webnovel

Silvy Dan Silvyana

Seorang anak kembar yang selalu mendapat perlakuan yang tidak adil dari kedua orangtuanya. Mereka membencinya tanpa dasar yang jelas. Tapi tidak dengan saudara kembarnya. Mereka menyayanginya dengan tulus dan memberikan seluruh cinta dan perhatiannya. Hari demi hari tekanan yang dihadapinya seringkali menggodanya untuk melakukan sebuah kesalahan yang tidak bisa diampuni. Dia selalu berjuang sekuat tenaga untuk melawan hasratnya yang salah itu. Tapi setiap kali dia melawannya, tekanan emosi itu semakin lama semakin membuatnya depresi hingga selalu menggangunya setiap hari. Hingga suatu hari sebuah petaka datang menimpanya dalam sekejap. Kematian yang sangat cepat dan tak disangka. Yang terjadi karena emosi yang labil. Sampai pada akhirnya dia mengakhirinya dengan menyusul itu karena saudara kembarnya telah memberinya ancaman. Selamat membaca yah teman-teman, semoga mendapat pelajaran yang berharga dari kisah ini. Jangan lupa vote dan komen yah teman Biar makin semangat berkaryanya. NOTE : KARYA PINDAH KE NOVELTOON

Kily_Kiky · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
5 Chs

Bab 3. Masalah Muncul

Aku selalu bingung kenapa mereka begitu padaku. Aku selalu bertanya-tanya, tapi pada siapa aku bisa mendapatkan jawabanya? Tidak ada yang bisa aku tanyai. Teman ku, saudara kembar ku, apalagi orangtua ku. Semuanya menjadi misteri. Tapi meski sikap mereka berdua begitu dingin kepada ku, aku tetap menghormatinya karena mereka sudah menyekolahkan ku dengan baik.

Ke esokan harinya saudara kembar ku datang menghampiriku ke kamar ku. Dia memamerkan Ipad terbarunya dan game terbaru yang dia download. Sejak kemarin dia tidak berbicara pada ku semenjak memiliki Ipad itu. Dan kini dia  mengajak ku bermain dengan Ipad barunya.

Aku sangat senang. Meski aku hanya bisa meminjamnya sebentar, tapi dia masih meluangkan waktu untuk ku. Aku senang bermain dengan nya. Kami menghabiskan waktu bermain game hingga sore hari. Hari itu sungguh hari yang indah bagiku.

Aku juga bilang padanya apakah dia bisa meminjamkan Ipadnya untuk ku selama seminggu. Dan ternyata dia menyetujuinya.

Maka ke esokan harinya di sekolah, aku dengan bangga memamerkan Ipad itu pada teman-temanku. Memamerkan Ipad milik orang lain. Mereka memujiku karenanya. Dan mereka tidak tahu kalau aku sudah berbohong.

Aku juga menunjukkan pada teman sekelasku game terbaru yang kami mainkan. Kami bergiliran memainkannya dan kami juga membuat taruhan kecil. Dimana jika dia kalah, maka dia akan menuruti semua keinginan yang menang.

Tapi ketika kami tengah dalam keseruan, tiba-tiba saja salah seorang murid tanpa sengaja menyenggol ku dan Ipad itu jatuh dan pecah. Aku tak bisa berbuat apa-apa. Saat itu mata ku hanya melotot pada kehancuran Ipad itu. Aku sangat panik hingga untuk sesaat aku tidak tahu harus berbuat apa.

Teman-teman ku juga diam dan perlahan-lahan menjauh. Mereka kembali ke tempat duduk mereka dan membiarkan ku larut dalam kecemasan.

Karena bingung dan kalut, aku menjadi marah. Maka aku menghampiri siswa itu dan memukulnya. Kami bertengkar hebat. Kami saling memukul, mencakar, menjambak. Kami jadi tontonan para siswa.

Dan sementara kami masih bertengkar, bel sekolah berbunyi dan tak lama kemudian guru masuk ke kelas kami, dia melihat kegaduhan di ruang kelas. Meja dan kursi sudah berantakan. Dan para siswa terpaku menonton kami.

Guru itu berteriak untuk menghentikan kegaduhan itu. Kemudian dia memanggil kami berdua, dan menyuruh kami berdiri di depan kelas. Guru itu menggelengkan kepalanya melihat keadaan kami yang menyedihkan. Penuh luka, dan seragam kami sudah robek. Dia bertanya,

"Kenapa ini bisa terjadi? Kenapa kalian bertengkar?"

Maka aku menjelaskan semuanya, tapi guru itu tidak mengerti. Dia menganggap enteng peristiwa itu. Dia tidak tahu bahwa Ipad itu berharga bagi saudara kembar ku. Dan saudara kembar ku adalah segalanya bagi ku. Apa yang harus ku katakan padanya nanti?

Guru ku bilang, bahwa seharusnya aku melapor saja tanpa harus berbuat ulah. Dan fokus belajar demi perlombaan yang sebentar lagi akan diadakan.

Sedangkan siswa itu hanya diberi hukuman ringan saja. Dia berdalih bahwa dia sudah meminta maaf pada ku tapi aku tidak memaafkannya malah menyerangnya secara brutal.

Padahal dia sama sekali tidak melakukannya. Dia pergi begitu saja seolah tak melakukan kesalahan.

Sejak peristiwa itu. Kebencian ku semakin bertambah. Aku benci pada orang-orang di sekitar ku. Tidak ada seorang pun yang membela ku, dan menghibur ku.

Selama jam pelajaran, aku tidak fokus dan menatap siswa itu dengan penuh kebencian. Rasanya aku ingin membalasnya lagi setelah jam pelajaran selesai. Tapi aku takut jika nanti ketahuan lagi, dan hukuman ku ditambah.

**********

Sesampainya di rumah, aku berusaha untuk menyembunyikan kejadian itu dari saudara kembar ku. Aku sangat takut menyakiti hatinya. Karena itulah aku menyembunyikan kejadian itu dengan sangat baik. Aku pulang dengan tenang seperti biasa seolah tak terjadi apapun.

Ketika saudara ku melihat ku berjalan menuju kamar, dia segera berlari menghampiri ku.

"Hei, bagaimana hari mu di sekolah? Dan bagaimana dengan Ipadnya? Pasti teman-teman mu kagum dan iri kan?"

"Mmm... iyah... mereka sangat kagum. Mereka bilang sangat bagus." Jawab ku dengan sangat gugup.

"Mmm, itu pasti. Tapi kenapa wajahmu terlihat lesu dan pucat?"

"Apa? Agh... tidak... Mungkin aku hanya kelelahan karena belajar. Kamu tahu kan sebentar lagi sekolah kami akan mengadakan olimpiade? Dan aku salah satu siswa yang mewakili sekolah kami. Karena itulah wajah ku lesu seperti ini. Aku hampir tidak punya waktu untuk istirahat. Sudahlah, aku ingin istirahat. Sebaiknya kamu kembali ke kamar mu."

"Baiklah. Istirahat yang maksimal yah biar kamu ga sakit. Karena wajah mu kelihatan pucat."

Sesampainya di kamar, aku terus berpikir sampai kapan aku harus menyembunyikannya. Suatu saat dia pasti akan bertanya.

Dia hanya memberi ku waktu satu minggu. Setelah itu bagaimana selanjutnya? Aku sangat takut. Bagaimana jika akhirnya orangtua ku tahu?

**********

Ke esokan harinya, di perjalanan menuju sekolah, aku menghampiri sebuah toko bermaksud untuk memperbaiki Ipad itu. Ketika penjaga toko itu melihat kerusakannya dia memberi tahu bahwa biaya perbaikannya sangat mahal.

"Dek, biaya parbaikan ini sangat mahal. Ini Ipad terbaru. Dan kami masih belum punya spare partnya. Kami harus beli dulu. Dan itu mungkin agak lama yah."

"Apa? Berapa lama ini akan diperbaiki?"

"Yah, mungkin sekitar dua minggu. Karena kami harus pesan sparepartnya dulu."

"Aduh, lama sekali. Bagaimana ini?"

Aku terdiam disana sambil memandangi Ipad itu. Aku terus berpikir bagaimana aku harus mencari alasan.

Kemudian penjaga toko itu bertanya lagi,

"Jadi bagaimana dek? Jadi ga diperbaiki? Dari tadi diam saja."

"Nanti saja yah pak. Saya pikir-pikir dulu. Nanti saya balik lagi."

"Yah sudah kalau begitu."

Sepanjang jalan aku hanya memikirkan hal itu. Dan sepanjang jam pelajaran, pikiran ku tidak bisa fokus. Yang ada di kepala ku hanyalah bagaimana caranya mendapatkan uang.

Meski aku terlahir dari keluarga kaya, tapi aku sama sekali tidak kaya. Aku tidak seperti saudara kembar ku yang setiap hari mendapatkan uang saku. Aku benar-benar miskin.

Dan sementara aku memikirkan semua itu, tanpa sengaja aku melihat teman ku menyimpan sejumlah uang di dalam tasnya.

Aku mulai berpikir haruskah aku mencurinya?

Tapi bagaimana jika aku ketahuan? Aku baru saja mendapatkan hukuman, jika aku melakukan kesalahan lagi, mungkin aku akan dikeluarkan dari sekolah.

Aku tidak mau membuat orangtua ku kecewa dan semakin mengabaikan ku. Mendapatkan prestasi saja, mereka tidak pernah memperhatikan ku, apalagi berbuat ulah. Mungkin mereka akan mengusir ku. Dan sekolah ku akan terhenti.

Pikiran ku pun menjadi sangat kacau. Mata ku terus tertuju pada tas teman ku dan pada Ipad saudara ku yang rusak. Aku terus bertanya dalam hati, 'Haruskah aku mencurinya?'.