webnovel

Dendam

Kondisi Reina kini membaik, Reina kembali seperti biasa dan hari ini Reina pergi menemui Ayah juga adiknya, karena sudah lama mereka tidak bertemu. Begitu Theo pergi ke kantor, Reina pun pergi ke mansion keluarganya.

"Kak Reina."

"Reina sayang."

"Ayah, Nathan." Reina memeluk Ayah juga adiknya bergantian.

"Kak Reina kenapa baru ke sini?"

"Kakak ke sini juga diam-diam."

"Sayang, kamu tidak boleh pergi diam-diam tanpa izin Theo," ucap Edwin.

"Gak papa Kak, jangan dengarkan Ayah," ucap Nathan.

"Heh, anak nakal."

"Ayah dan Nathan masih saja bertengkar?"

"Ini karena adik mu sangat nakal." Edwin memukul kepala Nathan.

Tak!

"Aduh Ayah sakit." Nathan mengusap kepalanya.

"Sayang, kamu harus minta izin kepada Theo jika ingin pergi."

"Iya Ayah, lain kali, aku akan meminta izin terlebih dahulu, aku ke sini hanya ingin melihat kondisi Ayah juga Nathan."

"Kami baik-baik saja sayang."

"Syukurlah, kalau begitu, aku pergi yah Ayah." Pamit Reina.

"Kak Reina, ayo aku antar." Tawar Nathan.

"Tidak perlu Nathan."

"Biarkan Nathan. mengantarmu sayang," ucap Edwin.

"Iya Kak Reina."

"Baiklah." Akhirnya Reina menerima tawaran Nathan untuk mengantarnya pulang.

"Hati-hati di jalan."

"Iya Ayah." Reina memeluk Edwin sebelum pergi.

"Nathan jangan mengebut."

"Siap bos."

Reina pulang ke mansion di antar Nathan, padahal, tadi niat Reina ingin berlama-lama bersama Ayah juga adiknya.

"Nathan."

"Iya Kak Reina."

"Bisa kita mampir dulu sebentar?"

"Tentu, Kakak mau kemana?"

"Ke taman, sudah lama kita tidak ke sana."

"Baik Nyonya Nicholas." Reina cemberut, melihat ekspresi kakaknya, Nathan tau ada yang tidak beres.

"Kak Reina kenapa?"

"Tidak apa."

"Kakak bohong." Nathan mengenali kakaknya dengan baik, jadi dia tau bagaimana kakaknya ini.

Nathan menghentikan mobilnya begitu mereka sampai di taman, ini adalah taman yang sering mereka kunjungi.

"Rindu banget suasana di sini." Reina segera duduk di salah satu kursi.

"Kak Reina." Nathan memulai percakapan.

"Iya."

"Kak Reina ada masalah yah?"

"Tidak, ouh iya, Ayah sempat bilang katanya kamu jalan sama seorang gadis." Reina mengubah topik.

"Iya, aku mengajaknya ke itaewon menggunakan kendaraan umum."

"Kamu gak modal banget pakai kendaraan umum." Ledek Reina sambil tertawa.

"Dia aja suka, kenapa Kak Reina sewot?"

"Ya seharusnya kamu ajak dia pakai mobil pribadi."

"Maunya sih gitu, tapi pakai kendaraan umum lebih berkesan, ya ada jeleknya juga." Jelas Nathan.

"Siapa namanya?" tanya Reina penasaran dengan gadis yang dekat dengan adiknya.

"Inisialnya dari huruf S."

"Sindy?"

"Bukan, pokoknya Kak Reina nanti akan tau."

Nathan tidak sengaja melihat lebam di tangan Reina, "Kak Reina." Nathan memegang tangan Reina.

"Nathan." Reina menutupi tangannya.

"Jelaskan apa ini Kak?"

"Nathan, ini hanya lebam biasa."

"Kak Reina." Nathan butuh penjelasan.

"Baik, Kakak akan cerita, tapi kamu janji yah tidak akan menceritakan ini kepada siapapun." Jika sudah begini, maka Reina akan menjelaskannya kepada Nathan.

"Iya aku janji."

Reina mulai menceritakan awal mula begitu dia sudah menikah dengan Theo, sikap Theo yang berubah dan bagaimana Theo sering memaksa Reina untuk melakukan kewajibannya.

"Dasar brengsek." Nathan berdiri lalu berteriak, suara Nathan membuat orang-orang di sekitar menatapnya dengan tatapan aneh.

"Nathan duduk, malu dilihat yang lain." Nathan kembali duduk, lalu menatap Reina sedih.

"Sudah aku duga Kak, dia bukan pria baik, coba saja Ayah dan Kak Reina waktu itu mendengarkan apa yang aku katakan." Nathan dari awal memang tidak suka dengan sikap Theo.

"Kak Reina, lalu bagaimana? apa yang akan Kakak lakukan?"

"Kakak tidak tau." Reina menunduk.

"kak Reina, aku akan membantumu, kalau perlu akau akan menghabisinya." Ucap Nathan menggebu.

"Jangan Nathan."

"Lalu, apa Kakak mau terus menderita?"

Reina menatap Nathan sedih, "Nathan, tapi Mommy juga adiknya Theo begitu menyayangi Kakak."

"Jika mereka sayang, kenapa mereka tidak membela Kakak?" Tanya Nathan sedikit emosi.

"Itu karena mereka tidak tau, dan Kakak juga tidak menceritakannya," bela Reina.

"Kakak kembali lah ke rumah." Pinta Nathan.

"Tidak bisa." Reina menggelengkan kepalanya.

"Aku tidak ingin Kak Reina terluka."

"Kamu cukup jaga saja rahasia ini."

Nathan mengepalkan tangannya sampai memutih, "Aku akan membalas penderitaan Kakak kepadanya."

"Nathan jangan."

"Kalau perlu, aku akan merusak adiknya, dengan begitu dia akan tau bagaimana rasa sakit yang aku rasakan," batin Nathan.

Setelah Nathan sudah tenang, "Nathan, ayo pulang." Ajak Reina.

"Ayo Kak."

"Aku ingin lihat adiknya itu." batin Nathan.

Reina dan Nathan kembali ke mobil, Nathan pun menyalakan mobilnya dan melanjutkannya ke arah mansion Nicholas.

Tak lama, Reina dan Nathan tiba di mansion keluarga Nicholas.

"Nathan, ayo masuk."

"Iya Kak Reina."

Begitu mereka masuk, Adya langsung menyambut kedatangan mereka.

"Selamat siang Mommy Adya."

"Nathan, ayo duduk sayang."

"Iya Mommy." Mereka duduk di sofa ruang tengah.

"Kalian datang berdua?"

"Iya Mommy, Nathan tadinya hanya mengantar saja." Jelas Nathan.

"Kamu harus sering-sering main ke sini."

"Tentu Mommy."

"Dimana adiknya itu." Batin Nathan sambil memperhatikan sekitar.

"Mommy." Suara Safira mengalihkan perhatian mereka bertiga.

"Ouh ada tamu." Safira berucap begitu melihat ada orang lain.

Nathan terkejut melihat kehadiran Safira, "Safira," ucap Nathan.

"Loh, Kak Nathan." Safira juga ikut terkejut melihat kehadiran Nathan.

"Kalian saling mengenal?" tanya Adya

"Dia teman yang aku ceritakan itu loh Mommy, Kak Reina." Jelas Safira.

"Ahh jadi ini." Reina tersenyum melihat Nathan dan Safira bergantian.

"Nathan ini Safira, adiknya Theo." Adya memperkenalkan Safira.

"Apa-apaan ini," batin Nathan.

"Dan Safira."

"Dia adiknya Kak Reina, benar?" tanya Safira.

"Benar sekali sayang."

"Wah, sekarang aku percaya dengan pribahasa kalau dunia itu sempit." Safira membuat Reina dan Adya tersenyum, kecuali dengan Nathan.

Nathan bingung harus apa sekarang.

"Kak Nathan." Safira duduk bersama dengan Nathan, karena Adya duduk bersama Reina.

"Iya."

"Mau minum apa?" tanya Safira kepada Nathan.

"Reina sayang, ayo bantu Mommy di kebun." Ajak Adya.

"Ayo Mommy."

"Mommy dan Kak Reina mau kemana?" Tanya Safira begitu Reina dan Adya bangkit dari tempat duduknya.

"Kamu temani Nathan saja di sini." Adya dan Reina pergi meninggalkan Safira dan Nathan.

"Kak Nathan."

"Iya."

"Kenapa, apa Kakak sedang sakit?" Safira jelas merasakan perubahan sikap Nathan.

"Tidak, aku hanya tidak menyangka bisa ketemu kamu di sini."

"Aku juga baru tau kalau adiknya Kak Reina adalah Kak Nathan, pantas saja aku merasa hapal dengan nama Kakak, bukan kah itu lucu Kak?" Tanya Safira sambil tersenyum.

"Emm."

Mereka terdiam beberapa untuk saat, sampai, Nathan berdiri dan berpamitan untuk pulang.

"Safira, aku pamit."

"Kenapa cepat sekali?"

"Aku ada urusan, sampaikan salam kepada Mommy juga Kak Reina."

"Oke, mau aku antar?"

"Tidak." Nathan langsung pergi dari mansion Nicholas.

"Kak Nathan kenapa?" Safira makin bingung dengan sikap Nathan.

Begitu Nathan keluar dari mansion keluarga Nicholas, Nathan segera masuk ke dalam mobilnya dan meninggalkan mansion.

Nathan menyetir sambil memikirkan kejadian tadi.

"Kenapa harus Safira yang menjadi adik dari si brengsek itu?" Nathan memukul stir kemudi.

Nathan benar-benar tidak terima, padahal tekadnya sudah bulat untuk membalaskan dendam lewat adiknya Theo, namun saat tau jika Safira adalah adik Theo, tekad Nathan pudar.

Nathan mana berani merusak gadis yang sudah berhasil mengambil hatinya, jika demikian, sepertinya Nathan akan mundur dan mencoba untuk menghapus rasa cintanya sebelum semuanya terlambat, ataukah Nathan harus menjalan rencananya itu, Nathan bimbang.