Baru beberapa detik lalu, foto profil Jemima berubah total. Nampak wajah manja perempuan muda, tirus dan langsing bak penampakan avatar. Mungkin nih foto hasil editan atau dikasihkan filter bertumpuk-tumpuk jadi hasilnya pol maksimal bohay. Simon dan Tobo tak pelak bersiul penuh kekaguman.
"Weisss. Cakep pula si jemima, Mon. Gue kirain macam kayak mon ... eh maksudku Lady Hanoman. Hohoho." Tobo menyerocos sok selengekan.
"Elonya tuh Hamba Hanoman, Bo. Apa sih Lady Hanoman. Emangnya kera manusiawi apa?" Simon menyikut rusuk Tobo hingga si cowok meringis ketengilan.
"Beda ya, Mon, manusia kera ama kera manusiawi?"
"Beda banget, lah. Manusia kera kepalanya manusia badannya monyet. Lah kera manusiawi itu palanya monyet tapi badannya manusia. Gak lucu, kan menurut elo?" Simon malah terpingkal sampai parasnya sedikit berkeringat.
"Elo masak gak paham riwayat leluhurmu sendiri, Mon. Kera ama monyet itu beda lagi. Kera itu gak punya ekor, monyet punya. Itu baru satu doang bedanya. Terus ..."
"Stop, stop, Bo. Kita mending bahas cewek aja, deh. Bahas monyet melulu, takutnya beneran jadi jomblo kemonyetan, lho." Simon mengangkat tangannya segera, tanda memohon ampun pada si Tobo.
"Apa? Jambu monyet? Mau dong satu. Asoy geboy!" Tobo menadahkan tangannya, dijawab dengan tabokan di telapak tangan oleh teman satu jomblonya.
Akhirnya, Tobo dan Simon mengulik-ulik profil Jemima yang fotonya bukan main gemoy dalam makna menggemaskan luar dalam. Ini bukan manusia ini mah. Manusia sejati mukanya gak bakal kek gini, analisis si Tobo yang lumayan masuk akal. Gile, pinggangnya kayak hampir patah saking kecilnya. Ini pasti boneka avatar ini, mah.
Iseng-iseng, Tobo berpura-pura jadi Simon, memancing chatting-an dengan pujian menjurus. Suit suit cewek cakep, godain kita, dong. Satu dua menit belum ada tanggapan. Merasa tak direspons, Tobo makin panas dan nekat merangsek lebih jauh. Cewek gemoy, bikin hati gemes gemes. Semriwing, cing!
Simon berupaya men-delete chatting si Tobo. Apa daya, pesan seronok keburu dibaca yang berkepentingan. Apalagi balasan si dia lumayan menohok hati. Elo cowok pada ngeres ya lihat cewek cakep. Masa muda gak bahagiakah, Bow?
"Tuh kan, Bo. Gara-gara elo, sih. Si Jemima jadi gak suka sama gue. Tangan lu tuh gatel banget!"
Simon menunjuk ke layar laptopnya. Saking asyiknya kedua cowok itu sampai membawa laptop ke lantai dan saling sikut memperebutkan laptop sembari lesehan mirip cacing kepanasan yang gelisah.
Tobo tak acuh, justru jari-jarinya makin tanggap, merespons nakal chatting si Jemima. Kebetulan gue masih muda, Yang. Asal ada kamu di hatiku barulah aku bahagia, Yang.
Oh, kirain dikau Om Senang. Berapa umur dirimu, Bow? Bagi tahu, dong. Si Jemima aka Gemoy mengirimkan balasan dalam sekejap.
"Bo, Bo, sini dong. Gue lagi. Itu kan spot milik gue. Kok jadi elo yang chatting sama doi?" Simon secara paksa melengserkan Tobo dari muka laptop.
"Spot apaan? Emang elo dah kontrak mati si Gemoy? Dia tuh open listing tahu. Siapa aja boleh booking buat pedekate." Tobo malah mengumpamakan Jemima layaknya properti yang merupakan jualan nyokapnya si cowok influencer.
"Yang duluan nemu dia tuh gue, Bo. Kok elo nyelak gak pake aturan gitu. Double agent lo, agen bermuka dua, elonya." Simon tak mau kalah memakai istilah properti untuk agen yang main curang.
Gue 26 tahun, Yang. Bujangan ting ting dan super mapan. Elo dah dapet calon yang hakiki di diri gue. Hehehe. Tobo dengan gesitnya menyabot Simon, yang cuma mampu menjitak ubun-ubunnya geregetan.
Apa boleh buat, Tobo memang layak sombong. Si cowok memang mapan, usianya 26 dan jombloers sejati tak jauh beda dengan Simon yang lebih memble. Apa mungkin Tobo lebih layak menggaet hati Jemima ketimbang dirinya yang semi jobless dan lintang pukang di PT Morat-Marit Maju Mundur Salah Semuanya? Dasar nasib tukang berondong mungkin bisanya cuma plintat plintut kayak begini!
Tobo diem-diem double agent alias tukang telikung teman sendiri. Bisakah Simon meredam kelakuan Tobo yang gemoy ini?