webnovel

Silver Dynasty | Dinasti Perak

Pangeran Akasha. Jelmaan Pasyu. Pasukan Hitam. Entitas tak tampak : Mandhakarma yang keji. Tetiba dunia jungkir balik di hadapan Silva yang sedang berjuang mengatasi hidupnya yang kacau balau. Setelah 11.000 ribu tahun dunia dihancurkan tiga wangsa yang berseteru, hanya dua bulan waktu yang tersisa memecahkan mantra kuno milik Wangsa Akasha dan Pasyu! ______ Ribuan tahun silam, dunia dipimpin empat Wangsa Akasha yang sakti dan empat Wangsa Pasyu yang perkasa. Milind, panglima muda yang tampan dan ulung dari Akasha, mengawal kejayaan wangsa bersama tujuh pemimpin lainnya. Kehidupan damai penuh pesona, limpahan kekayaan dan kehidupan penuh martabat. Kecuali, bagi Wangsa Ketiga, budak Nistalit yang terpaksa menghamba. Kehidupan tetiba berdiri di jurang kemusnahan ketika Mandhakarma, kekuatan Gelombang Hitam, menyapu wilayah Akasha dan Pasyu dengan ganas. Satu-satunya penyelamat kejayaan para wangsa adalah unsur perak yang hanya dapat ditambang oleh para Nistalit. Nami, seorang budak perempuan Nistalit, menjadi tumpuan wangsa ketika keahliannya diperlukan untuk menemukan unsur perak. Hanya ada dua pilihan : memperbaiki hubungan dengan Nistalit ataukah membiarkan dunia dikuasai Mandhakarma. Ketika sebagian Akasha dan Pasyu terpaksa menjalin kerjasama dengan Nistalit, mereka memelajari hal-hal indah yang belum pernah dikenal sebelumnya : cinta dan harapan di tengah-tengah derita dan pengorbanan. Mandhakarma dan sekutunya, tak ingin membiarkan ketiga wangsa menguasai dunia; tidak di masa dahulu, tidak juga di masa kini. Perak, sebagai senjata pamungkas, tetiba menyusut dengan cepat justru ketika manusia sangat membutuhkannya. Sekali lagi, ketiga wangsa diuji untuk mempertahankan dunia dengan cara yang pernah mereka lakukan ratusan abad yang silam. ______ Cara membaca : ●Judul : kisah ribuan tahun silam Judul ( tanpa tanda ● di depan) : kisah di masa kini

lux_aeterna2022 · Kỳ huyễn
Không đủ số lượng người đọc
279 Chs

●Mandhakarma (1)

Gelombang hitam menggulung pelan, dan mematikan.

Lapisan terluar Aswa yang berada di timur laut, runtuh. Benteng-benteng perkasa meleleh. Gundukan pegunungan awan putih, berubah perlahan memucat. Kelabu. Menua, lalu terhisap masuk ke dalam kehitaman tirai pekat yang tak berujung pangkal. Tak bertepi.

Prajurit Aswa yang mencoba tetap berpijak pada tempatnya berdiri, remuk redam dalam teriakan kesakitan yang panjang.

Aaaaarrrrrgggghhhh.

Rrrrrrrrhhgggg

"Selamatkan dirimu! Lari!"

"Aku bukan pengecut!!""

"Harus ada yang selamat!"

"Kau larilah. Aku akan melindungimu dari sini!"

"Tidak! Dengarkan aku....arrrggggghhh!"

Para prajurit mengerang kesakitan. Mata terbelalak. Mulut melolong. Airmata tanpa suara menemani saat-saat akhir. Bagaimana cara menghadapi bahaya yang tak memperlihatkan siapa musuh sama sekali? Jika lawan adalah sosok nyata macam Akasha atau Pasyu, mereka dapat mempersiapkan diri lebih baik. Bahkan andai, tanpa persiapan pun, pertempuran dapat dilakukan jauh lebih mudah. Serangan tiba-tiba kali ini sama sekali tak memperlihatkan sama sekali sosok seteru!

Satu prajurit Aswa yang dipaksa selamat oleh para prajurit martir yang lain, terluka parah. Mencoba terbang menjauhi benteng timur laut, menuju benteng terdekat yang jaraknya berpuluh-puluh ribu hasta.

Ia terbang menjauh.

Separuh sayap luka membuatnya tak mampu mengepak terlalu lama. Antara benteng timur laut dan benteng utara, gumpalan-gumpalan awan terbentang bagai gurun putih susu yang bisu.

Jika tersuruk ke gumpalan awan, prajurit terluka itu akan baik-baik saja.

Tapi ia harus terus menyeberang, melewati ruang hampa tanpa gulungan awan. Ketika sayap tak mampu bergerak lagi, tubuh prajurit itu meluncur ke bawah.

Sadar, kehidupan abadi tak berpihak padanya, prajurit itu melepas logam berukir pelindung kepala. Membakarnya dengan gesekan udara. Hingga jalur api tampak di kejauhan bagai bintang jatuh.

❄️💫❄️

"Prajurit Utara! Apa yang kau lihat?"

"Prajurit timur laut meminta bantuan!"

"Ada apa?!"

"Ia membakar logam pelindung kepala. Darurat!!"

"Cepat kirimkan kubah pelindung ratu! Pasti ada yang terluka!"

"Panggil Panglima Gosha. Ia harus tahu kejadian ini!"

❄️💫❄️

Tubuh prajurit itu tiba di benteng utara dalam keadaan mengenaskan.

Tubuhnya nyaris hancur. Luka aneh yang tak dapat digambarkan, seperti terbakar namun tak melepuh. Menghitam, tapi bukan terpanggang.

Bahkan, kubah pelindung ratu tak dapat meringankan, memulihkan, apalagi menyembuhkan luka-lukanya. Kubah pelindung hanya dapat melingkupinya, menahannya dari terjatuh lebih jauh ke bumi, dan mengangkatnya perlahan menuju benteng terdekat dengan dipanggul beberapa prajurit bersayap lainnya.

Bahaya?

Ancaman?

Serangan?

Pemusnahan?

Seolah serangan itu meninggalkan jejak kesakitan dahsyat yang hanya berujung kematian.

Gosha, yang segera tiba karena laporan dari prajurit pemberi kabar tercepat, memberikan mantra terbaiknya untuk melengkapi mantra ratu Laira pada kubah pelindung.

"Apakah itu, Panglima Gosha?" tanya seorang prajurit utara ketakutan.

"Dia mati!"

"Prajurit Aswa yang hebat dapat mati seperti ini."

"Bagaimana jika gelombang kematian yang dilihat pasukan timur laut ini, menyerang seluruh Aswa? Bagaimana rakyat biasa bisa menanggulanginya?"

Gosha menghadap ke arah para prajurit.

"Diamlah kalian! Tenanglah! Aswa adalah Pasyu terbaik! Jika pasukan terbaik dari yang terbaik mengeluh seperti ini, bagaimana wangsa Pasyu dapat bertahan dan berjaya??!"

Beberapa prajurit yang sudah dapat menenangkan diri, mendekat ke Gosha dengan sikap siaga penuh.

"Apakah ini serangan Vasuki?"

"Atau serangan gabungan, antara Vasuki dan sekutu-sekutunya?"

"Apakah ini, genderang pertempuran besar-besaran yang digaungkan oleh musuh-musuh Aswa untuk memukul mundur kita; sekali lagi?"

Gosha menarik napas panjang.

"Aku tidak tahu," jawab Gosha berusaha tenang. "Kalian tetaplah waspada di tempat masing-masing. Aku akan segera menghadap Raja Shunka."

Apakah itu serangan Vasuki atau bukan, tak ada yang tahu kebenarannya. Sangat berbahaya untuk menarik kesimpulan gegabah, dari sebuah keadaan dahsyat yang menimbulkan banyak kematian. Batin Gosha berperang antara ingin menuduh Vasuki, dengan keraguan-raguan yang memenuhi benaknya. Walau geram dengan Vasuki jika itu betul serangan para klan bercakar, Aswa tak akan ragu membalas musuh yang terang-terangan mengobarkan kebencian.

Tapi, bagaimana jika itu bukan Vasuki?

Bagaimana jika sebuah kekuatan hebat yang tetiba melempar serangan mematikan tanpa mereka pernah menduga dan tak mempersiapkan diri sama sekali? Bagaimana Aswa dapat bertahan menghadapi semua ini? Pertanyaan-pertanyaan Gosha, disudahi dengan kematian sang martir.

Prajurit timur laut itu menghembuskan napas terakhir dengan damai. Dalam dekapan kubah pelindung dan disaksikan sepenuh penghormatan oleh semua prajurit utara yang menghargai pengorbanannya. Gosha melarang desas desus yang meresahkan keluar dari benteng utara.

Biarkan berita-berita samar ini disampaikan oleh sang panglima kepada raja dan ratu Aswa.

❄️💫❄️