"Aku, punya sesuatu." Suara mungilnya mengusikku.
"Apa, apa?" tanyaku tersenyum.
"Lihat, aku punya ikan mas. Lucu deh," katanya sambil mengenggam plastik bening berisi ikan mas kecil.
"Wahh, lucunya. Pasti senang dong ikannya," kataku.
"Iya. Sekarang ikannya enggak kesepian lagi, Tante. Kan dia sudah punya aku," sambungnya.
"Iya, juga ya." Sambil mengelus kepalanya.
"Dirawat baik-baik ya, anak ganteng. Kalau dia lapar, jangan lupa kasih makan."
"Siap Tante." Sembari tersenyum.
Pipinya memerah saking bahagianya. Ditambah dengan gigi yang terbaris rapi dan senyum yang manis.
Dia anak temanku. Tak sulit aku mengenalnya, saat dia tiba-tiba menjumpaiku kala itu. Wajahnya tidak asing lagi, seperti wajah kakaknya. Persis.
Dia melalui saat yang sulit. Dulu. Senangnya, sekarang dia tidak peduli lagi dengan yang lalu. Tidak ada kesedihan dan penyesalan lagi.
Darinya aku tahu rasanya kehilangan. Rasa tidak dapat menggenggam jemari seorang wanita yang disebut sebagai Mama. Tidak dapat merasakan air susu pertama. Tidak dapat memeluk saat kedinginan. Rasa tidak dapat menapaki masa depannya.
Tapi, sudahlah dia tidak terlalu ambil pusing dengan semuanya. Yang berlalu sudahlah berlalu. Lebih baik tidak dilahirkan daripada menyusahkan orang yang disayangi. Sesimpel itu dia berpikirnya. Tidak ada sedih yang berlarut-larut. Apa yang terjadi padanya sekarang dia tahu itu yang terbaik. Dia sudah merencakanan yang terbaik buat m
Mama dan kedua Kakaknya.
Hahaha. Kadang aku suka cara berpikirnya. Dikala orang yang masih hidup terlalu berpikir dengan rumitnya. Well bukan berpikir, lebih terkesan 'khawatir' akan apa yang akan dilalui esok. Dia berbicara semudah itu.
"Jangan terpaku dengan masa lalu, Dia, punya rencana terindah untukku. Walaupun, orang dan keluarganya tidak berpikir demikian.Haha." Kira-kira begitu yang di sampaikan.
"Nanti, ikannya di masukan toples saja. Kan ikannya kasihan di masukan plastik. Tidak bisa bergerak bebas. Lagian, kamunya enggak capek bawanya," kataku.
"Iya ... Ikannya jadi lebih leluasa, kalau dipindah di tempat yang lebih besar. Kan, nggak kasihan ya, Tante," ujarnya sembari menatap ikannya itu.
"Betul, kan ikannya juga butuh tempat yang enak buat hidup. Walaupun sendiri tetapi jauh lebih luas," tukasku sambil tersenyum.
"Kira-kira, dia sedih nggak ya tinggal sendirian," tanyanya.
"Pasti sedih tidak punya siapa-siapa. Tapi, kan sekarang dia sudah punya kamu. Jadi sudah ada yang menjaga. Jadi tidak khawatir lagi tentang hidupnya."
"Benar juga ya, Tante. Nanti aku rawat dia deh. Biar dia kalau sedih ada yang hibur. Kalau dia lapar, ada yang ngasih makan. Kalau dia senang, ada yang ikut senang," katanya bersemangat.
Kata-kata ini yang membuat aku lupa bahwa kata kata itu keluar dari mulut seorang anak kecil yang polos. Anak yang tidak terlalu mencemaskan dia jadi apa sekarang. Hah, anak kecil.
"Tapi, cari toples dimana ya, Tante?"
"Nanti, tante minta Mama sediakan dirumah, ya," sambungku.
"Yang kecil aja ya, Tante. Biar bawanya gampang. Lagian, Mama enggak punya yang besar. Hehe."
"Iya ... Oke!"
"Terima kasih ya, Tante. Sekarang ikannya sudah punya teman deh. Tidak lagi sendirian."
"Sama-sama, ganteng"
Seketika itu dia dan teman barunya menghilang.
Tersisa aku sendiri yang terpaku mendengar hal sesimpel itu bisa di miliki oleh dia. Dan menjadi sebuah keyakinan akan terus tidak khawatir akan rancanganNya.
Hah. Kumenghela napas dan mengetik pesan kepada seorang teman.
"Mom, punya toples kecil?"
...
Terima Kasih buat sahabat yang mengizinkan saya buat sharing tentang buah hatinya. Semoga dia menjadi inspirasi buat keluarganya dan sahabat-sahabat saya.
Terima kasih juga buat masukannya. Sudah 17 cerita tentang 'mereka'. Saya tidak bisa berbagi banyak. Hanya lewat cerita yang saya tulis, mereka bisa berbagi hidup dengan caranya.
Semoga menjadi inspirasi buat semua.