webnovel

Hutang Budi

"Aku tidak yakin jika kamu pernah bertemu dengannya," ucap pemuda tampan itu kepada wanita tersebut.

"Sayang, kenapa kamu tidak percaya kepada ku. Beberapa kali aku bahkan menemani mereka. Mereka akan membangun sebuah hotel dan juga apartemen besar dengan dana tidak sedikit. Mereka mengatakan bahwa mereka tak akan membayar pajak. Karena uang itu lebih baik mereka simpan sendiri." wanita itu berkata memberikan begitu banyak informasi kepada Niko. Wanita cantik tersebut sedang berusaha mendekati Niko. Namun pikiran pemuda tampan itu sedang melayang kepada sosok Afifah yang telah mengusik pikirannya. Niko menepis tangan wanita itu kemudian memberikan minuman kepada wanita tersebut.

"Minumlah dulu," ucapnya kemudian. Wanita itu sedikit kesal, tetapi dia tetap meminum gelas pemberian sang pemuda tampan. Tidak berapa lama wanita itu pun tertidur tidak sadarkan diri karena Niko sudah memasukkan obat tidur ke dalam minuman yang diberikan yang kepada wanita tersebut. Setelah wanita tersebut tidak sadarkan diri, pemuda tampan itu meninggalkan kamar hotel.

Pria itu ingin meninggalkan hotel dengan masuk ke dalam mobilnya. Namun ketika tiba di sana dia mendengar suara ponsel berbunyi. Dia merogoh saku untuk mencari ponsel miliknya tetapi bunyi itu tidak berasal dari ponsel nya. Dia mengedarkan pandangan dan melihat sebuah ponsel terletak di bangku penumpang bagian depan.

"Wanita itu!" gumam nya. Pemuda tampan tersebut menerima panggilan telpon di ponsel milik Afifah. Dia diam ketika mendengar sebuah suara dari seberang telepon setelah itu dia mematikan ponsel dan melanjutkan perjalanan.

Di tempat yang berbeda di sebuah rumah sakit seorang wanita sedang panik karena baru menyadari bahwa ponselnya tidak berada di tangannya. Afifah bertanya-tanya di dalam hati di manakah dia sudah meninggalkan ponsel miliknya. Wanita itu menepuk jidatnya sendiri saat menyadari ponselnya tertinggal di dalam mobil mewah tempat dimana dia berada beberapa waktu yang lalu.

"Kenapa aku begitu ceroboh! Bisa-bisanya aku meninggalkan ponsel di sana," ucapnya menyalahkan diri sendiri.

"Bagaimana Afifah, apakah kamu sudah mendapatkan uangnya?" seorang dokter bertanya kepada wanita itu. Afifah yang sedang melamun mengangkat wajahnya. Dia hanya bisa menggeleng dengan wajah lesu. Dia bahkan tidak mendapatkan bayaran dari pekerjaannya hari ini. Betapa malang nasib wanita itu.

"Afifah, dengarkanlah apa yang aku katakan. Semua ini sudah sangat mustahil. Kondisi ibumu semakin memburuk. Jika operasi dilakukan saja belum tentu bisa menyelamatkan nyawanya. Lagipula kamu tidak memiliki uang untuk membayar semua biayanya. Iklaskan saja ya!" dokter itu sudah menjaga ibu Afifah selama 10 tahun. Dia mengerti bagaimana perjuangan wanita itu untuk bisa mencari dana pengobatan untuk ibunya sendiri dia bahkan melupakan keinginannya dan melupakan dirinya sendiri demi sang ibu. Sebagai seorang dokter dia tak bisa menyerah begitu saja tetapi sebagai seseorang yang peduli terhadap Afifah, dia tidak bisa membiarkan wanita itu terus menderita.

"Tidak dokter, tolong jangan lakukan itu. Hidupku tidak akan berguna lagi jika aku kehilangan ibuku. Tolong selamatkan ibuku dokter. Aku mohon," ucap wanita itu sambil menangis. Dia tidak menyadari jika dari kejauhan seorang pemuda tampan sedang memperhatikannya. Pemuda tampan itu mendengar semua perbincangan antara sang dokter dan juga wanita berhijab tersebut. Dia mendekati mereka.

"Dokter, saya sudah membayar semua biaya operasi ibunya. Sekarang tolong segera lakukan operasi dan selamatkan ibu dari wanita ini." suara itu mengagetkan dokter dan juga mengagetkan Afifah yang sedang menangis. Pemuda tampan itu melempar ke ponsel milik Afifah, dan ditangkap oleh wanita itu dengan cepat. Niko tersenyum, dia menyadari ternyata wanita berhijab itu benar-benar memiliki kemampuan bahkan di saat dia sedang bersedih dia mampu menangkap dengan tepat lemparan yang diberikan oleh sang pemuda tampan. Setelah berkata seperti itu pemuda tampan itu pergi begitu saja.

"Tunggu!" namun Afifah menghentikan langkah pemuda tampan tersebut. Dia berlari mengejar Niko yang hendak meninggalkan rumah sakit.

"Kenapa? Kenapa kamu membayar biaya rumah sakit ibuku?" wanita berhijab itu bertanya.

"Karena aku merasa kasihan. Lagipula aku adalah orang kaya, mengeluarkan uang sedikit bukanlah masalah besar karena uang itu tak berfungsi apapun kepadaku," jawabnya dengan sombong. Afifah tersenyum miris mendengar jawaban dari pria itu. Tetapi dia tak mau memiliki hutang budi kepada siapapun.

"Berikan nomor rekeningmu. Aku akan membayar belas kasihan mu meski dengan mencicilnya," ucapnya. Afifah tidak ingin memiliki hutang budi kepada siapapun. Meski saat ini dia tidak memiliki cukup uang tetapi dirinya berjanji bahwa dia akan membayar semua orang yang sudah dikeluarkan oleh pria yang tidak dikenalnya itu.

"Dasar wanita sombong. Bukankah aku sudah mengatakan kepadamu bahwa semua uang itu tidak berguna bagi ku. Sebaiknya kamu melupakannya saja. Aku tidak ingin berurusan dengan kamu." pria itu menjawab dengan kesombongan yang lebih tinggi.

"Tidak! Berikan aku nomor rekeningmu setelah itu barulah kamu boleh pergi." tetapi Afifah juga wanita yang keras kepala. Dia tidak akan membiarkan pria itu pergi begitu saja. Pria itu pun tidak memiliki pilihan lain.

"Berikan ponselmu!" ucapnya kepada Afifah. Wanita itu mengurutkan kening kemudian memberikan ponselnya begitu saja. Pemuda tampan tersebut menekan beberapa tombol kemudian menyerahkan kembali ponsel itu kepada Afifah.

"Ini adalah nomorku. Aku akan mengirim nomor rekening kepadamu!" ucapnya kemudian dia pun pergi meninggalkan tempat tersebut. Mendengar kata-kata dari pemuda tampan itu membuat Afifah akhirnya membiarkan pemuda tampan itu pergi.

Malam itu Afifah tidur di rumah sakit. Dia tidur di atas kursi tunggu yang berada di depan ruangan operasi. Dia bahkan tak menyadari jika ibunya sudah menyelesaikan operasi dan sudah berada di ruang rawat inap. Ponselnya berdering, wanita itu menerima ponsel tersebut dalam keadaan mengantuk.

"Kamu dimana? Apakah hari ini kamu terlambat lagi?" sebuah suara mengejutkan Afifah. Dia segera terbangun dan membuka kedua matanya. Dia melirik jam yang ada di tangannya ternyata dia benar-benar sudah terlambat. Wanita itu bergegas meninggalkan rumah sakit karena dia harus bekerja. Karena sedang libur salat, dia bahkan lupa dengan waktu subuh yang sudah menjelang. Dia berlari menuju rumahnya mengganti pakaian tanpa mandi kemudian bergegas menuju sekolah.

Anak-anak sudah masuk ke dalam kelas masing-masing ketika Afifah tiba di sekolah itu. Seorang wanita bertubuh besar dan tinggi menghadang Afifah di depan pintu.

"Sudah berapa kali kamu terlambat? Sepertinya kamu benar-benar mengabaikan semua peraturan di sekolah ini. Apakah kamu ingin dipecat!" wanita itu berkata kepada Afifah.

"Maafkan saya ibu kepala. Saya terlambat karena menjaga ibu saya di rumah sakit. Sekali lagi saya mohon maaf!" ucapnya memohon pengampunan dari seorang wanita yang merupakan kepala sekolah di tempat dia bekerja.