webnovel

10. kurang singkron

"Bim, a-ku hanya bercanda kok. Kamu tahu! Sudah sejak dulu, aku sudah naksir kepadamu, aku mencintaimu diam-diam, dan itu berlangsung selama bertahun-tahun." Sedihnya.

"Aku tahu betul, saat itu kamu sudah memiliki kekasih, bernama Keren. Aku tahu itu dan aku sadar, aku tidak mungkin akan memilikimu. Tapi, Bim. Keren sudah menikah. Dia sudah meraih kebahagiaannya dengan pria lain. Bisakah kali ini, kamu memandangku sekejap saja? Bisakah kamu mempercayai aku dan cintaku yang telah ku pupuk bertahun-tahun lamanya kepadamu?" Silvi mulai menangis terisak-isak.

Bimo menatap putri bosnya yang sedang menangisinya. Ada rasa iba yang tiba-tiba muncul dari dalam dirinya. Dia pun meraih tubuh Silvi ke dalam pelukannya.

"Maafkan aku, Silvi. Aku telah melakukan kesalahan kepadamu. Tolong beri aku kesempatan untuk mulai belajar mencintaimu." Ucap Bimo dari kesungguhan hatinya.

Diam-diam Silvi tersenyum.

"Ternyata sandiwaraku berhasil juga. Aku harus bisa secepatnya menguasaimu, Bimo. Aku tidak akan membiarkan kamu, memikirkan wanita itu lagi." Ujarnya di dalam hati.

Silvi melangkah keluar dari ruangan Bimo dengan perasaan bahagia.

Dia pun melangkah menuju ke ruang pribadi ayahnya.

"Silvi, kamu ngapain ke sini?" Sang ayah yang sedang bercumbu dengan sekretarisnya, terpaksa menghentikan kegiatannya.

Sekretaris itu menatap tidak senang ke arah Silvi. Merasa keberatan karena Silvi datang mengganggu acara mereka.

"Papa! Papa kapan sih bisa berubah?" Kesal Silvi.

"Papa hanya bermain-main saja dengannya. Kamu ngapain ke sini?" Tanya sang ayah lagi.

"Tapi setidaknya Papa hargai, almarhum Mama! Stop main perempuan! Pilih salah satu dari mereka, dan jadikan istri baru Papa." Kesal Silvi kepada ayahnya.

"Tidak ada yang bisa menggantikan posisi Mamamu di hati Papa. Sudah, Papa tidak mau membahasnya lagi. Kamu ngapain ke sini? Dari tadi papa nanyain, kamu malah tidak menjawabnya." Seru Tuan Ari kepada anaknya.

"Aku dari ruangan Bimo."

"Oh ya? Bagaimana rencana pernikahan kalian? Apakah semua sudah dipersiapkan?" Tanya sang ayah.

"Soal pernikahan. Semua sudah clear. Hanya saja, ada satu hal yang mengganjal dipikiranku saat ini, Pa."

"Apakah itu?" Tanya Tuan Ari penasaran.

Silvi segera memberikan amplop coklat berisi beberapa foto kebersamaan Bimo dan Keren.

Tuan Ari menatap lekat-lekat foto itu.

Bukannya kaget dengan foto yang menampilkan Bimo bersama wanita lain, selain Silvi anaknya.

Tuan Ari malah fokus menatap wajah Keren yang mengingatkan dirinya kepada seseorang di masa lalunya.

"Wanita ini siapa?" Tanya sang ayah.

"Coba Papa tatap lekat-lekat foto itu." Ucapnya lagi.

"Kalau ini, sudah jelas Bimo. Tapi siapakah perempuan ini? Apakah kamu mengenalnya?" Tanya sang ayah lagi.

"Ya ampun Papa! Kok Papa jadi tulalit gitu sih?" Kesal Silvi.

"Tapi Papa berkata jujur Silvi. Papa hanya mengenal Bimo di foto itu. Sedangkan gadis itu, Papa tidak kenal sama sekali. Jadi wajar dong, jika Papa bertanya kepadamu." Cecar sang ayah.

"Menurut Papa, ada yang aneh nggak di foto itu?" Silvi malah balik bertanya.

Tuan Ari, kembali melihat foto itu dan menurutnya tidak ada yang aneh di foto itu. Dia bahkan memuji kecantikan wanita yang ada di dalam foto itu.

"Menurut Papa, tidak ada yang aneh di foto ini. Hanya saja, menurut Papa, Bimo kurang singkron berfoto dengan sang wanita." Sergah sang ayah.

"Kurang singkron? Maksud Papa, apa?" Tanya Silvi semakin bingung dengan sikap sang ayah, yang tidak dapat menarik kesimpulan dengan foto-foto yang dia berikan itu.

"Yap, kurang singkron. Wajah Bimo yang pas-pasan sangat tidak cocok bersanding difoto, dengan wanita cantik ini." Puji Tuan Ari menilai wajah Keren yang memang sangat cantik.

"Papa! Perempuan itu mantan kekasih Bimo!" Sela Silvi.

"Apa? Beruntungnya Bimo pernah pacaran dengannya." Sahut sang ayah.

"Papa kok malah memujinya? Dasar mata keranjang!" Kesalnya kepada Tuan Ari.

"Silvi, kamu kok malah mengatakan jika Papa mu ini, mata keranjang sih?"

Masalahnya, gadis itu sudah menikah."

"Ya, terus? Bagus dong jika dia sudah menikah berarti kamu tidak punya saingan lagi, untuk mengejar cinta Bimo, Si anak kampung itu!"

"Papa!"

"Lho kenapa, Sayang? Memang benar kan, Bimo itu, Si anak kampung. Yang mau saja diancam dipecat jika tidak menikahimu." Seru Tuan Ari, tajam.

Sebenarnya Ayah Silvi kurang setuju dengan ide ancam-mengancam itu. Menurutnya itu tidaklah gentle. Namun demi kebahagiaan putri semata wayangnya, dia pun mengikuti saja kemauan sang putri.

"Papa, mau membantuku atau tidak sih? Kok Papa jadi tega banget sih sama aku?" Air mata sandiwara Silvi mulai beraksi lagi.

Dia tahu betul kelemahan sang ayah yang tidak mau melihatnya menangis.

"Silvi, sayang. Tolong berhentilah menangis. Papa tidak pernah sanggup melihatmu menangis. Kamu mau apa dari Papa? Sebisa mungkin Papa akan mengabulkan semua permintaanmu." Seru Tuan Ari khawatir.

Silvi semakin mendramatisir tangisannya agar sang ayah mau mengabulkan permintaannya.

"Cepat katakan sayang!" Sergah sang Ayah lagi.

Silvi menyeka air matanya lalu berkata,

"Aku mau, perempuan di dalam foto ini celaka!" Ujarnya marah.

Tuan Ari menatap tajam ke arah anaknya. Dia tidak menyangka, Silvi sang putri memiliki watak jahat seperti itu.

Namun karena Tuan Ari tidak mau melihat anaknya semakin menangis, dia pun mengabulkannya.

"Baiklah, Papa akan membantumu. Papa akan menyuruh orang suruhan Papa untuk membuat perhitungan kepada perempuan itu." Seru sang Ayah.

"Tapi, bolehkah Papa menyimpan beberapa foto ini?"

"Untuk apa?" Silvi sedikit curiga ayahnya tertarik kepada Keren.

"Ya untuk ditunjukkan kepada para anak buah Papa. Memangnya untuk apa lagi?"

Tuan Ari mencoba bersikap biasa saja agar silvi tidak curiga.

"Baiklah, Papa bisa menyimpannya." Jawab Silvi lugas, saat dia yakin ayahnya tidak akan berbuat macam-macam dengan foto itu.

Namun Silvi salah besar, sepeninggalnya dari kantor ayahnya,

Tuan Ari memerintahkan seseorang untuk menyelidiki Keren.

"Selidiki latar belakang gadis di foto ini. Saya mau informasinya dengan segera." Ucapnya kepada orang itu.

"Siap, Tuan CEO." Jawabnya lalu berlalu dari ruangan itu.

Dengan menggengam erat foto Keren, Tuan Ari bergumam,

"Siapa gadis ini? Kenapa wajahnya tidak asing bagiku? Dia sangat mirip dengan wanita pada malam itu. Tapi kenapa sorot matanya, sama dengan sorot mataku? Siapakah dia sebenarnya?" Tanyanya dalam hati.

"Dulu, sebelum menikah dengan ibunya Silvi. Tuan Ari pernah mengikuti acara reuni bersama teman-teman satu kampusnya. Saat itu, dengan sengaja dia dicekoki obat perangsang oleh teman-teman, yang membuat Tuan Ari melayang dipenuhi hawa nafsu. sampai dia meniduri seorang primadona di kampusnya.

Namun anehnya, setelah melakukan hubungan gelap itu, dia tidak sadarkan diri.

Sementara pagi harinya, Tuan Ari bangun seorang diri di atas ranjang, yang ada tetesan darah perawan wanita misterius itu.