"John, hei babe wake up. Hei, babe..."
"Senorita......"
"John!"
John bangun terkesiap dan menatap Jennifer yang sudah melotot di hadapannya.
"Ada apa Jennifer?"
"Bukan kah kau dan Theo akan pergi ke Desa Uma hari ini? Theo sudah menunggu sejak pagi sampai dirinya kembali tidur lagi! Cepat bangun dan segera temui Theo!" Jennifer keluar dari tenda.
"Sepertinya aku memang merindukan dirinya. Aku tidak sadar jika suara lembut miliknya sesungguhnya adalah suara teriakan Jennifer."
John bangkit dan memakai kembali bajunya. Baru pertama kali dirinya memimpikan istrinya. Dan ini merupakan kali pertama John bangun telat.
"Maaf aku terlambat," ucap John dan menghampiri Jennifer dan Theo.
"Kau sungguh aneh, semalaman kau mengigau tentang istrimu." Theo menggelengkan kepalanya lalu menepuk pundak John.
"Aku mengigau? Tidak mungkin. Kau salah dengar mungkin."
"Theo benar, bahkan para kadet mendengar suara mu yang serak dan menjijikan." Jennifer mengikat tali tenda dengan kasar.
"Really? Maafkan aku."
Jennifer dan Theo tidak menggubris ucapan John. Mereka memilih melanjutkan pembuatan sebuah tenda besar yang di dalamnya berisi alat-alat medis lengkap.
"By the way, untuk apa tenda super besar ini?" Tanya John.
"Apa kau lupa wahai panglima tentara yang sedang di mabuk cinta? Hari ini kita akan kedatangan seorang dokter dari Rio de Janeiro. Dia akan membantu kita di sini memecahkan virus terkutuk ini! Alasan itu juga aku menunda kepergian kita ke Desa Uma."
"Astaga, aku lupa! Aku harus menjemput dokter itu di perbatasan desa. Theo, siapkan-"
"Siapkan sendiri! Kau sangat menyusahkanku akhir-akhir ini!" Theo melempar kunci mobil Jeep miliknya ke arah John. Mau tidak mau, John harus mengendarai mobil itu sendiri lalu pergi ke perbatasan desa.
Jantung John berdebar sangat kencang, entah hal apa yang akan ia alami hari ini. John merasa gelisah saat berkendara, bahkan rata-rata kecepatan laju mobilnya jauh lebih pelan dari biasanya.
"Mr. Miller! Tunggu sebentar!" Bianca melambaikan tangannya di pinggir jalan.
"Ada apa, Bianca?" John menepi ke arah Bianca berdiri.
"Aku ingin meminta pertolonganmu, Mr. Miller."
"Katakan." John membiarkan Bianca naik ke mobil.
"Begini, temanku akan datang ke desa ini hari ini. Apakah kau bisa menjemputnya?" Tanya Bianca dengan napas yang tersengal.
"Tentu, tapi setelah aku menjemput Dokter yang dikirim oleh atasan ku." Ucap John lalu menjalankan mobilnya.
"Tidak bisakah kita menjempu temanku terlebih dahulu? Temanku sudah ada di sini sejak kemarin. Aku harus cepat menjemputnya. Tidak bisa kah kau menjemput teman ku dulu? Aku mohon." Bianca menatap John dengan tatapan yang sendu.
"Ba-baiklah." John pasrah dan menuruti keinginan Bianca.
"Aku minta maaf, tapi sungguh aku berterima kasih padamu, Mr. Miller."
"Test, John Miller."
"Ada apa Theo?"
"Kau tidak perlu menjemput dokter itu, Jennifer bilang dia sudah ada di Desa Uma."
"Sedang apa dia di Desa itu?"
"Dia memiliki teman yang tinggal di sana. Tapi, tenda untuknya sudah jadi."
"Baiklah."
"Mr. Miller..." Bianca memanggil John sambil menatap layar ponselnya.
"Hmm?"
"Kita tidak jadi menjemput temanku." Kata Bianca dengan raut sedih.
"Itu kabar bagus bukan? Jadi kita tidak perlu repot-repot menemui temanmu."
"Kau tidak mengerti Mr. Miller. Dia sahabatku dan kita tidak bertemu selama sebulan lamanya. Aku ingin segera menemuinya."
"Aku sudah dua tahun tidak bertemu dengan istriku."
"Kau sedang curhat?"
"Ahh, tidak. Kita akan kembali ke perkemahan."
****
"Kapan dokter itu akan datang kemari?" Tanya John yang baru saja sampai.
"Mungkin selama dua hari, sambil menunggu tendanya jadi secara permanen. Kita akan menjemputnya lusa." Jawab Theo.
"Baiklah, segera selesaikan tendanya." Ucap John.
"John, kita sudah selesai membangun tendanya."
"Kau bilang tadi tenda belum jadi secara permanen."
"Barang-barang dokter itu akan dikirim nanti sore. Pembangunan tenda sudah selesai sedari tadi," jawab Theo.
"Ada apa denganmu, John? Kau seperti orang linglung." Jennifer memandang John.
"Entahlah, tapi aku juga merasa aneh hari ini. Untuk kali pertama dalam hidupku, aku memimpikan Senoritaku. Jantungku juga berdebar kencang, bahkan hingga kini. Perasaan aneh yang belum pernah aku rasakan sebelumnya."
" Apa mungkin kau akan segera bertemu dengannya? Atau mungkin Senoritamu juga sedang merindukanmu. Tenang kan pikiranmu, dan jangan sampai itu mengganggu ekspedisi kita," ucap Theo.
"Apa aku mengacau?"
"Tidak, tapi jika dibiarkan mungkin saja. Ayo kita lihat pembangunan rumah yang dilakukan kadet." Theo berjalan mendahului John.
Tugas selanjutnya setelah menghilangkan virus yaitu membangun rumah untuk warga. Rumah warga tidak terlalu buruk, hanya perlu diperkuat dengan menambahkan beberapa beton.
John dan Theo ikut turun tangan dalam pembuatan rumah. Warga yang telah sembuh juga ikut membantu. Tak tanggung-tanggung, anak kecil, remaja, dan lansia sangat bersemangat dalam pembangunan kembali Desa Bari.
"Nona, terima kasih karena telah bersusah payah membangun kembali desa kami," kata kepala desa kepada Jennifer.
"Sama-sama, Tuan. Kami senang bisa membantu warga di sini. Selanjutnya, akan kami usahakan untuk membangun saluran air agar warga bisa bercocok tanam," jawab Jennifer.
"Tapi mata air sangat jauh dari desa ini. Akan sulit untuk membuat saluran air dari sana."
"Tentu pekerjaan ini tidak akan selesai dengan mudah. Tapi aku yakin jika kita bekerja sama, pekerjaan ini akan selesai dan saluran air akan jadi."
"Benar, akan ku perintah para warga untuk membantu kalian. Tapi aku rasa, tanpa diperintah pun para warga akan membantu."
"Tentu pak, kalau begitu aku akan melanjutkan pembangunannya." Jennifer keluar dari rumah kepala desa yang lebih besar dari pada rumah warga.
"Permisi pak kepala desa." Seorang kepala pelayan di rumah kepala desa menghampiri si kepala desa.
"Salah satu anggota tentara ingin menemuimu." Kepala desa mengangguk dan kepala pelayan membungkukkan badannya sebelum pergi.
"Ada apa, tuan ingin menemuiku?" Tanya kepala desa, mempersilahkan Theo duduk di hadapannya.
"Kedatanganku kemari untuk menanyakan satu hal, apakah Tuan berkenan untuk menjawab?" Tanya Theo.
"Jika aku tahu jawabannya maka akan aku jawab. Silahkan."
"Apakah tuan kenal dengan kepala Desa Uma?" Tanya Theo. Rasa penasaran Theo sangat besar tentang Desa itu. Theo memberanikan diri untuk datang langsung ke rumah kepala Desa Bari.
"Tentu, aku kenal baik dengannya. Ada apa kau menanyakan itu?"
"Aku hanya penasaran, apa hubungan Desa Bari dan Desa Uma berjalan lancar?"
"Tidak selancar pertemananku dengan kepala desa Uma." Kepala desa itu terlihat sedih ketika menjawab pertanyaan Theo.
"Mengapa demikian?"
"Waktu aku berusia 15 tahun sepertinya, aku sering ikut ayahku, mantan kepala Desa Bari pergi ke Desa Uma. Di sanalah aku dan kepala Desa Uma berhubungan sangat baik. Desa Bari dan Desa Uma sudah seperti sahabat, saling melengkapi. Kami berbagi, menolong sesama. Tapi itu dulu."
"Kalau sekarang?"
"Kedua desa sudah tidak lagi berhubungan dengan baik. Ada sebuah kejadian yang hanya melibatkan kepala Desa Bari dan Desa Uma, sehingga membunuh kedua kepala desa. Aku dan kepala Desa Uma, yang menjabat sekarang terpaksa memimpin desa di usia yang masih terbilang cukup muda."
"Baiklah, tuan. Hanya sampai di sana saja yang dapat aku katakan. Menceritakan itu padamu hanya membuatku mengingat kenangan yang ingin aku lupakan," kata kepala Desa Bari.
Setelah keluar dari rumah kepala desa bukannya tenang, jiwa penasaran Theo makin meronta. Siapa yang menjadi pemimpin dulu dan kejadian apa yang terjadi hingga memutus hubungan baik di antara kedua desa.
"Aihh, jika tahu akan seperti ini harusnya aku beralih profesi sebagai detektif!"
Theo pergi ke perbatasan desa dan terkesiap melihat seorang wanita yang familiar di matanya. Seorang wanita dengan gaun merah berjumbai, terlihat sangat indah karena diterpa angin. Wanita itu melambaikan tangannya ke arah Theo dan mendekati pria itu.
"Oh tidak! Aku yakin jika John akan terkejut melihat wanita ini."