webnovel

Silver Dynasty | Dinasti Perak

Pangeran Akasha. Jelmaan Pasyu. Pasukan Hitam. Entitas tak tampak : Mandhakarma yang keji. Tetiba dunia jungkir balik di hadapan Silva yang sedang berjuang mengatasi hidupnya yang kacau balau. Setelah 11.000 ribu tahun dunia dihancurkan tiga wangsa yang berseteru, hanya dua bulan waktu yang tersisa memecahkan mantra kuno milik Wangsa Akasha dan Pasyu! ______ Ribuan tahun silam, dunia dipimpin empat Wangsa Akasha yang sakti dan empat Wangsa Pasyu yang perkasa. Milind, panglima muda yang tampan dan ulung dari Akasha, mengawal kejayaan wangsa bersama tujuh pemimpin lainnya. Kehidupan damai penuh pesona, limpahan kekayaan dan kehidupan penuh martabat. Kecuali, bagi Wangsa Ketiga, budak Nistalit yang terpaksa menghamba. Kehidupan tetiba berdiri di jurang kemusnahan ketika Mandhakarma, kekuatan Gelombang Hitam, menyapu wilayah Akasha dan Pasyu dengan ganas. Satu-satunya penyelamat kejayaan para wangsa adalah unsur perak yang hanya dapat ditambang oleh para Nistalit. Nami, seorang budak perempuan Nistalit, menjadi tumpuan wangsa ketika keahliannya diperlukan untuk menemukan unsur perak. Hanya ada dua pilihan : memperbaiki hubungan dengan Nistalit ataukah membiarkan dunia dikuasai Mandhakarma. Ketika sebagian Akasha dan Pasyu terpaksa menjalin kerjasama dengan Nistalit, mereka memelajari hal-hal indah yang belum pernah dikenal sebelumnya : cinta dan harapan di tengah-tengah derita dan pengorbanan. Mandhakarma dan sekutunya, tak ingin membiarkan ketiga wangsa menguasai dunia; tidak di masa dahulu, tidak juga di masa kini. Perak, sebagai senjata pamungkas, tetiba menyusut dengan cepat justru ketika manusia sangat membutuhkannya. Sekali lagi, ketiga wangsa diuji untuk mempertahankan dunia dengan cara yang pernah mereka lakukan ratusan abad yang silam. ______ Cara membaca : ●Judul : kisah ribuan tahun silam Judul ( tanpa tanda ● di depan) : kisah di masa kini

lux_aeterna2022 · Kỳ huyễn
Không đủ số lượng người đọc
279 Chs

●Mandhakarma (9)

Tetiba Tala menghentikan serangan. Membeku di angkasa. Sayapnya mengepak pelan tanpa gelombang. Mata tak lagi tampak beringas, hanya menatap lurus tajam ke arah Milind, seolah ingin membedah setiap inchi tubuhnya. Mereka berhadap-hadapan dalam diam. Waspada. Saling mengukur kekuatan.

Kedua lengan Milind mengambil sikap bertahan terhadap serangan. Tubuh besarnya bagai gunung tegak, di hadapan naga Tala.

"Kau belum tahu siapa aku, Milind?" Tala berucap sembari memiringkan kepala.

"Aku cukup mengenal Paduka," ujar Milind tegas. "Raja Vasuki, klan cakar yang agung! Paduka menghendaki menjadi pemimpin utama para wangsa namun tak semua sepakat!"

Tala menyemburkan uap. Milind telah bersiaga untuk menghindari bola api. Tapi tidak, tak ada lontaran.

"Kau belum mengenalku, Milind," Tala menyeringai. "Kau akan tahu siapa aku sebentar lagi!"

Tala mengibaskan sayap, lebih cepat. Tampak bersiap menghindari pertarungan di medan laga, ia berbalik arah, membelakangi Milind. Melewati barisan pasukan Aswa yang terbang berjajar sembari mempersiapkan lontaran senjata kristal. Satu gerakan mencurigakan Tala, ribuan panah kristal akan menghujaninya dengan telak. Saat ini, pasukan Aswa jauh lebih siap dibandingkan sebelumnya.

Gosha, dalam wujud salah satu Pasyu – hewan serupa kuda putih bersayap – berdiri gagah di antara para pasukannya.

Tala mengibaskan sayap dengan anggun, menatap ke arah Gosha dan laskarnya yang setia.

Mata Tala berkilau kemerahan, menghitam kemudian. Mengepakkan sayap lebarnya bagai angin kematian ke arah pasukan Aswa yang menanti untuk membalas. Tala menyeringai lebar, terbang menjauh, meninggalkan jejak kehancuran.

❄️💫❄️

Milind mengecilkan ukuran tubuh. Mendekati Gosha yang masih mengepakkan sayap dengan teguh di antara awan-awan.

"Ia tak akan menyerahkan mantra pembuka," Milind berkata kecewa.

Gosha terdiam.

Tarikan napas panjang Milind terdengar berat, sarat kepedihan tak tergambarkan, "kita pun harus bersiap kehilangan Vurna. Kuharap, Ratu Laira dapat menyembuhkannya. Bagaimana aku harus menyampaikan pada Raja Jaladri?"

Gosha tak bereaksi.

Milind menyaksikan naga Tala berlari menjauhi mereka. Meninggalkan jejak debu, asap dan uap yang menyesakkan. Percikan api sisa-sisa pertarungan. Masih dilibas kekecewaan dan kehampaan, Milind terdiam cukup lama, berdiri di atas angin tunggangan. Ia bahkan tak tahu langkah selanjutnya. Jika Vasuki menolak menyerahkan mantra, apakah Kawah Gambiralaya dan Gerbang Ambara akan terkunci selamaya? Cukupkah persenjataan mereka menghadapi gelombang kekuatan baru yang bahkan, dari jauhpun sudah demikian menggentarkah? Milind melempar pandangan, jauh ke seberang.

Madhakarma tampak tenang, setelah menelan benteng timur laut.

Tampak tertidur. Atau menyusun kekuatan? Siapakah, atau apakah Madhakarma – sang Gelombang Hitam?

Tala berkata ia tahu segala rahasia langit. Tentang Nistalit. Tentang Madhakarma. Tentang hal yang masih samar bagi Milind…apa tadi? Berlian Surga? Milind menggeram pelan. Bagaimana Tala tahu begitu banyak? Bagaimana raja kejam sepertinya memiliki berita-berita penting hingga digunakannya untuk menindas yang lain?

Milind mendengar suara-suara asing.

Teriakan samar. Lengkingan. Keributan. Dentingan senjata. Kesadarannya pulih dari lamunan sesaat. Apakah Tala kembali lagi dan menyerang pasukan Aswa? Milind meraba dua pedang di pinggang. Ia membalikkan badan. Didapatinya pemandangan asing yang menegangkan dan mencabik ulu hati.

Heaaaaa.

Arrrrrrggggh.

Syuuut.

Syuuurrrrt.

Tep. Tep. Tep!

Prajurit Aswa saling bertarung. Melemparkan panah-panah kristal dari balik sayap-sayap putih keperakan yang mengembang. Melukai satu dengan yang lain. Membunuh selagi bisa! Beringas. Brutal. Kemarahan tanpa perhitungan. Satu tumbang. Sepuluh roboh. Seratus ambruk. Menyusul yang lainnya bergelombang-gelombang saling menyerang.

Milind meloloskan pedang dari sarungnya, menangkis panas-panah kristal yang tak sengaja menuju ke arahnya.

"Gosha! Apa yang ter…???"

Heaaaaaarrrrgggh.

Gosha menancapkan senjata kristal sepanjang tombak yang tersembunyi di balik sayapnya, tepat ke arah Milind! Tertegun, dihentak kejut dan panik, Milind bergerak menghindar dengan gesit namun keraguan membuatnya tak cukup cepat.

Tombak kristal itu menancap di bahu kiri.

Argh!

Kaki-kaki Pasyu Gosha dalam bentuk kuda putih memiliki kekuatan menara batu. Tendangannya menghantam tubuh Milind hingga sang panglima terpental dari angin tunggangannya, meluncur ke bawah. Dibanjiri rasa sakit tak terkira, Milind tak mempercayai pengkhianatan Gosha. Sesaat sebelum matanya mengabur oleh tekanan nyeri penderitaan, tampak olehnya wajah bengis Gosha dengan sepasang mata merah kehitaman menyala.

Seperti mata Tala.

Seperti mata sebagian pasukan Aswa yang ganas menyerang yang lain.

Gosha, tak membiarkan Milind lolos begitu saja.

Ia mengejar.

Dengan sisa-sisa tenaga, Milind merapal mantra, memanggil angin tunggangan. Tubuhnya tak dapat digerakkan. Mantra sakti Wanawa tak sanggup melawan kedahsyatan senjata Aswa, yang bergabung dengan kekuatan Vasuki. Entah bagaimana caranya, Aswa dan Vasuki yang berseteru lama dapat bersatu! Apakah mereka bersekongkol di belakang Wanawa? Membayangkan hal paling mustahil itu terasa menyakitkan.

Didera nyeri tak tertahankan, tubuh Milind menggigil. Tangan kanannya mencoba mengeluarkan tombak kristal dari bahu kiri. Tombak itu bergeming. Bahkan, menularkan kebekuan pada sisi tubuh Milind yang lain. Sebagian tubuh mulai kaku. Mantra panjang umur mungkin saja diucapkan, tapi ia bahkan tak dapat memusatkan pikiran saat terluka dan meluncur jatuh seperti itu.

Satu-satunya yang mungkin dilakukan adalah membakar sarung salah satu pedangnya; tanda meminta pertolongan. Tangan kanan Milind mencoba meremas sarung pedang Tanduk, mengucapkan mantra pertolongan yang singkat, membiarkan cahaya kehijauan menjadi jejak terakhir dirinya.

"Kau tak akan selamat, Milind!!" bentak Gosha menggelegar.

Mata Milind yang telah terpejam, membuka sesaat.

Itu bukan suara Gosha, benak Milind yang kacau bekerja. Itu bukan Gosha! Ia mengenal betul suara berat dan jernih milik panglima Aswa. Suara yang barusan didengarnya adalah…Nagen? Atau Tala? Atau salah satu klan Vasuki yang dikenalnya?

Gosha berhasil mengejarnya.

Dalam jarak yang semakin dekat, Milind melihat kilatan mata dan raut Gosha bukan seperti yang pernah dikenalnya.

"Gosha?" Milind menyebut nama itu lemah.

"Kau akan mati di tanganku kali ini!"

Wajah Vurna yang meregang nyawa. Pandang matanya yang dipenuhi rasa sakit dan teriakan memohon pertolongan. Ia telah kehilangan salah satu sahabat terbaiknya, panglima Jaladhi. Ingatan itu membangkitkan kemarahan dan nyala hidup dalam diri Milind yang sempat redup. Ia mulai bersahabt dengan rasa sakitnya. Melihat wajah Gosha, ia pun mendapatkan guratan wajah Vurna di sana. Tak akan dibiarkan satu lagi panglima terbaik wangsa Akasha dan Pasyu jatuh ke jurang kehancuran.

Angin tunggangan Milind, membantu tubuh sang tuan untuk mulai mendapatkan posisi stabil.

Gosha mengejar dengan beringas.

"Keparat kau, Milind!!"

Sebelah tangan Milind yang masih dapat digerakkan, melepas tali ikat pinggang. Milind melepas jubah hijaunya, yang terpaksa sobek karena tertahan tombak kristal di bahu kiri. Ia tak menghindari serangan Gosha yang menuju ke arahnya dengan serangan mematikan. Tubuh Pasyu Gosha berubah menjadi panglima A-Pasyu, serupa Nistalit. Rambut cemerlang dengan tali pengikat rambut perak berukir. Tubuh tegapnya mempersiapkan sebuah pukulan godam.

"Jangan lari! Kau akan mati ditanganku!!!" teriak Gosha marah.

Tidak, gumam batin Milind. Aku tak akan menghindar. Aku akan menyelamatkanmu.

❄️💫❄️

Dalam jarak dekat, pukulan Gosha seperti bukit batu berapi yang mendorong Milind menghantam dinding batu. Sedekat itu jarak yang diperlukan Milind, untuk melemparkan dan menghamparkan jubah hijau bersulam miliknya ke arah tubuh Gosha.

Jubah itu, disulam oleh Putri Yami dan Putri Nisha, dengan tirakat* panjang.

Jubah itu, dijahit oleh Ratu Varesha dengan tirakat lama. Hanya dengan satu tujuan : pemakainya terhindar dari marabahaya.

Sesaat setelah tubuh Milind mendapatkan pukulan Gosha, sebuah auman panjang terlepas dari mulut panglima Aswa. Jubah hijau bersulam milik Milind menggigilkan tubuhnya. Keduanya masih terpaku, tertahan di udara. Tubuh Milind terbaring di atas angin tunggangannya, dengan separuh tubuh membeku dan tombak kristal tertancap di bahu.

Seakan seberkas sinar mengejutkan dari pikiran yang mati.

Gosha mengerjapkan mata.

Menatap tak percaya dan berteriak penuh keputusasaan melihat Milind terbujur di hadapannya.

❄️💫❄️

_______________

*Tirakat : sebuah bentuk penyucian diri seperti puasa. Bertujuan untuk mendapatkan kekuatan, kesaktian atau terkabulnya keinginan

Milind...please don't die

Apakah menurutmu para panglima layak mati? :'(

Love~

lux_aeterna2022creators' thoughts