webnovel

Jatuh

Bugh!

Tubuhku terguncang dan terhempas kedasar lantai kaca yang saat ini menjadi tempat tinggalku. Aku benar-benar tidak ingat sama sekali apa yang sudah terjadi pada diriku sebelumnya. Yang aku tahu, aku terbangun sudah dalam keadaan seperti ini. Sendiri di ruang yang sepi tanpa ada siapapun yang menemani.

Saat ini cahaya mulai redup dan kegelapan kembali menyapa. Aku akan kembali memejamkan mata jika suasana gelap sudah menjelma. Aku akan kembali terjaga saat secercah cahaya datang menyapa.

Baru saja aku terpejam, satu sorot cahaya datang memenuhi ruang kedap udara ini. Mataku terasa bagai tersihir hingga spontan kembali terpejam karena silau. Tubuhku terasa terangkat dan terguncang membuatku terpelanting kesana kemari.

'Apa-apaan ini, kenapa aku seperti ini. Apa yang terjadi dengan tubuhku?'

Craassss ...

Siuuunnng ...

Wussshhh ...

"Aku berada di mana ini?" ucapku lirih tanpa suara melainkan hanya bibir yang bergerak dan menatap tempat yang berbeda dari sebelumnya.

"Hei, siapa kamu? kenapa kamu berada di dalam botol ini dan tubuhmu berubah menjadi besar begitu tutup penyumbat ini ku tarik?"

Aku mendengar suara yang pernah ku dengar sebelum aku berada di tenpat ini. Tetapi aku tidak mengenalnya. Dia seorang pria yang begitu tampan. Tubuhku menjadi kaku dan bergetar melihatnya. Aku takut dia mengancam jiwaku.

"Hei! kenapa kenapa kamu malah bengong? apa kamu lapar? ayo ikut bersamaku dan aku akan menyiapkan makanan enak untukmu.

Pria itu menarik lenganku dan membawaku entah kemana. Aku masih sangat asing dengan tempat yang ku pijak saat ini. Aku hanya bisa mengikuti langkahnya dan menuruti perkataannya dengan perasaan was-was.

Ku lihat pria itu mengumpulkan benda yang bisa berubah menjadi asap dan ada sesuatu yang di letakkan di atasnya hingga berubah.

"Ini, makanlah. Kamu pasti lapar," pria ini menyodorkan sesuatu ke depan wajahku. Aroma wangi tercium di indra penciumanku dan reflek aku membuka mulut.

"Enakkan? ini namanya ikan bakar. Makanan favoritku, kita makan bersama ya. Karena aku hanya punya satu." Pria itu terus berceloteh dan aku tak dapat mengeluarkan suara barang sepatah pun untuk menjawab setiap ucapannya.

"Oh ya, siapa namamu? kenalkan, namaku Lion." Pria itu memberikan tangannya padaku. Nama? bahkan aku tidak tahu siapa namaku. Aku benar-benar tidak ingat apa pun.

"Kamu sangat cantik, tapi kenapa kamu tidak bisa bersuara? apa kamu bisu? apa karena kamu takut padaku? tenang saja. Aku hanya mengembara di hutan ini untuk mencari tanaman obat." Terangnya panjang lebar.

"Aku panggil kamu siapa ya? kamu cantik, rambutmu panjang, hidungmu mancung, bulu mata sangat lentik." Pria itu menatap setiap inci tubuhku dan memandangi bola mataku dengan intens.

"A..." aku terkejut dan langsung memegangi area leherku. Aku bisa mengeluarkan suara.

"Kamu bisa bicara?" antusiasnya begitu mendengar suaraku.

"Ini, minum ini. Ini adalah air ramuan untuk memperlancar tenggorokan." Lion memberikan sesuatu dan aku meminumnya. Tidak ada rasa yang aneh dan malah membuatku merasa nyaman.

"Lion," aku menyerukan namanya setelah meneguk cairan pemberiannya. Benar-benar ajaib.

"Ya, itu namaku. Namamu siapa?" tanyanya dengan senyum yang riang menghiasi wajah tampannya.

Aku menunduk karena bingung tidak mengingat namaku sendiri. Aku memilin jari-jari tanganku mencoba mengingat sesuatu tapi malah membuatku pusing.

"Baiklah, aku akan memberimu nama... Lily. Setujukan?" senyumnya merekah membuatku tak bisa berkedip. Ide itu muncul begitu saja dari bibirnya yang seksi.

"Sekarang istirahatlah, ayo, aku antar kamu ke dalam sana," tunjuknya ke sebuah tempat.

"Ini namanya tenda, kamu bisa istirahat di dalam sini, biar aku berjaga di luar. Selamat istirahat, Lily." pria itu meninggalkanku sendiri di dalam tempat gelap ini. Aku kembali ke dunia kegelapan. Tidak, aku tidak ingin sendiri lagi. Dia adalah cahaya bagiku dan temanku sekarang. Aku tidak ingin sendirian lagi, aku pun keluar dan duduk di sisinya yang baru saja terpejam. Ku lihat wajahnya yang di terangi oleh api unggun terlihat seperti memerah. Mengikuti caranya memejamkan mata dengan bersandar pada pohon besar di sisinya.

Rasa nyaman menyelimuti jiwaku. Hangat dan damai dalam tidurku kali ini.

Cahaya mentari merambat naik menerangi seluruh isi bumi. Dua insan yang masih terlelap dengan bersandarkan pohon besar dan saling berpelukan dengan nyaman tanpa sadar.

Aku terbangun dan mendapati ada lengan kokoh yang menjadi tempat nyaman posisiku saat ini. Ku sentuh hidung mancungnya dan malah membuatnya membuka mata.

"Lily! kamu kenapa tidur di luar?" suara paniknya melihat aku yang ada di sisinya saat ini.

"Aku takut sendirian di sana," jawabku dengan murung.

"Maaf, aku tidak memikirkan hal itu, aku akan selalu menemanimu mulai saat ini." Tegasnya padaku sedikit membuatku merasa dilindungi olehnya. Senang sekali rasanya bisa bertemu makhluk sepertinya.

Perjalanan pun di mulai setelah aku dan dia saling mengobrol, aku mengakui jika aku memang tidak mengetahui siapa diriku sebenarnya dan dia menganggap aku lupa ingatan. Tak masalah bagiku asal bersamanya aku siap menjalani hari-hari kedepan dan menghadapi rintangan apapun asal tetap bersamanya.

Kuamati setiap hal yang di lakukan olehnya dan kuikuti kegiatannya. Semua yang dia lakukan adalah memetik sebuah daun, aku pun ikut mengambil beberapa dan kuserahkan pada Lion agar bisa di sortir olehnya.

"Kamu ternyata pandai memilih Lily, oh ya, hati-hati. Nanti kalau ada ular bisa bahaya," tuturnya padaku yang melihat aku saat ini menggapai dedaunan yang tempatnya rimbun.

Aku pun mendengar suara desisan aneh di sekitarku, karena aku yang memang tidak paham, aku mengacuhkan suara tersebut hingga tubuhku tiba-tiba di tarik paksa oleh seseorang.

Grebbb

"Awas, Lily! Kamu dalam bahaya!" aku hanya mematung kala Lion memeluk tubuhku dan ku lihat seekor binatang bertubuh panjang menjulurkan lidah ke arahku. Ular itu pun mendesis serta mengeluarkan semburan putih yang aneh.

"Ular itu hampir saja memakanmu, kita harus segera pergi dari sini!" Lion membawaku lari dari bahaya itu dengan cara berlari secepat kilat.

Setelah di rasa cukup aman, aku dan Lion kembali berjalan seperti biasa. Rasa penasaran untuk menanyakan hal yang baru saja dilakukan oleh Lion membuat bibirku sulit untuk mengatup.

"Lion, kenapa kamu bisa lari secepat kilat dan kulihat kakimu tidak menyentuh rerumputan seperti yang kita lakukan sekarang?" tanyaku sambil memperhatikan langkah masing-masing.

"Oh, itu hanya satu jurus yang aku miliki untuk melindungi diri. Aku tidak di perbolehkan untuk melukai binatang," jelasnya. Lion terlihat fokus melihat secarik tulisan di tangannya dan menghitung dengan jari.

"Kau sedang apa?" tanyaku kembali.

"Aku sedang mencatat dedaunan yang sudah kita petik dan sekarang tersisa dua macam tanaman lagi. Letak tanaman yang dua ini lumayan jauh. Satu di dekat lembah dan satu lagi di puncak gunung. Kita harus segera sampai di lembah sebelum matahari bergeser." Lion menerangkan dengan panjqng lebar.

Aku yang tidak mengerti pun hanya menurut saja, entah apa tujuanku ikut dengannya dan Lion pun berjanji ingin melindungi di setiap langkahku. Aku merasa senang dengan apa yang dilakukannya serta nyaman bersamanya. Meski baru sebentar aku mengenal lelaki ini, tapi aku merasa sudah seperti sangat dekat sejak lama.

Owak owak owak

"Lion, suara apa itu?" aku langsung memegang lengannya dengan erat begitu mendengar suara aneh.

Lion malah tertawa renyah menatap ke arahku yang sedang ketakutan. Lelaki ini malah terlihat menyebalkan bagiku jika aku bertanya dia malah menjawab dengan tawa.

"Kamu tidak tahu itu suara apa?"

Aku hanya menggeleng pelan sebagai jawaban.

"Itu adalah suara burung gagak," jawabnya setelah mengatur mimik muka karena melihat aku yang sedang memanyunkan bibir karena kesal padanya.

"Aku tidak tahu apa itu burung gagak." Aku berjalan cepat mendahuluinya.

"Hei! Maaf ya, aku tidak bermaksud begitu padamu." Lion mengejar langkahku dan meraih tanganku.