Seorang wanita menatap pantulan dirinya di cermin yang berbalut gaun malam berwarna merah muda dengan riasan sederhana, seulas senyum manis ia tebar di hari yang bahagia ini. Pagi tadi Hanindiya Putri atau yang biasa di panggil Diya telah resmi menjadi istri lelaki yang sangat dicintainya, Adi Ardiansyah, dengan lantang lelaki itu mengucapkan ijab kabul di depan penghulu. Rasa bahagia kini memenuhi hatinya, keinginan yang telah lama ia perjuangkan menjadi kenyataan. Tiga tahun dia dan Adi merajut kasih hingga akhirnya bisa sampai berada di posisi itu.
Setelah resepsi selesai, Adi pamit untuk menemui klien, ini tak masuk akal seharusnya kliennya tahu kan kalau hari ini adalah hari pernikahan Adi. Tetapi kenapa ia igin bertemu di malam pengantin yang seharusnya di habiskan oleh kedua mempelainya? Pertanyaan-pertanyaan itu memenuhi otak Diya , di tambah hingga pukul satu dini hari suaminya belum menampakan batang hidungnya.
"Apa ia lupa dengan tugasnya? Apa ia melupakanku dan ranjang pengantin ini?" ucapnya dalam hati
Pikiran kotor terus memenuhi otaknya, sekuat apapun Diya menepisnya tetap saja ia tak bisa berpikir positif. Tak lama terdengar suara mesin mobil berhenti tepat di halaman rumah, hati Diya pun bahagia karena orang yang dinanti datang juga. Diya beranjak dari ranjang menuju meja rias untuk merapikan penampilannya. Tak lupa ia meraih kardigan panjang untuk menutup gaun malamnya yang seksi itu. Dengan perasan bahagia Diya berjalan menuruni tangga, tetapi ada yang aneh saat ia sampai di ruang tamu. Beberapa orang yang tak di kenal tengah berbicara serius dengan kedua orang tuanya, dan samar-samar Diya mendengar mereka mengucapkan nama Adi. Diya mempercepat langkahnya menghampiri mereka.
"Apa yang kalian katakan itu benar? Mungkin kalian salah orang, banyak yang namanya Adi di komplek sini," ujar Ayah Diya pada mereka.
"Tapi dari alamat yang tertera di KTP ini benar ini alamatanya, Pak," jelas mereka sambil menyodorkan KTP ke arah Ayah Diya.
"Dan sebaiknya kalian cepat ke rumah sakit, kondisi, Pak Adi sangat kritis sedang istrinya sudah meninggal dunia. Yang sabar ya pak," ucap salah satu dari mereka.
"Apa? Istri? Darimana kalian tahu jika wanita itu istrinya?" tanya Ayah dengan emosi. Jelas saja karena istri Adi ada di rumah.
"Dia sedang hamil, dan kami kira itu adalah istrinya," jelas mereka lagi.
Waktu seakan berhenti saat lelaki itu mengucapkan kalimat itu. Kabar itu bagikan petir yang menyambar tubuh Diya. Seketika tubuh Dia mematung, ingin rasanya ia berteriak sekencang-kencangnya dan tak mempercayai kabar ini.
"Istri?" lirih Diya.
"Diya."
Kedua orang tua Diya terkejut saat mengetahui putri mereka ada di sana.
"Kalau begitu ayo kita kerumah sakit, kita harus meluruskan semua ini, Diya ... ayo, Nak!"
Tanpa menunggu waktu mereka segera bergegas menuju rumah sakit. Diya dan keluarga menunggu di depan ruangan tempat Adi di periksa. Tak lama seorang dokter keluar dari ruangan itu.
"Bagaimana keadaan suamiku dok?" tanyaku tak sabar.
"Kondisinya sangat kritis, Nyonya," jelas Dokter itu.
"Apa aku boleh menemuinya?" tanyaku pada Dokter itu.
"Boleh, tapi hanya, Anda."
Diya mengangguk, dan segera masuk keruangan di mana Adi terbaring lemah di ranjang yang tak seharusnya ia tempati. Ya, seharusnya malam ini mereka berada di ranjang pengantin yang sudah di hiasi ratusan kelopak bunga mawar dan saling menyaluran cinta. Namun, kini semua tak berjalan seperti yang di inginkan. Diya mendekat ke arah suaminya, di usap wajah sang suami dengan lembut. Sekuat tenaga ia menahan agar air matanya tak jatuh menetes.
Mata Adi terbuka meski hanya sedikit, ia seperti ingin mengucapkan sesuatu pada Diya.
"Mo-mobil," ucapnya terbata dan sangat lirih.
"Ada apa dengan mobil, Mas?" Diya memegang tangannya berusaha menguatkan suaminya.
Suara alat yang yang menampilakan detak jantung Adi tiba-tiba menampilkan garis lurus dengan bunyi yang begitu nyaring. Diya pun panik, ia berteriak memanggil perawat di sana. Dokter dan juga perawat berlari ke arah Adi, Dokter dan perawat segera melakukan tindakan untuk menyelamatkan nyawa Adi. Akan tetapi wajah mereka terlihat pasrah saat alat itu tak lagi menampilkan detak jantung Adi. Hanya garis lurus yang begitu jelas di sana, yang setahu Diya menadakan jika tak ada lagi detak jantung. Seketika tubuh pengantin baru itu ambruk ke lantai, tulangnya seakan melunak dan tak bisa menopang berat tubuhnya. Air mata yang ditahan sedari tadi tak bisa lagi di bendung. Malam pengantinnya kimi berganti menjadi malam kehancuran baginya. Bahkan di malam ini ia belum tersentuh oleh suaminya. Mulai malam ini Diya resmi menyandang status janda.
"Nyonya, maaf kami tak bisa menyelamatkan nyawa suami, Anda sabarlah, Nyonya," Dokter berusaha memberi Diya kekuatan.
Diya terus menangis saat harus menerina kenyataan yang tak ingin ia dengar. Keluarga pun mulai berdatangan dan mereka berusaha membuat Diya tabah menerima semua ini. Dalam sedihnya ia mengingat kata terakhir Adi, tanpa berpamitan Diya segera bergegas ke tempat di mana mobil Adi berada. Dengan informasi dari Polisi yang datang ke rumah sakit ia pun langsung menuju ke sana. Sesampainya di sana Diya berlari ke arah mobil berwarna silver itu. Dengan izin dari polisi Diya memeriksa isi mobil. Hatinya seakan di hantam batu yang begitu besar, hingga ia kesulitan untuk bernapas. Air matanya kembali menetes dengan sendirinya. Sebuah buku nikah dan beberapa foto pernikahan tersimpan rapi di sebuah tas kecil yang berada di bangku belakang mobil Adi. Diya tak sanggup lagi melihat semua ini. Ternyata Adi sudah menikahi wanita lain sebelum menikahinya, dan wanita itu sedang hamil.
"Apa maksudmu, Mas?" tanya Diya pada foto Adi yang tengah bersanding dengan wanita yang di temukan bersama Adi dalam mobil saat kecelakaan itu terjadi
Diya tak kuasa lagi menahan kesedihannya, ternyata selama ini lelaki yang ia cintai telah menjadi suami orang lain. Malam yang seharusnya penuh cinta kini berubah penuh kehancuran yang dirasakan.
"Aku telah menjadi orang ketiga di rumah tangga mereka. Cinta yang selama ini aku pikir hanya untukku ternyata salah," lirih Diya.
Dengan langkah gontai ia pulang ke rumahnya, Diya terus berjalan melewati keluarganya yang sedang berkumpul di ruang tamu. Mereka sedang membicarakan tentang pemakaman Adi. Namun, Diya sama sekali tak tertarik untuk ikut membahasnya.
"Diya," panggil Ayahnya.
"Ya," jawab Diya singkat.
"Nak, kami sedang membicarakan pemakaman suamimu," beritahu Ayah.
"Tapi aku tak tertarik dengan semua Itu." Diya kembali melangkah menaiki tangga.
"Diya, Adi suamimu!" teriak Ayah.
"Sekarang bukan lagi, dan ya aku ingin memberitahu kalian semua. Ternyata, Adi sudah menikah terlebih dahulu dengan wanita lain." terang diya.
"Dari mana kau tahu, Nak?"
"Dia sendiri yang mengatakan padaku.
Bersambung....