webnovel

stuck with yours love

Hi perkenalkan, aku Arnita perempuan yang terlahir dari keluarga sederhana tapi penuh kebahagian. Sampai pada suatu hari, ayah ibu ku meninggal dalam kecelakaan, dan adik tiri ibuku yang mengatakan akan mengurusku, tiba-tiba menjual semua aset keluargaku termasuk rumah yang aku tinggalkan. Dengan berbekal uang yang tidak seberapa aku dititipkan pada rumah yatim piatu, yang tidak jauh dari tempat tinggalku. aku beruntung karena Tuhan masih sayang padaku, pemilik yayasan yatim piatu itu tidak memiliki anak hingga aku di urus nya sampai dewasa. Keberuntungan aku tidak hanya sampai disitu, aku sekarang sudah menikah dengan anak bos yang kebetulan donatur tetap yayasan yatim piatu tempat aku dibesarkan. Bukan tanpa sengaja aku menikah dengannya tapi atas dasar cinta yang akhirnya tumbuh dihati kami. Bryan pria berwajah cantik karena wajahnya lebih mirip ibunya dari pada ayahnya.

rachma_akbari · Thành thị
Không đủ số lượng người đọc
282 Chs

Past. 6 Hari Pertama dikantor

Aku terbangun dari tidurku, kulihat jam sudah menunjukan pukul 4 pagi. Perlahan aku turun dari tempat tidurku, berharap Bryan tidak terbangun. Hari ini kami sudah mulai masuk kerja kembali setelah seminggu meninggalkan kegiatan kantor dan aku sengaja memilih tidur lebih awal karena aku tidak mau kesiangan untuk berangkat kekantor, walaupun suamiku pemilik perusahaan bukan berarti aku bisa suka-suka dalam bekerja, terlebih lagi Bryan menolak menggantikan aku dengan sekretaris yang lain.

"kamu tidak mencari pengganti Nita untuk menjadi Sekretarismu, Bryan?" waktu itu mamanya bertanya pada Bryan.

"Tidak ada niatan aku buat menggantikan posisi Arnita dikantor Mam, tapi mungkin aku akan memintanya untuk menambah Assistennya agar dia tidak perlu mengerjakan pekerjaan ringan sendiri," aku hanya memandang Bryan.

"Ya sudah terserah kamu, yang penting Mama tidak mau Mantu Mama kecapaian," Mama Bryan mengusap-usap punggung tanganku.

"Tidak perlu khawatir Mam, kalau lelah saya akan bilang pada Bryan Mam," aku berusaha menghentikan pertengkaran kecil antara ibu dan anak sementara Papah Hermawan hanya tersenyum melihat pembicaraan kami.

"Pagi sayang," Bryan mencium pipiku, aku melihatnya sudah memakai pakaian kerja yang aku sudah siapkan. sementara aku sedang menyiapkan sarapan pagi untuknya.

"Eehmmm roti coklat panggang buatan mu memang enak," Bryan kemudian menghirup kopi hitam yang aku buat, sementara aku sarapan secangkir teh dan roti yang sama dengan yang Bryan makan, isi coklat walaupun aku sebenarnya lebih suka isi selai kacang karena tidak ada, aku akhirnya menaruh selai yang sama dengan yang Bryan makan. Deringan telepon terdengar dari ponselku.

"Ya Pak? kami sedang siap-siap," aku mengangkat telepon dari Eko salah satu supir kantor yang biasa menjemput aku jika akan kekantor dulu.

"Siapa?" Bryan meneguk kopi sisa didalam gelasnya.

"Pak Eko, " aku lalu menaruh tas laptop Bryan di meja dan beberapa berkas dalam goodie bag, karena selama cuti kemarin banyak dokumen yang harus diperbaiki dan dirapikan kembali.

Tak lama bel berbunyi.

"Masuk Pak, " aku membukakan pintu.

"Selain tas Bapak, itu yang ditas biru tolong dibawa juga ya pak," aku menunjuk goodie bag yang berisi berkas pada pak Eko.

"Baik bu, ada lagi yang bisa saya bawa?" Pak Eko lalu mengambil tas Bryan dan tas biru yang aku perintahkan.

"Sebentar aku tanyakan Bapak dulu, siapa tau masih ada yang hendak dia bawa?" aku masuk keruang kerja Bryan aku lihat dia masih membuka map hijau bercap logo

perusahaan.

"Ada lagi yang mau dibawa kekantor Sayang? biar sekalian Pak Eko bawakan kebawah," aku berjalan kearahnya, kulihat dia belum memakai dasi yang tadi aku siapkan tergeletak di sofa coklat dekat meja kerjanya.

"Sepertinya sudah tidak ada lagi? ayo kita berangkat," Bryan memeluk pundakku.

"Kamu gak pakai dasi?" mataku melihat kearah dasi yang teronggok dikursi.

"Ya ampun sampai lupa, terimakasih ya sudah diingatkan," Bryan lalu mengambil dasi yang aku tunjukan tadi lalu memakainya.

"Sini aku bantu," Aku langsung membantu Bryan menggunakan dasi, ini bukan pertama kali aku memasangkan dasi pada Bryan, dulu sebelum dia melamarku, tidak jarang Bryan memintaku untuk memasangkan dasi atau video call untuk membantu memilihkan dasi yang akan dia pakai agar sesuai dengan baju yang dia pakai.

"Terima kasih sayang," Bryan mengecup keningku setelah aku selesai memasangkan dasi padanya lalu kami keluar dari ruangan kerjanya.

***

aku berjalan masuk menuju meja sekretaris ternyata mejaku sudah tidak ada di gantikan dengan beberapa meja untuk team kesekretariatan. ketika mereka melihat kehadiranku langsung mereka berdiri dan memberi hormat, jujur aku tidak suka diperlakukan seperti ini, dirumah aku adalah istri Bryan tapi dikantor tetap saja aku sekretarisnya karena belum ada SK untuk memindahkan atau mengganti jabatanku, dengan bingung aku masuk keruangan Bryan tanpa mengetuk terlebih dahulu. aku tadi memamg berpisah dengan Bryan ketika keluar dari lift karena aku kebelet untuk pipis.

"Bangku kerja aku dimana? kok didepan sudah berubah fungsi," aku masih bingung karena Bryan tidak mengatakan apa-apa tentang perubahan itu. Bryan tersenyum memandangku, dia menunjukan sebuah meja lumayan besar tidak jauh dari hadapan meja Bryan dan memindahkan meja meeting oval diruangan Bryan kesisi yang lain.

"Kenapa dipindah?" aku bertanya begitu kulihat wajah Bryan yang sedang duduk dimeja kerjanya. Bryan menengadahkan kepalanya tanpa berkata apa-apa kemudian kembali dengan kesibuknya, tak lama seseorang mengetuk ruangan Bryan.

"Masuk!" jawabku dengan Bryan bersamaan bedanya nada ku agak sedikit tinggi.

"Pagi Bu, Pak?," lalu ia mendekati meja Bryan dia membawa map Biru dan diberikan pada Bryan hal yang belum pernah dilakukan oleh siapapun selama aku jadi sekretaris, semua surat pasti lewat aku dan sejak kapan aku dilewati. aku hanya memandangi.

"Ini pak berkas yang Bapak minta," dia menaruh berkas diatas meja Bryan.

"Ya" Bryan menjawab singkat tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop.

"Ohhh jadi aku sudah diperlukan lagi" aku melempar tas ku disofa lalu pergi keluar dari ruangan Bryan, aku sempat mendengar panggilan Bryan padaku tapi aku tetap keluar, jujur aku tidak suka dengan ini. Apakah harus berubah setelah aku menikah dan bukankah Bryan juga bilang tidak akan menggantikan posisiku, kenapa dia merubah tanpa mengatakan apa-apa padaku. aku berjalanan menuju Lift tanpa memperdulikan panggilan dan sapaan orang-orang padaku. aku bingung mau kemana namun tapi rasa kesal dan sedih membuatku lebih memilih keluar kantor sendiri dengan hanya membawa dompet. ponsel aku simpan didalam tas yang aku lempar disofa diruangan Bryan.

sepertinya shoping bisa membuatku lebih nyaman aku kemudian menghentikan sebuah taksi dan menaikinya, hari ini aku menggunakan hill yang tidak terlalu tinggi 7cm namun membuat ku lumayan merasa pegal maklum aku sudah lama tidak pernah berjalan kaki dengan menggunakan hill.

kulihat jam baru jam 9.30 sementara pusat perbelanjaan buka jam 10 berarti aku harus menunggu 30 menit lagi, aku melihat didepan pusat perbelanjaan ada sebuah coffee bar tampaknya sudah buka aku coba masuk dan kulihat ada beberapa orang yang sudah duduk-duduk mungkin memang ingin meminum kopi atau juga sama seperti aku menunggu pusat perbelanjaan buka.

"Americano ice," aku berdiri di depan kasir memesan minuman, selain mengusir kantuk juga menghilangkan kekesalanku hari ini jika ingat kejadian pagi tadi membuatku kesal, bagaimana Bryan memindahkan meja kerjaku seenak nya sendiri tanpa meminta pendapatku terlebih dahulu, belum lagi urusan pekerjaan yang biasanya aku kerjakan, kenapa bisa-bisanya dia serahkan ke yang lain, apa biar bisa melihat perempuan lain, iya dia bos dan pemilik perusahaan tapi semua kan ada SOP nya, tidak bisa main pindah sesuka hati, aku istrinya bukan berarti dia bisa melakukan sekehandak hatinya. Padahal ketika Mama menawarkan agar aku berhenti menjadi Sekertarisnya dan menangani bagian lain, jelas-jelas dia menolak.

"Mba Nita," seseorang memanggilku sambil mengangkat kopi pesanan ku, aku menghampirinya.

"Terima kasih Mas," aku mengambil kopi pesananku lalu duduk di kursi kosong mirip minibar, kalau saja aku bawa ponsel paling tidak aku tidak seperti ini, bengang bengong tidak jelas, tapi ada untungnya juga dengan demikian aku juga gak bakal diganggu. Terserah Bryan mencariku atau tidak, yang pasti aku sudah terlanjur kesal, seharusnya dia tidak mengambil keputusan sendiri, paling tidak menginformasikan terlebih dahulu. pikirku dalam hati , mengingat-ingat kejadian itu membuatku Hanya semakin kesal.

Aku menghirup ice americano, yang aku pesan tanpa gula adalah favoritku sejak dulu.

"Nita," sesorang menghampiriku lalu berdiri tepat didepan meja dimana aku duduk.

"Kamu Arnita kan, anak SMA Berjaya?" dia kembali bertanya padaku mungkin untuk meyakinkan dirinya agar tidak salah orang.

"Iya betul, anda siapa?" tanyaku masih bingung.

"Aku Lukas teman sekelasmu, ya aku memang tidak sepopuler Adri dan Yosi jadi wajarlah kalau kamu lupa Nit, " ia berkata sambil tersenyum, aku memang dulu miliki teman bernama Lukas ketika SMA dulu, tapi seingatku dia berbadan kurus seperti lidi yang kalau ditiup angin mungkin akan terbawa terbang, selain itu juga berkaca mata dan kulit nya lebih kesawo matang nyaris busuk malah, tapi pria yang berdiri didepanku ini berbeda kulit bersih walau tidak putih dengan berkaca mata dia menyesuaikan dengan bentuk muka nya yang berbentuk oval dan berbadan tegak, jadi dia Lucas yang mana dalam hatiku.

"Oooh iya aku ingat yang duduknya dengan Ivan situkang tidurkan?" kataku berusaha meyakinkan.

"Tidak, aku duduk dengan Daniel dahulu," Lukas mengingatkanku, berarti dia lukas yang aku kenal teman SMA dulu. Aku sengajak menjebaknya agar aku lebih yakin dan tidak akan tertipu pikirku.

" kamu sendiri ngapain disini, cuci mata?" Tanyaku aku heran jika ada laki- Laki jam segini sudah berada dilingkungan perbelanjaan seperti ini.

"Tidak, kebetulan aku bekerja dipusat perbelanjaan ini, tapi karena aku mengantuk makanya aku pergi kesini untuk membeli Kopi, siapa tau bisa menghilangkan kantuk walaupun terkadang tidak berpengaruh juga," jawabnya sambil tersenyum memperlihatkan giginya yang rapi, tak lama seseorang memanggil namanya sambil menunjukan kopi pesanannya.

"Aku permisi dulu ya Nit, eh aku boleh tau nomer telepon mu?" tanyanya dengan nada sedikit ragu.

"Ponselku tertinggal, ini ada kartu namaku," aku menyerahkan kartu nama yang dulu ketika aku masih sebagai HRD toh yang penting nomer ponselnya tidak berganti.

"Okey, kalau gitu aku permisi dulu, takut dicari bos " Lucas meninggalkanku setelah kami bersalaman.