webnovel

Chapter 26: Training Ground (Part 1)

Lobak POV

Lobak menghembuskan napasnya lega karena ia berhasil melahap semua sandwich yang ada di dalam mulutnya, "oke... sekarang, apa yang lo mau tunjukin" Rose menatap Lobak lalu ia menghembuskan napasnya kasar.

"Aku..." Lobak menaikkan satu alisnya. Tanpa aba-aba, ia langsung menarik Rose ke pelukannya dan menatap matanya, "liat mata gue, Alpha" Lobak menatap mata merah milik Rose lalu ia menghembuskan napasnya kasar. "Apa... lo khawatir sama sesuatu?" Rose menggelengkan kepalanya, "udah jujur aja" Rose menghembuskan napasnya kasar.

Dua ekor macan berjalan menghampiri Lobak dan tersenyum, "take it easy boys, bentar oke?" Lobak langsung menengok ke belakang dan melihat kedua macan menatapnya. Lobak langsung mengusap kedua kepala macan tersebut.

"Good boys" Lobak menatap Rose yang kini sedang menatapnya, "kenapa lo gak bilang dari awal kalo lo punya macan cakep kek gini?" Rose menghembuskan napasnya kasar lalu ia berjalan menghampiri keduanya. "Ini adalah peninggalan ayahku" Lobak hanya diam dan menatap Rose yang sedang mengusap pipi kedua macan tersebut,

"Jujur, aku merindukannya" Lobak menganggukkan kepalanya lalu ia memasukkan tangannya ke dalam kantong celana jeans yang di kenakan olehnya. "Apa yang lo lakuin, semoga ngebuat orang tua lo bangga" Lobak menatap ke arah maid yang sedang meletakkan meja di taman.

"Lo kolongmerat beda ya?" Rose hanya menghembuskan napasnya kasar dan menganggukkan kepalanya, "terus masalah lo... sama... Jennifer?" Rose hanya diam sambil menatap mata kedua macan yang kini sedang di usapnya. "Apa kau ingin makan?" Lobak hanya diam.

"Rose" Rose hanya diam menatap Lobak, angin membuat rambut Rose berantakan dan Lobak memejamkan matanya, ia menatap langit dan menghembuskan napasnya kasar, "apa... kau... yang..." Lobak menggelengkan kepalanya lalu ia menghembuskan napasnya kasar. "Nature" Rose menghembuskan napasnya kasar, "denger, apapun masalahnya gue..." Rose memeluk Lobak dan membuat keduanya jatuh.

Lobak hanya diam dan mengusap rambut Rose lembut. "Lo sedih karena mungkin... seharusnya bukan lo?" Rose menganggukkan kepalanya lalu ia menatap mata Lobak, "apa ayahku mengambil keputusan yang salah?" Lobak mengsuap rambut Rose.

"Kapan kejadiannya?" Rose menghembuskan napasnya kasar.

Flashback on

Suara gelas pecah membuat Mr. McConmark dan Young Jae berdiri lalu di ikuti oleh Rose dan ibunya, "mengapa kau memberikan takhta kepada keluarga Gallahan!? Mereka tidak berhak!" Mr. McConmark langsung menyegel kekuatan Jennifer.

"Kau..." Mr. McConmark menatap anak tunggalnya lalu ia berjalan menghampiri Jennifer McConmarck yang kini sedang menatapnya. "Rose lebih berhak karena ia membantu perusahaan, dan adalah orang yang tepat untuk meneruskan takhta McConmark, Jennifer. Apa kah aku bersikap adil? Ya! Aku telah bersikap adil!" Mr. McConmark menghampiri Jennifer dengan mata birunya lalu ia memberikan laporan kepada Jennifer.

"Bacalah, jika kau ingin takhta kau harus melakukannya dengan benar" Jennifer hanya diam dan menatap ayahnya tajam, "aku tidak akan pergi sebelum..." McConmark langsung menyegel Jennifer dan di saksikan oleh seluruh orang yang ada di dalam ruangan tersebut.

"Ayah..." Mr. McConmark menatap Jennifer tajam dan ia menghembuskan napasnya kasar, "pergi dan jangan kembali" Mr. McConmark menyentuh kening Jennifer, "jangan pernah kembali ke rumah ini lagi" Mr. McConmark meanatap Young Jae lalu ia menganggukkan kepalanya.

Flashback off

Lobak memeluk Rose dan mengusap rambut Rose dengan lembut, "gue paham kok" Lobak menghembuskan napasnya kasar, "jadi... lo mau tunjukin apa ke gue?" Rose menatap mata Lobak. "Latihan" Lobak mengerutkan keningnya.

"Lo taukan kalo misalnya..." Rose menghembuskan napasnya kasar, "dengar... aku tidak akan mengulang ini untuk kedua kalinya, Lobak. Aku merasakan jika kekuatan mu masih tidak beraturan" Lobak menghembuskan napasnya kasar.

"Jadi... gue bukan... manusia gitu?" Rose menggelengkan kepalanya, "kau adalah Luna" Lobak menghembuskan napasnya kasar dan membantu Rose berdiri. "Terus?" Rose menatap Lobak, "kau adalah istriku" Lobak menghembuskan napasnya kasar dan menatap Rose.

"Jangan terburu-buru, oke? Gue masih terluka dan mulai dari nol" Rose hanya menganggukkan kepalanya. Lobak mengambil hapenya dan menatap Rose, "bentar Irene sms" Lobak langsung membalas sms Irene dan menghembuskan napasnya lega.

"Gue... mau makan dulu" Lobak duduk di kursi dan mengambil satu potong sandwich lalu ia menatap Rose, "sit, we need to talk, right?" Rose hanya diam dan menatap Lobak yang kini sedang menatapnya. Lobak mengambil satu potong sandwich lalu ia tersenyum dan mennuang tehnya ke dalam cangkir kosong.

"Kau akan menjadi penerus takhta, Lobak. Apa kau siap?" Lobak meletakkan cangkir teh tersebut di depan Rose yang masih berdiri sambil menatapnya, "apa gue punya pilihan yang lain?" Rose menghembuskan napasnya kasar dan menggelengkan kepalanya.

"Apa kau suka... dengan daging?" Lobak menatap Rose dan menganggukkam kepalanya, "gue suka banget sama yang namanya daging, apa lagi makan kebab" Rose menganggukkan kepalanya, "apa nanti malam kau akan ikut denganku?" Lobak menganggukkan kepalanya.

"Apa itu salah satu trainingnya?" Rose menggelengkan kepalanya, "aku hanya ingin mengobservasi sebelum au melatihmu" Lobak mengerutkan keningnya, "boleh aku tanya sesuatu?" Lobak menganggukkan kepalanya.

"Apa kau pernah merasakan ada yang aneh dari tubuhmu? Maksudku perasaan panas pada malam tertentu?" Lobak mengusap dagunya sambil menatap Rose, "gue... pernah ngerasaain beberapa kali rasa kek pengen... melakukan sesuatu... tapi gak tau kenapa.... gue gak pernah ngerasaain lagi semenjak.... insiden di rumah sakit" Rose diam mengerutkan keningnya bingung.

"Maksudmu... kau merasakan emosi yang tidak stabil?" Lobak masih mengusap dagunya dan menatap Rose, "ya beberapa kali" Rose menuangkan teh tersebut ke dalam cangkir lalu ia menatap Lobak, "tapi, anehnya..." Rose menatap Lobak.

"Semenjak insiden rumah sakit gue gak pernah ngerasain marah yang berlebih" Rose menatap Lobak, "perasaan panas yang kau alami?" Lobak menganggukkan kepalanya. "Itu... semenjak gue kecil, katakalah kalo gue demam setahun sekali" Rose menganggukkan kepalanya.

"Baiklah" Lobak menganggukkan kepalanya, "kalo boleh tau... kapan?" Lobak mengerutkan keningnya, "kapan apa?" Rose menyesap tehnya dan tersenyum, "kapan kau merasakan emosi yang tidak terkendali?" Lobak menghembuskan napasnya kasar dan menatap Rose, "semenjak gue kecil, dan anehnya luka sekecil apapun langsung sembuh" Rose menatap Lobak.

"Maksud mu?" Lobak mengusap dagunya, "gue pernah kan operasi di kepala. Nah, bekas operasinya itu cuman tiga hari langsung ilang, aneh gak sih!?" Rose mengusap dagunya, "apa... kau pernah melakukan sesuatu lebih dari tiga kali?" Lobak mengerutkan keningnya.

"Maksudnya gimana dah?" Rose menghembuskan napasnya kasar dan menggelengkan kepalanya. Ia terdiam dan menatap pisau roti. "Coba kau iris... jari mu" Lobak mengambil pisau tersebut dan mengiris jarinya telunjuknya, "ini..." Lobak langsung mengelap darah menggunakan jempol kanannya dan mengerutkan keningnya.

"Lo liat sendiri kan?" Rose menganggukkan kepalanya, Lobak langsung menunjukkan jari telunjuknya lalu ia menghembuskan napasnya kasar. "Permisi, Yang Mulia, apa anda memanggil hamba?" Lobak melihat Gi Hoon yang berdiri di belakang Rose.

"Tolong persiapkan, malam ini kita berburu" Gi Hoon menganggukkan kepalanya. "Dan, jangan kau ganggu Lobak lagi!" Gi Hoon hanya menyengir dan pergi.

"Aelah... santuy aja" Lobak meminum tehnya hingga habis.

TBC