webnovel

Start Point

Aksi dan fantasi. Kedua kata itulah yang paling cocok untuk mendeskripsikan satu permainan khusus yang dirilis oleh Bum Corp. perusahaan pengembang Game terbesar di Indonesia. Ini merupakan permainan MMORPG tanpa batasan imajinasimu. Start Point adalah permainan dimana kau bisa menemukan dunia fantasi dan dunia modern menyatu menjadi satu. Suatu hari, Dimo Ramadhan, pemuda yang bertahun-tahun telah mengidap amnesia tiba-tiba diajak oleh sahabat dan teman masa kecilnya, Zakaria "Zaki" Maulana untuk mengikuti sebuah turnamen. Turnamen ini adalah sebuah pertandingan khusus tertutup yang didedikasikan untuk merayakan pre-perilisan permainan Start Point. Disini kesembilan peserta yang dipilih secara acak dari ratusan atau bahkan ribuan pendaftar akan bertarung membunuh satu sama lain tanpa pandang bulu hingga satu pemenang berhasil mendapakan hadiah uang puluhan juta rupiah. Meski awalnya menolak, karena sebuah kesepakatan antara keduanya Dimo menerima ajakan sahabatnya untuk terjun ke dalam turnamen ini. Namun, apakah cerita ini hanya berakhir dengan turnamen ini dan Dimo bisa kembali ke kehidupan normalnya? Ataukah ada hal yang jauh lebih gelap tersembunyi di baliknya? Ikuti kisah Dimo yang ditarik masuk ke dalam dunia yang akhirnya mengungkap masa lalunya.

IzulIzuru · Kỳ huyễn
Không đủ số lượng người đọc
25 Chs

Chapter 02 : Musuh Dari Musuhku Adalah Rekanku - 01

"Oi Dimo, aku butuh bantuan!"

Zaki terpojok, ia tak bisa melakukan apa-apa di kondisinya saat ini.

Monster Mini Manticore yang sedang ia lawan terus menyemburkan api hitam ke arahnya. Seperti pelontar api yang memiliki kapasitas isi ulang yang tak terbatas.

Bila sebentar saja Zaki lepas dari balik perisainya, ia pasti sudah matang sematang daging sapi yang dipanggang.

Ditambah lagi, monster itu terbang cukup tinggi sehingga Zaki kesulitan menyerangnya.

"Kau pikir aku punya waktu untuk melakukan itu?"

Sebenarnya apa sih yang ia pikirkan? Dia pikir aku ini sedang santai piknik di tengah padang rumput? Tentu saja tidak!

Bersamaan, kedua ogre tersebut mengayunkan gadanya ke arahku.

"Gawat—"

Tanpa berpikir panjang, aku langsung mencoba menahan serangan tadi dengan pedangku.

"Khak!" Sial, aku takkan sanggup menahan serangan ini!

Tak sanggup menahan kedua serangan itu, akupun terpental menabrak pohon.

Brak!

Ya ampun, suara saat pohon dan tubuhku bertabrakan begitu kencang. Jika saja aku sedang tidak berada di dalam permainan, maka tulang belakangku pasti sudah patah. Apalagi tempat dimana aku menabrak pohon itu benar-benar remuk.

Aku menengok ke arah kedua monster tadi lalu kembali bangun.

"Apa kedua monster itu baru saja memanfaatkan momen dimana aku sedang teralihkan oleh Zaki?"

Sial... Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?

Kenapa kami malah bertemu monster berlevel tinggi saat sedang mencari toko?

Karena usulan Zaki untuk membeli potion, kami pergi berkeliling untuk mencari toko. Yah, tentu saja aku setuju dengan idenya. Karena di pertandingan Battle Royal semacam ini hampir mustahil untuk menang dalam kondisi sempurna. Mau tidak mau kami pasti akan mendapatkan luka.

Namun, sejak mulai bergerak ke satu titik ke titik lainnya, kami tak mendapatkan kemajuan yang signifikan. Kami memang bertemu monster untuk meningkatkan level kami, namun itu hanya terjadi dua kali. Sialnya lagi, monster-monster tersebut hanyalah monster kelas rendah yang tak memberikan banyak experience.

Kami juga belum tahu apakah salah satu dari kami berdua memiliki Healing Skill atau tidak.

Saat ini levelku sudah hampir mencapai level empat sedangkan Zaki sudah naik menjadi level enam.

Level itu masih belum cukup untuk melawan ketiga monster ini.

Ketiga monster yang kulawan saat ini berbeda dengan yang sudah kulawan sebelumnya.

Meskipun ketahanan fisik dan kekuatan serang kedua ogre ini sama dengan ogre yang pertama kulawan, ini tetaplah dua lawan satu.

Sementara untuk Mini Manticore yang sedang Zaki lawan, selain levelnya yang tinggi, serangannya sangat kuat dan gerakannya lumayan gesit. Jika diukur, maka aku berani bilang kalau monster itu berada di antara level tujuh sampai sembilan.

"Oi, oi, dikalahkan monster sama sekali tidaklah lucu."

Sial, aku sama sekali tidak punya rencana. Satu-satunya cara yang terpikirkan olehku untuk mengalahkan mereka saat ini adalah dengan menggunakan skill.

Tidak, aku tidak boleh panik.

Tenanglah! Tenangkan dirimu, Dimo!

Coba pikir baik-baik maksud dari Mbak Dinda, cari tahu maksud dari kata "Segel."

"Dimo!! Jika kau sudah mengetahui sesuatu, cepatlah!"

Sial, aku tak punya waktu untuk berpikir.

Zaki sudah begitu terpojok. Dia terus mundur selagi menerima serangan itu, tanpa ia sadari ia sudah menabrak sebuah pohon besar di belakangnya. Jika ia melompat ke samping, maka pohon itu akan terkena semburan api Mini Manticore.

Ukurannya yang besar lebih dari cukup untuk memicu terbakarnya seluruh hutan ini.

Itu juga buruk.

Itu sama saja seperti memberi tahu lokasi kami berdua ke seluruh peserta yang ada.

Keadaan kami ini... seakan tersegel. Terikat oleh rantai panas yang baru saja ditempa.

Tak ada jalan keluar.

...

...

"Tersegel...?"

Tidak, tidak mungkin. Kenapa aku tidak menyadarinya lebih awal?

Padahal semudah ini.

Kalau kami memang tersegel, maka kami hanya harus membuka segel tersebut, bukan?

Aku langsung mengayunkan pedang ku ke tanah. Lagi-lagi, pasir yang ada di tanah berterbangan memenuhi area ini. Membatasi penglihatan kami semua.

"Oi Dimo, apa yang kau lakukan?!" Tanya Zaki.

Hal pertama yang harus kulakukan adalah menghentikan Mini Manticore itu dan melepaskan Zaki dari cengkramannya.

Tapi sebelum itu...

"Beginner Sword!"

Kutangkap pedang kedua ku di tangan kiriku lalu melemparkannya ke kaki Ogre yang berada di kanan.

Monster itupun kehilangan kekuatan di kakinya hingga hampir terjatuh. Untuk menahan dirinya dari terjatuh, iapun berlutut lalu mencoba menarik pedangku.

Namun percuma.

Tanpa ia sadari, aku sudah melempar ranting pohon yang kudapatkan saat aku menabrak pohon tadi ke arah mata kanannya.

"GGGhhhhaaaaa!!!"

Monster itupun mengabaikan pedang tadi dan mencoba menarik benda yang menyebabkan luka lebih kritis.

Sementara itu, aku melompati ogre yang berada di kiri dan menyayat kedua matanya. Setelah itu aku menggunakan monster itu sebagai batu lompatan menuju Ogre yang satu lagi.

Meskipun sudah kehilangan penglihatannya, Ogre masih memiliki indra lainnya untuk mengetahui di mana lokasi musuhnya.

Ya, pendengarannya.

"Aku di sini!" Teriakku.

Selagi monster itu mencoba menjatuhkanku dari pundaknya, monster yang satu lagi mengayunkan gadanya ke sumber suara yang ia dengar, yaitu aku.

Serangan ku mungkin memiliki damage yang rendah, namun apa yang terjadi bila kedua monster itu menyerang satu sama lain?

Mereka akan hancur.

Lagipula mau dipikir bagaimanapun, mereka hanyalah sekumpulan kode dan hanya mengikuti apa yang kode itu perintahkan.

"—Oof."

Aku melompat ke belakang—menghindari gada yang datang dengan cepat.

Ia menyerang rekannya sendiri tepat di kepalanya, menghancur leburkan tengkorak kepalanya. Serangan itu begitu keras hingga membuat monster itu langsung jatuh tersungkap.

Tak lama, Ogre yang terjatuh itu bercahaya dan lenyap.

Nah, sekarang...

... aku bisa menjatuhkan dua burung dengan satu batu.

Yah, tidak bisa dibilang "satu batu" sih.

Posisi antara aku, Ogre dan Mini Manticore berurutan. Lurus, begitu lurus seperti togkat.

Skill itu akan cukup untuk mengalahkan mereka berdua.

Ogre yang tersisa menyadari keberadaanku dan langsung berlari ke arahku.

Aku tak perlu memperdulikan itu.

Aku mengambil kuda-kuda, kugenggam pedangku dengan kedua tanganku. Sekuat yang kubisa.

Menatap ke depan.

Tarik napas dalam-dalam.

Lalu ucapkan mantranya:

"Open The Seal : Moonligh Shard!"

Pedangku bercahaya, begitu terang, indah dan suci. Aku bisa merasakan adanya kumpulan energi mengalir ke dalamnya. Energi murni yang berasal dari cahaya bulan.

Kuayunkan pedang itu sekuat tenaga, seketika, potongan-potongan cahaya yang begitu tajam dan cepat melesat dari ayunan itu. Tiap kali aku mengayunkan pedangku, sebuah potongan cahaya akan terlempar dari ayunan itu. Seakan ada suara-suara yang berbisik ke telingaku untuk terus mengayunkan pedangku.

Satu ayunan, dua ayunan, lima ayunan.

Hembusan angin yang berasal dari lesatan cahaya itu meniup debu dan asap.

Meskipun tak secepat cahaya, kecepatannya hampir tak bisa ditangkap mata telanjang.

Setidaknya untuk pemain level rendah sepertiku.

Dengan cepat, potongan cahaya itu memotong Ogre dan Mini Manticore sebelum akhirnya lenyap saat menyentuh pohon di belakangnya.

Mereka pun lenyap bersamaan dengan berakhirnya skill Moonlight Shard.

"Hah... hah...."

Jariku bergetar. Pernapasanku agak berantakan, aku masih belum terbiasa dengan sensasi tadi.

Masih merasakan sesasi tadi, aku perlahan berjalan mengambil Beginner Sword dan mengembalikannya kembali ke dalam inventory-ku.

Setelah mengalahkan ketiga monster tadi, aku dan Zaki mendapat pemberitahuan.

Levelku langsung melesat naik ke level tujuh, sedangkan Zaki level delapan.

Kami juga mendapatkan beberapa equipment seperti perisai dan pakaian yang jauh lebih baik seperti apa yang kami pakai saat ini.

"Tadi itu apa?" Tanya Zaki seusai memakai equipment baru dan menutup inventory-nya.

"Kelihatannya aku berhasil mencari tahu cara untuk mengeluarkan skill—"

Bledar!

Suara hantaman yang terdengar seperti ledakan bom memotong percakapan kami.

Kali ini apa?

"Oi, suara itu tak jauh dari tempat ini, lho!"

Ck, kuharap ini bukanlah sesuatu yang berbahaya.

Kami baru saja selesai melawan monster-monster berlevel tinggi, hp-ku dan Zaki sudah lumayan berkurang, sedangkan aku hanya bisa menggunakan skill Moonlight Shard-ku sekitar duu sampai tiga kali.

Tapi jika kami terus menghindar dari masalah, kami takkan bisa berkembang.

Juga, mungkin suara itu berasal dari peserta lainnya dan mungkin saja peserta itu tahu di mana kami bisa menemukan toko.

"Ayo..."

△▼△▼△▼△

Bledar!!!

Asap tebal menyelimuti hutan.

Asap yang berasal dari jatuhnya sesuatu dari atas langit. Benda itu jatuh menukik dari atas langit bagaikan bola tenis yang dipukul oleh petenis profesional.

Kami menyaksikannya sendiri, aku dan Zaki. Namun tak ada satupun dari kami yang bisa menebak apa yang baru saja jatuh. Karena sesuatu itu begitu cepat. Aku tak tahu apa yang baru saja jatuh, namun aku yakin kalau itu adalah makhluk hidup.

Sebelum sepenuhnya mendarat, sesuatu itu menabrak dua buah pohon hingga tumbang.

Dilihat dari bagaimana hancurnya dua pohon tadi, nampaknya ukuran sesuatu yang jatuh itu setinggi anak remaja.

"Hei Dimo, lihat! Yang jatuh tadi itu...."

Aku langsung menengok ke arah dimana Zaki menunjuk.

Disaat asap yang menyelimuti mulai menipis, aku akhirnya bisa melihat sosok di balik asap.

Itu...

Peserta lain!

"Ngh...."

Perempuan itu terbaring lemas, masih siuman dan berusaha untuk bangkit kembali. Dia pasti menerima banyak damage saat terjatuh tadi. Tidak, biasanya pemain pasti akan langsung mati bila jatuh dari ketinggian itu.

Entah aku harus menganggapnya keberuntungan karena selamat dari jatuh tadi atau kesialan karena sudah jatuh ke arah kami berdua.

Dia memakai pakaian berwarna hijau. Umm, bagaimana aku menjelaskannya ya, bila bisa kurangkum dalam beberapa kata, maka; pakaiannya mirip seperti pakaian yang biasa aku lihat di film atau komik fantasi. Rambutnya berwarna hijau sama seperti pakaiannya. Dia juga memakai sepatu bot yang tingginya hampir menutupi setengah kakinya.

Dilihat dari senjata yang ia gunakan, kelasnya pasti Archer. Anak panah yang ia punya hanya sembilan.

Jika aku dan Zaki melawannya, kami pasti bisa menang dengan mudah.

Apa lagi aku sudah menemukan cara untuk melakukan casting skill.

Tidak, tunggu dulu.

Selain tubuhnya yang lemas, ia memiliki banyak luka gores di sekujur tubuhnya, seperti baru saja melawan musuh.

Apa ini artinya masih ada banyak musuh lainnya di sekitar sini?

Aku menengok ke arah dimana perempuan ini sebelumnya terjatuh.

"Sebuah pohon besar... dan di atasnya..."

Seperti ada sosok seseorang, namun mataku tak cukup tajam untuk bisa melihat dengan jelas.

Meskipun kelasku Sword and Gun Master, penglihatanku tak setajam dan seakurat Archer.

Kalau begitu, kalau memang ada peserta lainnya di sekitar sini...

"Sekarang waktu yang tepat untuk mengha—"

Apa yang dia lakukan?

Zaki itu, kenapa ia malah sembrono dan mendekatinya?

"Tunggu, Zaki! Ada yang aneh!"

Saat kutengok kembali, "orang" yang sebelumnya ada di atas pohon sudah menghilang.

"Tapi—!"

Crek.

Suara ranting pohon yang baru saja diinjak langsung menarik perhatianku.

Terlambat, perempuan itu sudah kembali berdiri disaat kami berdebat.

Aku langsung menarik pedangku dan mengambil kuda-kuda untuk menyerang.

"Zaki, mundurlah!"

"I,iya—"

Sebelum Zaki mundur, tidak, bahkan sebelum ia bisa berlindung di balik perisainya, perempuan itu dengan gesitnya melompat ke belakang Zaki.

Cepat! Apa-apaan ini, dia bisa secepat ini meskipun sedang terluka. Inikah Archer?

"Kalian berdua, jangan bergerak!

Aku bukanlah musuh kalian!"

Ck—

Gawat, ini sangat gawat.

Perempuan itu, dia mengancam kami berdua dengan mendekatkan sebuah anak panah ke leher Zaki.

Armor milik Zaki melindungi sekujur tubuhnya kecuali bagian leher dan kepalanya. Karena itulah satu-satunya bagian tubuh yang tidak menggunakan equipment.

"Hoo, kalau begitu ini merupakan sambutan yang hangat." Kataku dengan nada sarkastik.

Aku perlahan mendekatinya. Meskipun hanya setengah langkah, ini lebih baik daripada tidak bergerak sama sekali.

"Kh—"

Bagus, kata-kataku tadi berhasil mempengaruhinya.

Ada dua kemungkinan yang akan terjadi kedepannya, yaitu;

Pertama,

Jika ia memang bukanlah musuh, maka ia seharusnya melepaskan Zaki.

Kedua,

Bila dia musuh, dia pasti akan langsung menusuk Zaki karena kesal. Bila itu terjadi, aku akan langsung lari ke arahnya sebelum ia sempat menusuk Zaki.

Jadi, mana yang akan kau pilih?

Perempuan itu terdiam sejenak.

Ia menutup matanya, lalu menghela napas dalam-dalam. Apa dia mencoba menenangkan dirinya?

Dia buka kembali matanya lalu melepaskan Zaki dari cengkramannya.

"Maafkan aku, tadi itu tidaklah sopan."

Setelah dilepaskan, Zaki langsung melompat mundur menjauhi perempuan itu.

Dia benar-benar bukan musuh ya....

"Jadi, apa maksudmu dengan mengatakan kalau kau bukanlah musuh?"

Maksudku, bagaimana mungkin aku bisa menganggapnya sekutu bila aku sendiri sama sekali tidak mengenalnya.

"Sebelum aku menjelaskan maksudku, aku akan memperkenalkan diriku terlebih dahulu. Nickname-ku adalah Cyra, aku datang kemari untuk mengajak kalian bekerja sama."

"Kerja sama seperti apa dan apa untungnya bagi kami?" Tanya Zaki.

"Saat ini, aku sedang melawan dua orang peserta sekaligus. Mereka memiliki kelas Sword Master dan Wizard. Dengan sisa anak panah yang kumiliki, mustahil bagiku untuk mengalahkan mereka."

"Oh iya, kalau begitu yang ada di atas pohon tadi adalah—" Bicaraku sendiri sambil menengok ke arah pohon tadi.

"Apa kau baru mengatakan sesuatu?" Tanya Cyra.

"Tidak, bukan apa-apa."

Hampir saja.

Bisa bahaya bila ia mengetahui kelasku yang sesungguhnya.

"Inti dari kerja sama ini adalah; kalian membantuku melawan mereka berdua, dengan begitu, aku akan memberi tahu kalian di mana toko berada."

"Lokasi toko, benarkah?" Tanya Zaki penuh semangat.

Sejujurnya, itu penawaran yang menarik.

Kami berdua diuntungkan satu sama lain. Sebuah pertukaran jasa yang setara.

Ini juga bisa memotong waktu kami berdua. Kami tak perlu repot-repot lagi mencari toko.

Tapi...

"Apa kau punya bukti?"

Cyra tersentak. Lalu sedikit menunduk berpangku dagu.

Mencurigakan. Apa jangan-jangan dia hanya berbohong?

"Punya. Saat aku melawan Wizard dan Sword Master, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri kalau mereka menggunakan potion. Dengan kata lain, toko takkan berada jauh dari sini.

Ditambah lagi, saat aku memeriksanya langsung, dugaanku benar. Aku takkan memberi tahu lokasi pastinya, tapi aku yakin toko ada di arah barat daya."

Punya ya. Tapi yang dia katakan barusan bisa saja kebohongan semata.

"Ngh—"

Cyra menatapku tajam. Tatapannya penuh dengan tekad. Begitu percaya diri atas jawabannya. Dia mungkin menyadari keraguan yang kumiliki.

Begitu tajam seakan-akan tubuhku ditusuk silet.

Hah...

Baiklah, aku mengerti.

Dia berkata jujur. Aku yakin sekali.

Kurasa tak ada salahnya mencoba kerja sama ini.

"Baiklah, kami akan bekerja sama denganmu.

Sebelum itu, biarkan kami mengenalkan diri kami juga.

Nickname-ku adalah Ramdhan, sedangkan orang di sebelahku adalah Zaki. Kau pasti sudah bisa menduga apa kelas kami."

Hm? Kenapa dia?

Dia terlihat sedikit terganggu.

"Kalau begitu, Ramdhan, Zaki, kelas kalian berdua pasti Knight dan Sword Master bukan?"

Apa dia memang curiga dengan kelasku? Apalagi, lawan yang akan kami lawan adalah Sword Master asli. Pasti aneh melihat dua Sword Master di pertandingan dimana tiap peserta memiliki kelas yang berbeda-beda.

"I, iya..."

Zaki langsung menoleh karahku saat mendengar jawabanku.

"Aku terkejut, aku sama sekali tak menduga kalau bisa ada dua orang dengan kelas yang sama di pertandingan ini."

Gh,

Gawat, kalau dia mengetahui kelas asliku, bisa gawat. Itu bisa menurunkan presentase kemenanganku dan Zaki.

Apalagi setelah kerja sama ini selesai, kita akan kembali menjadi musuh. Dia mungkin saja memberi tahu kelasku ke peserta lainnya.

Pokoknya, aku harus bertingkah senatural mungkin.

"Yah, aku juga terkejut saat mendengar kau berkata kalau lawan kita memiliki kelas yang sama denganku."

Cyra menatapku sejenak lalu kembali menengok ke arah dia berasal.

"Ya sudahlah.

Seperti yang kalian ketahui, aku jatuh dari pohon tinggi itu. Sword Master yang sedang kulawan lah yang telah membuatku terlempar ke sini."

Oi oi, seberapa kuat sebenarnya skill milik Sword Master itu hingga bisa melempar Cyra kemari dari tempat sejauh itu.

"Sebelum Sword Master itu sempat menyerangku, aku berhasil menembakkan sebuah anak panah beracun ke pundaknya. Saat ini ia pasti sedang memulihkan diri setelah terjatuh terkena tembakanku."

"Begitu ya, mereka mungkin memiliki persediaan potion yang lumayan banyak." Tanya Zaki.

"Ya, sebelum Sword Master itu muncul, aku hampir saja mengalahkan Wizard yang merupakan sekutunya. Sementara Wizard melawanku, Sword Master sudah terlebih dahulu pergi ke toko dan membeli beberapa item pemulih."

Intinya, mereka berpencar satu sama lain. Sementara yang satu melawan Cyra, satunya lagi yang sedang bebas pergi ke toko tanpa Cyra ketahui.

"Bisa kau ceritakan lebih jauh mengenai mereka berdua?"

Chapter pendek lainnya. Meski awalnya terdapat banyak hal yang membuat Dimo curiga, tetapi dengan begini aliansi sementara antara Dimo, Zaki dan Cyra tercipta. Sekarang tergantung ketiganya dan informasi yang dimiliki Cyra untuk bisa menang melawan Andromeda dan Anastasia.

Terima kasih sudah mau membaca. Apabila kalian suka dengan novel ini, pastikan masukkan cerita ini ke dalam library kalian untuk bisa terus mengikuti chapter terbarunya :) See ya later

IzulIzurucreators' thoughts