webnovel

KESALAHAN DI PAGI HARI

"Kamu harus janji untuk membahagiakan Nasya. Aku pastikan kalian akan bercerai kalau kamu menyakitinya."

Wynn tergelak. Perceraian saja tidak pernah terlintas dalam pikirannya. Dia akan melakukan apapun untuk menjaga dan membahagiakan Nasya, wanita yang sudah berhasil merebut hatinya.

Wynn memeluk William. "Terima kasih karena sudah kembali. Kamu adalah teman terbaikku. Jangan melarikan diri lagi!"

***

Satu bulan telah berlalu.

William duduk bersama keluarganya. Mereka menyaksikan sepasang pengantin sedang mengikrarkan janji setia pernikahan di atas altar.

"Saudara Wynn Xavier, silakan mencium istri Anda," ucap Pendeta tatkala kedua mempelai berhasil mengucapkan janji pernikahan dan telah bertukar cincin.

Wynn membuka veil dan menatap wajah Nasya penuh dengan cinta. Hatinya lega karena akhirnya wanita itu sah menjadi pendamping hidupnya.

"Terima kasih karena sudah setia menemani, bersabar, dan selalu menungguku. Aku sangat mencintaimu, istriku." Bibir mereka bertemu dan semua keluarga dan tamu undangan bertepuk tangan.

William menahan gemuruh di hatinya. Dia tidak tahan melihat kebahagiaan Wynn dan Nasya dan ciuman pengantin itu membakar hatinya. William berdiri dan meninggalkan gedung. Dia sudah berusaha namun ternyata perasaan untuk Nasya masih sangat besar. Puluhan tahun dia mengharapkan wanita itu, tetapi jika bukan jodoh maka mereka tidak akan pernah bersatu.

Beatrice ingin mengejar William namun Shifa menahan tangannya. "Ini pernikahan abangmu. Jangan pergi ke mana-mana!" bisik Shifa.

Bea mengembuskan napas. Wynn akan sangat sedih jika dia pergi. Sekali lagi Bea harus memilih yang paling penting. William hanya teman sementara Wynn adalah saudara kandung yang selalu menjaganya.

Selama acara resepsi, Beatrice melihat jam tangan. Dia ingin mencari keberadaan William namun tidak mungkin meninggalkan keluarganya di pesta.

"Akhirnya," gumam Bea. Acara resepsi sudah selesai dan dia ingin segera mandi dan bertukar pakaian.

Beatrice menghubungi seorang wanita yang bekerja menjadi asistennya. "Bagaimana? Apa kamu sudah menemukannya?"

"Sudah, Nona. Tuan muda sedang ada di Beach Club."

"Terima kasih, Lis. Tolong awasi dia. Satu jam lagi aku akan ke sana."

"Baik, Nona."

Usai mandi dan menukar gaun dengan pakaian casual, Bea mengambil tas dan pergi ke basement hotel. Dia harus membawa William pulang.Sesampainya di Beach Club, Beatrice terkesiap karena seorang wanita meraba paha William yang sedang mabuk. Ketika perempuan itu ingin mencium William….

"Jangan pernah menyentuh kekasihku!" suara Bea terdengar dan dia menarik perempuan murahan tersebut.

"Ayo pulang!" Bea menarik tangan William.

"Beatrice Xavira. Kamu memang wanitaku. Kamu selalu menemukan tempat persembunyianku." William berdiri dan menjatuhkan kepalanya di bahu Bea. "Temani aku malam ini. Aku nggak bisa pulang. Aku butuh kamu karena hanya kamu yang bisa menghiburku."

Beatrice memapah tubuh William yang lebih besar darinya. Setelah duduk di dalam mobil, Bea memasang sabuk pengaman di tubuh William.

"Kenapa kamu nggak bisa dewasa, Will? Aku nggak mau kamu tersiksa seperti ini," lirih Bea saat memasang sabuk pengaman. Hatinya seperti ditindih ribuan kilogram batu setiap kali melihat William terluka.

Beatrice duduk di kursi pengemudi. Semua keluarganya pasti akan menginap di hotel dan tidak mungkin membawa William dalam keadaan mabuk. Jika dia nekat maka telinganya harus siap mendengar dan mulutnya harus siap menjawab semua pertanyaan yang muncul dari keluarga mereka.

"Aku nggak mau pulang, Bea. Aku nggak sanggup melihat mereka bermesraan," William meracau. Meskipun di bawah pengaruh alkohol namun dia tahu siapa wanita di sampingnya.

"Dasar laki-laki bodoh! Apa di dunia ini wanita hanya Nasya?" Bea menjawab dengan kesal.

Beatrice berpikir sejenak lalu dia memutuskan untuk membawa William ke hotel paling dengan club. "Aku mohon ini yang terakhir kalinya, Will. Aku nggak akan peduli lagi kalau kamu masih menyiksa dirimu hanya karena perempuan yang nggak pernah mencintaimu."

Pelayan hotel membatu Beatrice membawa William ke kamar. "Terima kasih," ucapnya ketika William sudah berbaring di ranjang.

Setelah pelayan hotel pergi, Bea melepas sepatu, jas, dan dasi William. Dia menyelimuti laki-laki itu dan membiarkannya tertidur. "Untung saja kamu sahabat Wynn dan anak dari Aunty Zelda. Kalau nggak, aku pasti akan mengabaikanmu," gumam Bea.

Esok paginya William bangun dan memijat pelipisnya yang berkedut. Dia berusaha duduk dan bersandar di atas kepala ranjang. William melihat Beatrice tertidur di sofa membuatnya tidak tega. William turun dari ranjang dan melawan rasa pusing di kepalanya. Dia mengangkat tubuh Bea dan memindahkannya ke atas ranjang.

"Kamu bangun?" tanya Will tatkala Bea membuka matanya.

"Aku masih ngantuk, Will," sahut Bea dengan suara serak. Tadi malam dia begadang karena harus memesan beberapa pakaian dari toko online. Pagi ini mereka pasti akan membutuhkan pakaian ganti.

"Tidurlah!"

William memperbaiki posisi Bea dan dia naik juga ke atas ranjang. "Kepalaku juga masih pusing."

Beatrice melihat wajah William yang berbaring di sampingnya. "Sampai kapan kamu akan seperti ini, Will?" tanyanya.

William tidak menjawab. Dia melihat wajah Beatrice dan menyadari satu hal. Wanita yang selama ini dianggap adik ternyata sangat cantik. "Terima kasih karena selalu ada untukku. Aku pasti akan hancur tanpa kamu, Bea."

Beatrice menggeser tubuhnya mendekati William. Dia membenamkan wajahnya di dada laki-laki itu. "Jangan seperti ini lagi. Aku juga ikut terluka kalau kamu sakit hati."

William mendekap erat Beatrice dan mencium puncak kepala wanita itu. Bea mendongakkan kepala dan mereka saling melihat. Tiba-tiba muncul dorongan yang sangat kuat di hati William. Dia mendekatkan bibirnya kepada Bea dan mencium bibir wanita itu.

Suasana sangat mendukung dan kehangatan yang diberikan William langsung menjalar ke seluruh tubuh Bea. Mereka saling membalas dan usapan bibir William mulai turun ke leher.

Beatrice ingin menolak namun tubuhnya berkata lain. Ini adalah sensasi pertama karena dia belum pernah dijamah oleh laki-laki. "Will," lirihnya pelan setiap kali William menyentuh bagian-bagian sensitifnya.

William mempermainkan tubuh Bea dengan sangat lembut. Suara-suara indah pun memenuhi kamar yang mereka tempati.

Bea memekik kesakitan saat daging tumpul memasuki tubuhnya. William melahap bibirnya agar dia lebih tenang. "Aku akan melakukannya perlahan," bisik William. Otaknya sudah dikuasai oleh nasfu membuat William lupa jika wanita yang sedang mendesah di bawahnya adalah gadis yang selalu dijaga oleh Mark dan Shifa.

Perlahan Shifa tenang dan tubuh mereka menyatu. Ranjang bergoyang, peluh bercucuran, napas bersahutan, membuat pagi itu terasa sangat indah.

Beatrice merasakan semburan panas memasuki tubuhnya. Dia meneteskan air mata tatkala William mencium bibirnya sebagai penutup persenggamaan mereka.

"Aku minta maaf, Bea. Aku pasti akan bertanggung jawab," ucap William. Tidak seharusnya dia menjadikan Beatrice sebagai pelampiasan karena kekecewaannya terhadap Wynn dan Nasya.

"Jangan! Aku melarang kamu membicarakan hal ini kepada keluarga kita. Aku nggak mau mengikat kamu dalam pernikahan," sahut Bea. Hatinya berat namun semua sudah terjadi. Keperawanannya sudah terenggut dan menyesal hanya akan memperburuk keadaannya.