webnovel

Rumah Lux

"Aku mencoba menghubungi beberapa kali, tapi tidak tersambung. Aku khawatir, apa mereka menemukan ponsel pintar yang aku kirim kepadamu?"

"Ya begitulah!"

Aku berbohong kepada Hansel. Aku tak mungkin mengatakan jika Lux mengambil dan melempar ponsel darinya.

"Pantas saja, jadi sekarang bagaimana?"

Pelayan datang dan mengantarkan kopi pesanan kami.

"Selamat menikmati. Apa ada pesanan lain yang ingin kalian pesan?"

"Tidak terimakasih", pelayan itu segera pergi.

Aku mencoba kopi yang Hansel pesankan untukku. Adalah sebuah keberuntungan bisa bertemu dengannya di saat seperti ini.

"Aku mendengar apa yang terjadi dari berita. Apakah kau benar-benar memiliki hubungan istimewa dengan mantan asistenmu itu?"

Aku menggeleng. Aku menjelaskan jika pria itu menjebakku. Aku juga mengatakan secara rinci apa yang terjadi.

"Jadi sekarang bagaimana? Apa kau seudah mendapatkan bukti jika kau tidak bersalah?"

Mendengar aku tidak memiliki bukti, Hansel mulai membuat kesimpulan. Ia juga mencoba menawarkan bantuan padaku. Apa yang bisa kulakukan sekarang? Menolak bantuannya? Kurasa tidak. Pilihan terbaik saat ini adalah menerima setiap bantuan dari siapapun yang memang ingin membantu.

Setelah membayar tagihan, Hansel membawaku ke rumahnya. Ia membawaku di rumah yang sama saat ia membawaku pertama kali.

Di dalam rumah seorang wanita bule sudah menunggunya. Ia sedang memasak. Kedatangan kami sangat mengejutkan baginya.

"Tania? Apa yang kau lakukan di sini?"

Tania mematikan kompor, mencuci tangan dan menghampiri kami.

"Kejutan, aku di sini untuk menemuimu. Aku rindu padamu. Aku membuat makanan kesuakaanmu. Aku harap kau tidak keberatan bukan?"

Hansel menaikkan alisnya.

"Ini Vina. Ia akan menginap di sini mala mini." Kata Hansel memperkenalkan diriku pada Tania.

Tania menjabat tanganku. Tak seperti kebanyakan kekasih, wanita ini sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda cemburu.

"Makanan akan siap dalam tiga puluh menit. Aku tak sabar minikmati makan malam bersamamu."

Hansel melirikku. Ia segera menarikku.

"Pilihlah satu kamar yang membuatmu nyaman" Aku melihat beberapa kamar. Setelah melihat keseluruhan aku memutuskan mengambil kamar di paling belakang. Kamar yang jendelanya menghadap langsung ke halaman belakang. Mendengar pilihanku, Hansel segera menyuruh pelayan membereksan kamar itu.

Tak lama aku bisa masuk dan menggunakan kamar itu. Aku memutusakan istirahat dan tidak makan malam bersama Tania serta Hansel. Aku tidak mau kehadiranku menganggu mereka.

Setelah larut malam dan benar-benar yakin semua orang sudah tidur, aku keluar kamar dan menuju ke dapur. Aku melewati kamar Hansel. Seperti biasa, terdengar suara yang cukup menggelikan. Untunglah aku mengambil kamar paling belakang. Sehingga suara mereka menggila tidak sampai ke kamarku.

Saat aku membuka lemari es, aku menemukan beberapa makanan. Aku mengambil juice dan beberapa kentang goring. Aku memanaskannya dengan microwave. Setelah satu dua menit aku mengeluarkannya dan membawanya ke meja makan. Aku membuat teh tawar dan mencoba menikmati makan malam larutku sendirian.

Baru beberapa saat aku duduk bell berbunyi. Aku mecoba mengabaikannya. Namun beberapa saat kemudian bell berbunyi semakin intens. Cukup mengganggu aku bangkit dan membuka pintu.

"Angela?"

Ia menyingkir dan memperlihatkan seseorang di belakangnya.

"Mengapa kau begitu mudah ditebak? Mengecewakan" , ujar Lux dengan wajah kesalnya.

Ia memaksa masuk sementara aku mematung. "Bereskan semua barangmu sekarang juga."

Kata-kata Lux mengisyaratkan sebuah perintah dan ridak bisa dibantah. Aku ingin memberikan argument namun suara Hansel dan Tania tiba-tiba terdengar semakin keras.

"Kemasi semuanya dan pergi sekarang!" perintan Lux sekali lagi. Ia tidak berteriak namun nadanya sangat keras. Entah mengapa tubuhku tiba-tiba mengikuti perintahnya. Aku mengambil tas dan menghampiri Lux.

Angela sudah siap di mobil. Lux melenggang di depanku dank au mengikutinya seperti seorang robot.

"Masuklah." Katanya membukakan pintu untukku. Setelah aku masuk ia menuntupnya dengan sedikit keras. Tidak seperti biasa, ia memilih duduk dikursi kemudi. Angela ada di sampingku.

Dari kaca spion aku melihat wajahnya yang dingin. Ia memacu mobil secepat yang ia bisa. Suasana begitu hening tanpa percapakan sepatah kata pun. Kami tidak saling bicara, diam mematung dalam ketegangan.

"Vina, kau kah itu?" Aku menegadah keluar dari mobil. Aku melihat Sandra mendatangi kami. Ia memelukku. "Selamat datang. Aku mendengar banyak hal dari Tv. Aku mengkhawatirkanmu. Aku tiak percaya apa media katakan. Aku ingin mendengarnya langsung darimu.

Sandra mengantarku ke sebuah kamar. "Aku tak tahu apakah ini sesuai dengan seleramu atau tidak. Aku berusaha sebaik mungkin. Jujur saat Lux memberitahu akan membawamu pulang, aku merasa senang sekali."

"Ini lebih dari bagus. Aku menyukainya Sandra. Terima kasih."

Sandra menunjukkan kamar mandi dan beberapa fasilita lain di kamar ini. Ia menjelaskan, kamar ini adalah kamar tamu yang tak tidak pernah dipakai sebelumnya. Jika aku membuka pintu dan jendela, maka yang aku lihat pertama adalah sebuah kolam renang besar yang cukup dalam. Seitar seratus enam puluh sekian.

Di samping kolam terdapat beberapa bangku untuk bemalas-malasan. Rumah ini terasa begitu luas dan menyenangkan dengan akses langsung ke ruang keluarga. Dapur bersih dan fasilitas lainnya.

"Terakhir Lux tinggal di sini adalah saat ia belum bercerai. Sanyangnya percerain Lux dan Georgia membuat rumah ini kehilangan Tuannya. Hanya ada aku dan Kerl dan beberapa petugas kemanan. Setiap pagi aka ada setidaknya satu pelayan yang membersihkan rumah ini. Tukang kebun akan datang saat sore hari memeriksa tanaman dan kolam."

"Aku sangat senang, akhirnya Lux kembali. Rumah ini serasa ruamh hantu saat malam."

"Rumah hantu?" aku mengulangi peryataan Sandra.

"Benar, terasa sepi dan dingin sekali. Kadang aku mengundang anak dan suamiku untuk menginap. Tapi tetap saja, rasanya berbeda. Sekarang ada kau dan Lux. Pasti akan lebih hangat."

Sandra menlangkah keluar pintu. Ia menunjukkan bagaimana cara kerja kunci pintu kamar ini.

"Ia akan otomati terbuka jika seseorang dari dalam membukanya. Orang luar tidak akan bisa membukanya. Hanya ada dua kunci. Satu kau bawa dan yang lain aku yang simpan. Selain aku dank au tidak akan seorang pun yang bisa masuk. Bahkan sekali pun kau lupa mengunci pintu, ia akan otomatis terkunci saat kau tidak ada di dalamnya."

"Aku mengerti."

"Satu lagi, satu-satunya orang yang bisa membuka pintu tanpa harus memiliki kunci adalah Lux. Semua pintu di sini memiliki sensor sidik jari. Dengan hanya memegang handlenya, maka pintu akan otomatis terbuka."

Begitu rupanya, sekarang aku mengerti. Mengapa Lux bisa masuk ke kamarku sesuka hatinya saat di Sleep and See. Sepertinya perusahaan itu menggunakan sistem yang sama dengan sistem pintu di rumah ini.

"Jika kau butuh sesuatu, aku ada di kamarku." Kata Sandra sambil mengarah ke sebuah pintu kamar.

"Lux ada di kamar utama lantai dua."