webnovel

Suamiku Duda Muda

"Apa!" Lisa melebarkan matanya. "Aku harus mau nikah sama dia, si duda itu, haruskah?" Siang itu tanpa badai, Lisa harus menerima permintaan kedua orang tuanya untuk menikah sekaligus menjadi istri kedua dari seorang pemuda yang baru saja berpisah dari istrinya, namanya Gionino. Hanya berbekal hubungan baik keluarga yang tercipta diantara kedua orang tua mereka, urutan bisnis memang nomor satu. Ancamannya kalau dia tidak mau, perusahaan ayahnya yang sudah mulai goyang itu akan jatuh, tak akan bisa bangun lagi. Tapi, kenapa harus dengan anak terakhir mereka, bukan yang pertama, bahkan belum menikah. "Ica!" "Lisa, namaku Lisa!" dia pasti jahat pada mantan istrinya sampai digugat begitu. Lisa yakin. Bagaimana kehidupan rumah tangga mereka? Apa Lisa bisa menerima dan tahu alasan rahasia suaminya menjadi duda diusia muda? Mohon dukungannya, semua. Spesial dari Pelantun_Senja.

Pelantun_Senja · Thành thị
Không đủ số lượng người đọc
32 Chs

Baju Coklat Muda

Aku sudah yakin dia tak akan menyetujuinya sampai terbit fajar dan berganti rembulan, sekalipun satu penduduk bumi memohon kepadanya.

Duda muda itu tak akan bisa mereka rombak hatinya, sekali dia memutuskan A dan maka yang terjadi ya A itu tadi.

"Sarapannya, Gi." Lisa tak membantah, dia pakai saja baju dengan warna lain itu, sesuai dengan apa yang Gio mau selama dia tak diancam resign dari pekerjaan itu. "Kamu mau sosis atau tempuranya?"

Gio menunjuk yang di tangan kanan Lisa, tempura, aroma margarine sangat dia suka dibandingkan minyak goreng 10 kali penyaringan pun. Lisa rasa ini masuk daftar merepotkan sampai Gio digugat setelah satu bulan menikah, anehnya lagi dia betah dan bertahan selama hampir satu tahun lamanya, itu kan Lisa jauh lebih luar biasa.

"Ica, minumnya!"

"Eh, iya, lupa." segera mengambilkan, air putih hangat dalam satu cangkir penuh, untuk melegakan makanan yang masuk ke perut Gil, semoga melegakan pikirannya juga.

"Ica."

"Iya, Gi?"

"Ica."

"Iya, aku datang."

Harus duduk dan makan bersama, terkadang hal ini yang kerap membuat Lisa bertanya sepanjang hari, lalu lupa kalau sudah dibuat kesal oleh suaminya itu. Gio selalu melalukannya setiap pagi, ketika dia makan di dekat Gio, sementara tangan Gio memainkan rambutnya, ditarik sedikit lalu dilepaskan, dan ada senyum yang Gio tahan.

Entah suaminya itu kenapa, sampai-sampai Lisa pernah frustrasi karena memikirkan alasan dia bertahan, bukan untuk orang tua atau hatinya, melainkan untuk sebuah keperawanan yang telah dia berikan pada Gio, hanya pada Gio, rasanya kalau dia membayangkan yang melakukan itu dan tidur dengannya bukan Gio, dia lebih baik mati, tidak ada nikmatnya sama sekali, cukup satu dalam artiannya.

"Jangan banyak gaya, Ica!"

"Iya, Gi. Lihat, aku tidak banyak gaya, kan? Dari dulu ya begini gaya kerjaku, cuman beda warna hari ini, jadi asing kan ...." berharap ada kelonggaran.

Nihil,

Gio berdecak dan menarik tangan Lisa masuk ke mobil, lain dari hari biasanya di mana setelah sarapan Gio kembali lagi ke kamar dan ke luar memakai jaket hitam tebal besar, biasanya akan ada setelan jas yang Lisa lihat. Namanya Lisa sedang sebal masalah baju, dia pun tak mau peduli dan tak bertanya kenapa Gio berpenampilan berbeda hari ini.

Sesampainya di depan kantor Lisa, rasanya tidak mau turun sama sekali, dia malu dan akan dicerca timnya tentu saja, tapi bagaimana lagi, cukup dia akan menjawab kau relanya suami itu relanya Tuhan, derajat dan kesucian wanita diukur dari kepatuhannya yang begini.

"Ica."

"Hem?"

"Cium Ica!"

"Hah?" menoleh ke kanan dan kiri, kan tidak lucu kalau ada yang curiga sekalipun kaca mobil ini gelap. "Gi, sekarang?" mau menolak, tapi nanti lebih lama.

Gio mengangguk, dia sudah mengulurkan tangannya, meraih dan mendekatkan wajah mereka, lalu terjadilah apa yang Gio mau.

Selepas itu Lisa berjalan terseok-seok menuju ruangannya, dia sudah lama menikah dengan suaminya itu, tapi apa yang Gio lakukan setiap harinya selalu menjadi hal yang mengejutkan bagi dada dan hati Lisa.

Pagi ini, mereka berciuman, itu sudah sering sekali, nyatanya Lisa masih gemetar.

"Sayang sama Ica, aku tidak bisa membayangkan waktu nanti kamu tahu bedebah itu datang bersama siapa, Ica. Eheheheheh, kenapa harus jadi duda dulu sih buat menikah sama kamu, Ica? Riwayatku jadi jelek, kan kalau begini ... tapi, kalau kondisiku tidak duda, pasti aku tak akan ditemukan denganmu. Ica, love you." gumam Gio dalam hati, dia senang sekali pagi ini.

***

"Ahahahahah, kamu mau aku sujud di depannya ratusan kali juga tidak akan mengubahnya, matahari saja tidak bisa, kamu sama yang lain saja yang menyambut, aku ada di barisan sudut saja, tak masalah juga, kan." Lisa putuskan berdiri sendiri setelah barisan tim selesai.

Bagaimana bisa dia memakai baju kerja dengan warna yang satu tim dari beberapa tim pekerja tidak ada yang sama, dia dan Renata sampai bingung berlarian mencari yang sama, hasilnya nihil.

Mau tidak mau ya itulah yang harus Lisa lewati, demi kepatuhannya pada sang suami dan dia tak akan membuat dosa besar dalam dirinya. Lisa berbaris, dia berada di paling ujung sebelum barisan itu habis, seperti ketua tim yang tak punya tim sama sekali.

Bajunya yang berwarna coklat muda sontak menarik perhatian, begitu barisan direksi lewat dan disusul oleh bos muda bernama Andreas itu, semua dibuat tercengang oleh kehadirannya, perhatian tertuju padanya, semua bahkan lupa kalau memberikan hormat itu harus menunduk dan sedikit membungkuk.

Dan, hanya Lisa yang melakukannya seorang diri.

"Jaga mata, Ica. Aku akan marah kalau kamu main mata atau melihat wajah bedebah itu!" Gio.

Entah bedebah yang mana dan kenapa disebut bedebah, padahal belum bertemu.

Toel, toel, toel.

Beberapa pasang sepatu berhenti tepat di depan Lisa, sedikit demi sedikit Lisa tegapkan punggungnya.

Hah?

"Ica, pakai baju kerja coklat muda saja!"

"Ica, aku ganti sebentar."

Lisa seharusnya bertanya kenapa suaminya tadi memakai jaket tebal dan besar berwarna gelap.

Ya, dia seharusnya bertanya akan hal itu.

"Apa yang ini pasanganmu?" tanya pria yang disebut bos muda Andreas itu, bukan menunjuk Lisa, melainkan pria yang ada di sampingnya, yang mendampinginya.

Pria itu mengangguk, tawa kecil lirih pun Andreas perdengarkan.

"Senang bertemu denganmu, Kakak Ipar yang manis."

Duar!!

Bos muda kita adalah adik ipar Lisa.

Bos muda kita kenal dengan Lisa.

Bos muda kita ada hubungan dengan suami Lisa.

Lisa bukan ibu rumah tangga biasa, dia punya suami yang berkelas tinggi.

Banyak gosip yang langsung menyebar luas, dari satu kepala hinggap ke kepala lainnya.

Geerrrr!!

"Kamu kenapa tidak bilang kalau kenal dengan dia, Gi?" ini gila ya, Lisa memakai baju yang senada dengan Gio.

Bagus sih, romantis, sangat diidamkan bisa ke luar dengan baju couple begitu bersama pasangan.

Tapi, kan ... ini jatuhnya mencekik posisi pekerja, mereka sampai ada yang mematung loh bertemu Lisa, takut ada salah terus dia bisa terancam.

"Ak-"

"Kakak Ipar, kemarilah!"

Sial, dia bahkan mendapatkan cengiran dari Gio, dia mau mengomel, dan jangan memanggil dengan sebutan itu, Lisa geregetan sumpah.

"Ica, ayo masuk!"

"Tidak mau, kamu saja. Aku di sini itu pekerja, bukan orang penting!" balasnya menolak dengan nada rengekan, mau membentak, dia takut sendiri.

Gio dekati, dia tautkan jemarinya, sudah jauh dari keramaian.

"Masuk, Ica. Ada aku, pria itu tidak mungkin berani menggodamu, ayo!"

Siapa juga yang takut digoda, berkeinginan digoda saja tidak, ya ampun.

"Kakak ipar, masuk!"

Astaga, iya-iya.