webnovel

SUAR 2

Percakapan kemarin benar-benar membuatku merasa marah dan kesal. Bayangkanku untuk seorang penjaga hancur lebur.

"Yang, kamu kenapa sih? Kok murung terus sih, aku ada salah?" Ucap Edi sembari memainkan anak rambutku.

Aku menatap mata coklat orang yang kucintai ini. Matanya begitu teduh dengan bulu mata yang lebat memayunginya. Dia begitu tampan dengan rahang yang tegas dan bibir yang tebal.

Aku menggeleng, "Tidak, aku sepertinya mau datang bulan yang."

"Kamu mau makan? Kita pesen food online ya." Edi langsung berkutat dengan smartphone nya saat aku menganggukkinya.

Hari ini aku berada di kos Edi, Edi adalah anak rantau dari Lampung timur. Dia bekerja sembari bersekolah di sini.

Kami sudah berpacaran lebih dari 2 tahun.   Hubungan kami lancar, tidak ada pertengkaran besar. Dia laki-laki yang baik dan dewasa.

Aku tiduran menghadap langit-langit, sembari menutup mata.  Umurku masih 17 tahun, 3 bulan lagi tepat di tanggal 17 Agustus aku berusia 18 tahun. Dan Penjagaku akan terikat sempurna denganku.

Aku pusing sekali, bagaimana hal seperti ini terjadi. Dulu aku senang sekali kalau Penjagaku seorang laki-laki dan Sekarang aku menyesalinya.

Di Maheswari, seorang penjaga itu akan Sama jenis kelaminnya dengan Mahesnya. Tapi kondisiku berbeda, aku dan Penjagaku berbeda jenis kelamin. Hanya ada aku di 10 angkatan sebelumnya. (Kata ayah)

Kata om Yeksa nafsu yang di miliki penjaga bekerja untuk bahan bakar kekuatannya. Jika bahan bakar itu tidak tersedia, maka hilang atau redup kekuatannya.

Dan Nafsu seorang penjaga laki-laki lebih besar di bandingkan Nafsu seorang penjaga perempuan. MENYEBALKAN.

Cup

Seperti ada benda yang bergerak di bibirku. Aku langsung membuka mata dan benar saja Edi sedang menciumiku.

Kami memang pernah berciuman, tapi tidak lama dan tidak pernah lebih dari itu. Sebab aku sangat membatasi diri agar tidak terlalu dekat dengannya. Sebab Nafsu Edi terbilang besar.

"Ehmmm stopmmh."

Aku kira beberapa detik ciumannya selesai, tapi tidak, dia lebih memperdalam ciumannya. Aku memukul bahunya untuk menyudahi ini, tapi tidak, Edi tetap melakukannya dan tangannya mulai meraba-raba tubuhku.

Aku semakin gelisah, Edi semakin agresif. Lidah bermain di bibirku. Tangannya semakin naik ke dadaku. Aku memberontak, namun kekuatannya jauh lebih besar dariku.

"Eemmhhh AHK."

Aku refleks berteriak kala Edi meremas dadaku. Edi benar-benar sudah kelewatan, dia tahu bentuk kalau aku perempuan yang sangat menjaga kesucian ku.

Tok tok

Ketukan pintu berbunyi, Edi melepaskan ciumannya. Air liurnya menetes ke bibirku. Sebelum dia bangun, dia tersenyum kecil di sudut bibirnya, "Manis."

Aku langsung berdiri, membenarkan pakaian dan rambutku. Aku meneteskan air mata. Jika ojol itu tidak datang, entah apa yang terjadi.

"Makasih ya pak" Edi menerima bungkusan dari tangan ojol.

Aku mengambil tas dan handphone ku lalu berjalan keluar, menabrak tubuh Edi yang ada di pintu.

"Mau kemana yang? Makanannya baru sampe."

Tanpa melihat wajahnya dengan suara yang ketus, "Pulang!"

                              ********

"Hiks hiks." Tangisku memenuhi kamar ini.

"Kamu kenapa sih Aruna? Dari kamu dateng nangis Mulu, kamu juga gak kasih tau aku penyebabnya." Protes dan khawatir Agnia di sampingku. Dia terus menepuk-nepuk punggungku mencoba menenangkanku.

Aku menggeleng dan terus menangis. Sejak meninggalkan kos Edi, aku datang ke kos Agnia. Tidak begitu jauh hanya kurang dari 15 menit.

Aku tidak tau harus menjelaskan apa pada Agnia. Aku merasa jijik pada diriku, aku kecewa berat pada Edi tapi aku sangat mencintainya.

"Ya udah kalo kamu gak mau cerita. " Agnia kesal, dia mengambil cemilan dan memberikannya padaku, "ini makan, seenggaknya bisa buat kamu lebih baik."

"Terima kasih hiks hiks."

Entah berapa lama aku menangis, aku tertidur dan bangun ketika sudah sore hari. Agnia masih senantiasa menungguku. Dia adalah sahabat terbaikku.

"Aru." Panggil Agnia di sebelahku, "Kamu mau kuliah di mana? Aku sudah daftar di universitas besar itu, semoga saja keterima."

Aku mengucek-ucek mataku yang masih belum sempurna terbuka. Dengan pikiran yang masih belum pulih, aku menjawab, "Aku akan ke Dimensi 10 untuk pendidikan Nia."

"Hah? Dimensi 10? Kamu masih mimpi Aru?" Menyadari aku kebablasan bicara, aku langsung membuka mata. Untung saja Agnia hanya mengira itu mimpi.

"Ah bukan, aku akan libur dulu 1 tahun." Aku mengucek-ucek mata dan melihat Agnia terus berkutat dengan handphone nya, sesekali ia tersenyum sembari mengetik.

"Eh Nia, kamu udah punya pacar, senyum-senyum gitu." Ucapku sembari membereskan barang-barang dan membersihkan diri. Tak ada jawabannya dari, dia hanya tertawa kecil. Seperti itulah wanita jatuh cinta, "Agnia aku pulang dulu ya, jangan senyum-senyum gitu terus kayak orang gila ih."

Aku memakai sepatuku dan pulang dengan sepeda motor ayah. Selama di perjalanan pun pikiranku masih tidak teralihkan dengan Suar dan Edi.

Entah kenapa Edi menjadi seperti itu, aku pun blum melihat kontak Edi sejak tadi siang.

Dan Suar, aku bingung harus bagaimana, bingung harus apa. Tidak mungkin aku menuruti kemampuan nafsunya. Apalagi Nafsu penjaga laki-laki lebih besar dari penjaga perempuan. Dan sekali aku menyesali tawaku saat aku tau Penjagaku laki-laki.

Adakah pemikiran tentang kisah saya? Tinggalkan komentar dan saya akan menmbaca dengan serius

_17_agustuscreators' thoughts