lea ke brankar rumah sakit yang di sediakan. Para perawat dan dokter mulai berdatangan.

Deril mencengkram kerah salah satu dokter dan mengarahkan Revolver yang di bawanya ke kepala dokter tersebut. Dokter yang diketahui bernama Asrif, itu kini tengah bergetar menutupi ketakutan yang hadir di dirinya.

"Selamatkan nyawanya dab berikan pelayanan terbaik. Jangan sampai ada ada kesalahan medis yang membuatnya dia mati. Mengerti?!" desis Deril tajam tepat di depan wajah dokter Asrif.

Dokter Asrif hanya dapat menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

"Baik. Aku percaya padamu. Aku selalu mengawasimu." ancam Deril.

Deril mendorong tubuh dokter setegah baya itu hingga hampir terjatuh. Dokter Arsif pun segera cepat cepat masuk ke ruang tindakan.

Deril mengusap kepala dengan kasar dan juga memukul tembok rumah sakit berkali kali bagikan samsak tinju dengan cukup keras. Tak memperdulikan saat tangannya merasakan nyeri ia tetap melakukan itu berulang ulang hingga tangannya tak terasa terluka dan darah Deril mulai mengotori tembok rumah sakit. Tangannya mulai mati rasa dan gemetar, lututnya pun juga mulai lemas.

Anak buah Deril yang melihat itu hanyalah bisa terdiam menyaksikan tuannya yang tengah seperti orang kesetanan.

Exhel yang datang tergesa gesa dan betapa terkejutnya ia dari kejauhan melihat tuannya tengah memukuli tembok rumah sakit. Orang yang ada di rumah sakit ini meraka ingin sembuh, tapi ... Lihatkah bossnya yang satu ini, ia malah menyari penyakit.

Apakah ia tuannya itu menangisi seorang wanita? Dan juga yang hanya berstatus budaknya? Waww Amazing, Mungkin memang benar, cinta dapat mengubah segalanya. Apa tadi cinta? Apakah ia begitu?

Hah sungguh rumit.

Tanpa banyak pikir panjang lagi Exhel berjalan cepat menghampiri tuannya.

"Tuan. Kurasa anda harus segara mengobati lukadi tangan anda. Jika terlambat di takutkan akan infeksi."

"Jangan ingatkan aku untuk itu. Kau tau? aku sungguh menyesal. Aku menyesal telah melukai gadis yang tidak bersalah, dan kini dia tengah mempertaruhkan nyawanya antara hidup dan mati. Dia masih berhak hidup di dunia ini. Aku tidak mau di mati! Aku tidak mau." gumam Deril dengan lesu dan juga tatapan yang kosong.

Exhel yang mendengar itu sedikit terenyuh, karena ia sebelumnya tak pernah melihat ini.

Exhel pun mensejajarakan tubuhnya dengan Deril yang tengah luruh di lantai rumah sakit.

"Aku tak pernah melihat kau seperti ini hanya karena seorang wanita Deril. Harga dirimu bisa di pandang remeh atau bahkan di injak injak okeh gadis itu. Kau bisa saja hanya di maanfaatkan olehnya Ril." bisik Exhel pelan sembari merangkul pundak Deril.

Deril yang mendengar itu secepat kilat ia berdiri dan mencengkram kerah Exhel dengan kuat. "Dengarkan aku! Lea itu berbeda. Dia bukan seperti gadis yang kau pikirkan. PERGI DARI SINI, SEBELUM AKU MEMBUNUHMU!" Bentak Deril dengan emosi yang sudah di ubun ubun karena ucapan dari Exhel.

Exhel yang mendengar itu terkejut dan segara pamit untuk pergi.

Deril sendiri pun juga bingung, mengapa ia menjadi seperti ini. Saat pikirannya mulai sadar jika mungkin saja ia salah melakukan seperti ini semua hanya untuk seorang gadis yang sekarang berstatus menjadi budaknya.

Namun, mengapa hati nuraninya selalu tak sejalan dengan pikirannya? Atau ... Mungkin dirinya sudah menemukan cinta sejatinya? May be ...

Lampu ruang operasi mati setelah kurang lebih setengah jam mereka melakukan tindakan terhadap lea. Para dokter dan perawat mulai keluar dari ruang tindakan.

Dokter Asrif melepas masker medis dan juga penutup kepala operasi yang ia kenakan pula.

Deril segera bangkit dan berjalan menuju dokter Asrif. "Bagaimana dia?! Kau berhasil menyelamatkannya bukan?!" Dengan sorot mata yang penuh dengan penyesalan dan juga amarah.

Dokter Asrif melihat luka di tangan Deril. "Tangan anda terluka tuan. Sebaiknya, mari biar saya obati di ruangan saya sembari kita bicarakan kondisi tentang nona Adelea."

Derilpun mengangguk setuju dan berjalan mendahului dokter Asrif.

'Dan baru kali ini aku peduli kepada seorang wanita selain Sayyida.'