webnovel

Stain Essence

Dialah Maharani, dan Surya Danu. Pahit manis mengiringi perjalanan kisah cinta mereka yang tumbuh setelah keduanya dipersatukan dalam ikatan perkawinan. Usia pernikahan yang masih seumur jagung itu tiba-tiba digoyahkan oleh sebuah noda dari masa lalu. Baik Rani maupun Danu, keduanya memiliki rahasia yang pada akhirnya terungkap dengan cara yang Tuhan pilihkan untuk mereka.

Blacktea · Tổng hợp
Không đủ số lượng người đọc
10 Chs

Between happiness and Hurt

Hari bahagia untuk kedua mempelai pun tiba...

Tiwi mencibir dengan decakan mulutnya di sebelah Rani saat ia memandangi sahabatnya. "Gila bener si Mey ini ya, tau-tau sudah selangkah di depanku saja! Tidak setia kawan. Lihatlah mereka, seperti Romeo and juliet."

Rani sibuk melayangkan pandangannya menyapu seisi taman belakang cottage yang dijadikan tempat pesta. Mencari sosok Ari.

Buat apa mencarinya??

Aku perlu untuk meluruskan kesalahpahaman.

"Hhmm." Tiwi meneguk lagi minuman orange nya dengan wajah memelas.

Mey menghampiri tempat mereka dengan sumringah. Ia tampak cantik pagi ini. dengan balutan gaun putih pengantinnya yang simpel dan minim detail yang sengaja dirancang untuk pesta kebun. Rambutnya dibiarkannya tergerai dengan mahkota kecil menghiasi di pucuk kepalanya. Tak henti – hentinya dia menebar senyum bahagianya.

"Eheem." Ia berdehem dengan sengaja. "Tolong jangan bergosip di belakangku, Jadi, kali ini aku menang taruhan lagi kan...??? "

Rani dan Tiwi saling menatap.

Tiwi menggerutu. "Kenapa nggak lupa ingatan saja sih Lu?"

"Ssst...! coba tolong benerin mahkota aku dong beib... mencong deh kayaknya."

"Pala lu yang mencong!"

Rani maju lalu merapikan mahkota di kepala Mey yang sebenarnya sama sekali tidak miring ataupun mencong. "Sudah, jangan ribut dan jangan mulai kegilaan kalian disini, Malu!!" Ucapnya Kalem.

"Fine, jadi gila temen kita yang satu ini?"

"Mmmm.." Rani mengedikkan bahunya.

"Gila karena ditinggal kawin, Ra??"

"Heh!!" tatapan mata Tiwi membesar.

"Lalu apalagi, kegilaan dia setelah ditinggal nikah, Ra ?"

Rani mengangkat bahu. "Entahlah.... kau tanyakan saja langsung."

"Sirik aja kalian! Masih mending gue, daripada Lu, kucing-kucingan di pantry rumah sakit dengan dokt---eer.."

"Ssstt..." Rani menggaruk pelipisnya yang tak gatal sembari mengirim kode kepada kedua temannya, dengan cara sebelah matanya melirik ke samping. Bahwa bapak ibu di meja sebelah sedang tercengo mendengar celotehan mereka.

"Pokoknya, akan ku tagih nanti..." Mey mengangkat dagu penuh kemenangan.

Rani terkesiap kencang seperti melihat Hantu. Atau memang pemuda yang baru saja dilihatnya itu memang hantu bagi Rani. Bukan, tapi monster.

Pangeran kuda putih bagi Tiwi.

Tamu tak di undang bagi Mey.

"Kenapa Mirza ada di pesta ini!? Sahut Rani dan Mey bersamaan.

Tiwi mengulum senyum penuh rasa bersalah. "Aku yang mengundangnya."

"Yah, sudah tentu kamu yang mengundangnya. Nggak mungkin Sri Sultan!" Mey mengerang gemas pada Tiwi.

Mey menoleh pada Rani. "Ini yang dimaksud kegilaan selanjutnya?!!"

Sekali lagi Rani hanya diam membisu dan menjawab dengan tatapan lasernya.

"Sorry..." seringai Tiwi lagi.

"Apa kamu akan gila-gilaan dengannya disini??"

"Mungkin..."

"See, Ra. Dia...apa itu pantas..." Mey mulai senewen.

"Mey, Aku tidak mengerti kenapa kamu harus se-senewen seperti ini."

"Karena aku peduli denganmu, bodoh!!"

"Karena kamu tidak mengerti, Mey..bagaimana rasanya memiliki rasa yang kuat dan sukar untuk..."

"Untuk apa..??? tapi tidak dengan suami orang!!???"

Tiwi terperangah. Rani pun tak kalah kaget.

Mey pun lebih kaget lagi. Ia mengerjap panik begitu sadar kalimat apa yang telah keluar dari mulutnya. "...maaf, Maksudku---- "

"Oh, Aku sudah menangkap jelas maksudmu....."

"Sudah, sudah. Mey, kau kembalilah kesana." Rani menengahi. Dan kalian tidak tahu apa yang telah kualami dengan pria yang bukan suamiku!!

'"Wi,___ "

"Santai saja, aku tidak marah karena ucapanmu memang benar."

"Tapi, kamu menyiratkan begitu."

"Asal kamu tahu Mey, Lebih baik seperti ini daripada kita melepaskan apa yang menjadi sumber kebahagiaan kita dan menjadi manusia bodoh seumur hidupnya. "

Deg! Rani merasa terpukul atas apa yang baru saja Tiwi ucapkan.

"Sudahlaah!! Kalian seperti anak kecil saja." Bentak Rani yang tak ayal telah menarik perhatian tamu di dekat mereka.

Tiwi melangkah kesal meninggalkan tempat mereka. Tak lagi peduli pada penjelasan apapun yang masih tersimpan pada mulut sahabatnya.

"Biar aku susul, kau kembalilah...."

"Thank, Ra."

Rani mengangguk dan meninggalkan Mey, kemudian segera mengejar langkah Tiwi.

Ketika melewati meja dimana Ari duduk samar-samar ia menangkap guratan senyum nya. Jenis senyuman manis yang mampu melelehkan hati perempuan.

Tidak, jangan terpesona olehnya. Ingat- Tuhan telah memilihkan cintamu!!

Rani menepis tangan Ari yang dengan lancang telah meraih pergelangan tangannya. Kemudian meninggalkannya begitu saja tanpa peduli disana Ari yang masih diam mematung, kaget karena mendapat perlakuan yang mengejutkan.

Dia pikir siapa?? Apa dia sudah gila?? kalau mau cari mati sendiri saja jangan ajak-ajak.

Dari kejauhan Mey hanya bisa mengawasi tingkah Rani dengan bingung. Ada apakah?

****

Cinta juga butuh pemahaman,agar selalu berada di jalan yang benar

____________________________________________

Setelah Mendapatkan kembali kesadarannya. Ari bangkit kemudian mulai mencari keberadaan Rani.

Mey sekali lagi dibuat heran dengan sikap kedua orang tersebut. Ada apa sebenarnya??

Ari berusaha meraih lengan Rani."Hei, hei... ada apa denganmu?" Ucapnya ketika sudah berhasil menjangkau langkah Rani.

Rani menoleh. "Ooh kebetulan. Ada yang perlu saya sampaikan."

"Apapun..aku akan mendengarkan."

"Sebelumnya saya minta maaf, tapi jangan salah sangka terhadapku Ari, Bahwa sikapku mendiamkan perlakuanmu bukan berarti aku membenarkan tindakan kita. Kita tahu dengan jelas, Semua ini tidak benar."

"Apa yang tidak benar?"

"Sikapmu, - maksudku - entah apa kau menyebutnya kegilaan ini, tapi semua ini jelas salah."

"kegilaan??!! Hahaa---- " Ari terdengar sumbang. "Kau sebut ini kegilaan?! kegilaan kah, jika aku menyimpulkan semua reaksimu adalah karena kau---...?? "

"Benar. aku memang gila!! Lalu apa hakmu menyimpulkan tentang diriku, perasaanku?!!"

"....." Ari memutar bola matanya tanpa mampu mengutarakan maksudnya.

"Listen!! Aku hanya mencintai suamiku dengan sangat jelas. Dan terhadapmu tak lain karena aku bingung dengan diriku sendiri atas rasa bersalahku."

Kau bohong Ra!dengan sangat jelas pula. "Ck! Okeh, baiklah....!! Anggap saja dari awal kau tidak pernah menaruh rasa terhadapku selain rasa iba." Ari memijat pelipisnya yang mulai terasa pening. Walaupun hari seperti ini sudah diprediksi akan terjadi, hanya tinggal menunggu masalah waktu saja. Namun Ari belum siap Jika ternyata datang secepat ini.

Meskipun setiap waktu dirinya selalu mematri dalam otaknya bahwa ia sudah sangat siap dengan segala resikonya. Dan dia sadar Bukankah cinta tidak harus memiliki? Tapi kenyataannya Dia tidak rela dan butuh rasa ikhlas yang lebih besar.

Tapi bukankah cinta juga wajib kita perjuangkan!!?

"Jadi, benar… perhatian dan semua perbuatan yang kau lakukan dimasa lalu itu palsu?"

Rani mengangguk lemas dan matanya mulai terasa panas.

"Setidaknya, kita bisa menjadi teman, kan??"

"Tidak! Menghilanglah dari hidupku!!! Selamanya..." ucap Rani setengah teriak. Dan tak terasa matanya mulai berair.

Pupus sudah harapan terakhir Ari. Tidak ada lagi kesempatan baginya. Dia telah kalah.

Kalah pada laki-laki yang sungguh tidak pantas buat Rani. Bajingan itu, Sialan!!! Bagaimana bisa dia menitipkan cintanya pada laki-laki tidak bertanggung jawab seperti dia?

Dan bagaimana bisa, aku mempercayakan gadis ku pada pria brengsek seperti surya Danu.

Ari menggeram kesal. Dan meninju udara dengan kepalan tangannya.

"Baiklah, jika itu keinginanmu. satu hal, tolong jangan iringi kepergianku dengan air matamu. aku benci wanita dengan air matanya!!" -- sebab aku tidak akan benar-benar meninggalkanmu.

Ari kemudian pergi dengan menerima kekalahannya -bahkan sebelum ia berjuang dan mengungkap siapa dibalik skandal malam itu yang selama ini ia selidiki dengan diam-diam.

Karena semua berawal dari malam itu! skandal menjijikan yang dibuat cantik seperti drama korea oleh seseorang yang sangat menjijikan.

Tak apa!! Bila tuhan belum juga berpihak padaku setelah sekian waktu aku menunggumu. Aku akan tetap menjagamu dalam diamnya cintaku.

Rani merasa dadanya sesak sekaligus sakit menatap kepergian Ari. Dan benar bahwa Rani mencintai Ari jauh sebelum dia menikah dengan Suaminya. Namun dia keliru menafsirkan perasaannya sendiri, hingga dia telat menyadari cintanya, sebab cintanya tertutup noda hitam yang bahkan Ari sekalipun tidak menghendakinya.

Kakinya yang sedari tadi terasa lemas, akhirnya terkulai tak mampu lagi menopang bobot tubuhnya dan tangisnya pecah begitu saja ketika Ari tak nampak lagi di pelupuk matanya.

Rani menangis tersedu memegangi dadanya yang terasa amat sakit menyayat.

Mey yang sedari tadi berada di dekat mereka dan secara tidak sengaja menjadi saksi atas cinta yang mustahil itu, ikut menitikkan air matanya. Tidak menyangka sahabatnya yang ceria, tegar, dan garang waktu sekolah kini hanya wanita lemah tanpa kuasa.

Mey lalu menghampiri Rani dan memeluk sahabat terkasihnya. Malang nian nasibnya. Dan dia meminta maaf atas keputusannya memilih Ari untuk menjemputnya kemarin.

"Dari mana semua ini berawal, tolong ceritakan padaku, Ra...." Tanya Mey kemudian.

Rani pun memulai ceritanya dalam isak tangisnya, bagaimana pengalamannya bertemu dengan Ari yang Mey sendiri juga mengetahui cerita itu, dan ketika sampai pada cerita dimana Mey melewatkan kejadian itu, Mey tercengang, kaget, syok. Dan lebih syok lagi ketika Rani menceritakan pengalaman kekerasan dalam rumah tangganya oleh suaminya sendiri.

Dan tidak menyangka bahwa sahabatnya telah menjadi korban dan mengalami penghinaan yang begitu keji.Tanpa sadar Mey ikut menangis dan tak bisa membayangkan bagaimana seandainya hal itu menimpa dirinya.

"Demi tuhan, Ra! Kenapa tidak pernah kau ceritakan lebih awal." Mey memeluk Rani lebih erat lagi. "....dan semua ini kau tanggung sendiri. Maafkan aku, Ra! Sebagai sahabat aku tidak bisa berbuat apa-apa dan tidak menyadari penderitaanmu selama ini." Kemudian Mey menangis. Bahkan dia tidak peduli bahwa dia menangis di hari bahagianya, di hari pernikahannya.

"It's oke, Mey, dan sekarang aku hamil." Rani menyusut air matanya. Dengan tissue yang sudah tak berbentuk lagi.

Rani menangkap ekspresi bingung dan buru-buru dia melanjutkan kalimatnya. "....dengan suamiku, tentu saja.... "

Mey mengambil nafas lega. "Yaa.. tentu saja, kau tidak akan berbuat hal bodoh dan menodai kehormatanmu. Dan keputusanmu sudah benar. Sangat benar. Selamat atas kehamilanmu honey." Mey memeluk erat sahabat malangnya itu dengan penuh kasih sayang dan penuh haru.

"Mey!! Sesaak!!! kau mau membunuhku dan bayiku haah!! aku susah nafas, Mey...." seru Rani yang tentu saja hanya bergurau

"Haha... sorry, sorry." Mey memandang perut Rani lalu mengelusnya. "....maaf kan onty ya utun." Tambahnya.

"Selamat atas pernikahanmu juga, sorry, gue merusak kebahagianmu."

"Haha--- its oke."

Dan keduanya tertawa bersama. Begitulah persahabatan aneh itu semakin berkembang. Dan selalu mampu saling menguatkan.

"eh, kenapa kau tiba-tiba ada di sini.?" Tanya Rani curiga.

"aaah--- aku mengikutimu, karena aku curiga... dan ternyata benar kecurigaanku." Mey menoleh ke kanan ke kiri. "so, dimana Tiwi?"

Rani menggeleng."Belum ketemu."

"ya sudahlah, biarkan saja dulu. Toh dia bukan anak kecil lagi. dia tahu mana yang terbaik buat dirinya."

"Setuju."

"...dan, mau sampai kapan.. kita disini?? Panas coy..!! luntur dah bedak gue." Mey sudah kembali ke asalnya.

"Haha....kau ini!!" Rani mencubit lengan Mey. "Yasudah mari kita nikmati pestamu."

"Dengan senang hati...." Mey bangkit lalu membantu Rani yang kesusahan berdiri. "Dasar nenek-nenek." Goda Mey.

Dan hingga malam, Tiwi belum juga diketahui keberadaannya.

***

Rani mengelus-elus perutnya yang masih rata. "Mungkin hari ini papa sibuk sayang, tapi tenang saja. Besok, begitu sampai rumah, kita langsung kasih tau papa yaa sayang, kita kasih kejutan buat dia." Rani bergumam pada perutnya sendiri ketika dia tengah berbaring di atas ranjang.

Apapun akan ku lakukan, akan ku korbankan. Sekalipun itu nyawaku. Demi kebahagiaan kita.

Kembali terbayang muka innocent Ari yang seketika berubah suram.

Diliputi perasaan Kecewa. Lalu pergi meninggalkannya begitu saja... bahkan tanpa menoleh lagi ke belakang.

Biarlah selamanya menjadi ilusi dan bayang-bayang. Begitupun aku sudah bahagia.

Paling tidak untuk saat ini Rani merasa lega.Telah jujur pada dirinya sendiri. Dan telah memilih masa depannya dengan penuh pengharapan hidup bahagia.

Bruaakk!!!

Rani tersentak ketika telinganya berdengung akibat suara keras tersebut.

Tiwi masuk tergopoh dengan paras sepucat mayat.

Bibirnya bergerak-gerak namun tak mengucapkan sepatah katapun.