webnovel

Chapter 13: Saturday Night (Part 1)

Julia POV

Julia membuka pintu rumah dan mendapati Wolfie yang sudah berwujud manusia sedang duduk di samping Han yang sedang mengusap rambutnya. "Paman?!" Wolfie langsung berlutut membeli hormat kepada paman Julia yang sedang berdiri di belakangnya.

"Peliharaan dan majikan sama saja!" Julia hanya diam dan memberi isyarat kepada Wolfie untuk diam. Wolfie hanya menganggukkan kepalanya dan ia menyambut pamannya. Han hanya berdiri sambil tertunduk malu.

"K-kami kira..." Julia memberikan isyarat kepada Han untuk diam. Han hanya menganggukkan kepalanya.

"Pakdhe, aku kan udah bilang. Aku gapapa... mereka anak baik-baik, kok!" Sang paman hanya menghela napasnya kasar.

"Kalo emang kamu ndak apa-apa tinggal sendiri sama peliharaan kamu. Kenapa kamu bisa di serang sama orang lain?! Mana orang yang nusuk kamu?!" Julia hanya menggaruk-garukan rambutnya yang tidak gatal.

"Julia gak tau kemana, pakdhe. Menurut pakdhe, dia dimana?" Tanya Julia kepada pria yang memakai pakaian adat jawa lengkap dengan blankon yang ia kenakan.

Paman Julia berjalan masuk dan mengobservasi di ruangan sekitar dan menghela napasnya kasar. "Kamu kira dengan nyogok Adi, kamu bisa bohongin pakdhe!?" Julia hanya berdiri di antara Wolfie dan Han dengan kepala tertunduk.

"Ada apa?" Bisik Han di telinga kanan Julia.

"Bos mu mengadukan kejadian ini kepada paman ku." Han hanya menghela napasnya kasar dan menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Julia!" Panggilan dari pamannya langsung membuat Julia berjalan menghampirinya. Sang paman langsung memukul kepala Julia. "Itu bersihin!" Perintah pamannya sambil menunjukk kamar mandi Julia yang kotor.

Julia menghela napasnya kasar dan menganggukkan kepalanya. Ia segera memungut baju kotor yang berserakan di lantai dan memasukkan baju kotor tersebut ke dalam mesin cuci dengan malas. "Kamu itu cewek! Walaupun kamu nanti yang bekerja, apa kamu ndak malu sama istri mu?! Berbuat aja khilaf. Apa kamu ndak takut dosa?!" Julia hanya diam sambil membatin.

"Paman, sudah... Julia berusaha..." Wolfie langsung terdiam ketika pamannya menatapnya dengan tatapan tajam. Wolfie hanya menghela napasnya kasar dan mengangguk pelan.

Di tengah suasana 'mencekam' membuat kedua pria tersebut menundukkan kepalanya. "Kamu, Walter! Kenapa kamu ndak lanjuti kuliah?! Terus siapa cowok di sebelah kamu?!" Mata hijau milik sang paman menatap Wolfie dengan tatapan tajamnya.

"S-saya... tidak ingin membebani Julia, Paman. Saya..." Paman langusung menepuk pundak Wolfie dan menatapnya.

"Jangan alasan! Kalo Julia ndak mau bayarin kuliah mu, telpon pakdhe!" Ucapnya dengan tegas. Wolfie hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

Julia hanya melirik sinis sang paman dan berlalu ke halaman belakang sambil membawa satu ember pakaian basah.

Rose POV

Rose duduk di teras depan rumah Julia sambil menikmati teh bersama tantenya. "Kamu yang di takdirkan sama Julia?" Rose menganggukkan kepalanya. "Cantik ya, kamu." Pipi Rose memerah mendengar sang tante mengomentari tentang kecantikan Rose.

"Bibi sendiri juga cantik," ucapnya. Rose menghela napasnya. "Aku bingung dengan sikapnya. Apa menurutmu, aku harus menolak dirinya?" Sang bibi langsung menggenggam tangan Rose dan tersenyum.

"Julia itu orang baik, nduk. Bibi sama paman keras karena Julia..." omongannya terhenti ketika Julia terpental keluar. Mereka berdua kaget karena Julia sudah berwujud serigalanya. Ia hanya menghela napasnya kasar dan tersenyum. "Cah ayu, sing sabar ya?" Rose mengerutkan keningnya.

Usapan lembut dari tantenya membuat Rose tenang. Seakan mengerti apa yang di ucapkan, Rose menganggukkan kepalanya. "Apa artinya?" Rose mendengar suara sangat gaduh dari rumah.

"Julia itu sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi sejak kejadian 3 tahun silam." Rose menengok.

Rose mendengar suara teriakan dari dalam langsung beranjak dari tempat duduknya. "Julia!" Ia melihat dimana Julia sedang berjongkok dengan wajah yang penuh dengan lebam.

"Ada apa?!" Rose bergegas masuk dan menatap Julia yang sedang meringis kesakitan. "Mr. Kuncoro. Sebenarnya apa yang terjadi?" Tanya Rose.

"Pacar mu ini ndak bisa di atur!" Julia hanya menatap sinis pamannya.

"Giliran Walter sama Adi aja langsung di bela. Dih, mana kebijakan mu?" Bela Julia.

Pamannya langsung memukul kepalanya menggunakan sandal yang ia kenakan. "Pilih kasih, pilih kasih!" Paman Julia kembali memukulkan sendalnya ke kepalanya. "Kamunya aja yang ngebatu!" Julia langsung mendorong pamannya ke belakang.

Rose ingin melerai pertengkaran mereka namun, ia di tahan oleh Mrs. Kuncoro.

Ia menggelengkan kepalanya sambil berkata, "jangan." Rose hanya diam dan menatap bibinya yang kini tersenyum ke arahnya. ia hanya bisa pasrah dan mengikuti Mrs. Kuncoro ke dapur dan berdiri di belakangnya. "Julia suka banget sama daging rusa dan sapi," ucapnya sambil membuka kulkas.

Rose menghela napasnya kasar dan ia masih mendengar suara teriakkan dari ruang tengah antara Julia. "Apa dia suka seperti ini dengan pamannya?" Mrs. Kuncoro hanya tertawa kecil dan menganggukkan kepalanya.

"Julia memang begitu dengan paman-paman dan sepupunya," ucap Mrs. Kuncoro sambil membuka freezer.

Rose langsung menghampiri Mrs. Kuncoro yang sedang memotong sayuran. Ia memakai apron dan mengambil pisau daging. "Itu dagingnya tolong di cuci dulu, nduk. Sehabis itu tolong potong kecil-kecil." Rose hanya menganggukkan kepalanya.

Tidak ada obrolan lagi dari mereka. Hanya ada suara kucuran air mengalir dan suara pisau yang beradu dengan cutting board kayu. Rose menghela napasnya kasar sambil meletakkan daging yang basah di saringan.

ia mengambil pisau daging dan memotongnya dengan ukuran kecil. "Sehabis itu, tolong isi air setengah di panci." Rose menganggukkan kepalanya dan bergegas untuk mengambil panci dan mengisinya dengan air. "Kenapa? Apa ada pertanyaan yang ingin di tanyakan?" Mrs. Kuncoro memasukkan daging yang sudah di cuci dengan api sedang.

Rose menganggukkan kepala. Ia menghela napas dan menatap Mrs. Kuncoro dengan wajah datar. "Aku hanya mengenalnya beberapa bulan, tapi mengapa aku merasa jika aku tidak mengenalnya sama sekali? Apa..." Mrs. Kuncoro lagi-lagi tertawa kecil dan menggelengkan kepalanya.

"Julia memang tidak banyak bicara," ucap Mrs. Kuncoro. Kepulan asap keluar dari panci terebut dan terlihat air yang sudah mendidih di barengi dengan daging yang mulai bewarna abu-abu. "Apa dia suka berbicara kepada mu?" Rose mengerutkan keningnya.

Rose membuka pantri dan mengambil mangkok. "Julia memang tidak suka berbicara, tapi jika ia terbuka dengan seseorang, berarti dia nyaman dengan orang tersebut." Mrs. Kuncoro mengeluarkan seledri dan memotongnya.

Rose membuka tutup panci tersebut dan merasakan kuahnya. "Kurang sedap," ucapnya sambil meletakkan sendok ke dalam wastafel. Mrs. Kuncoro kembali menuangkan garam dan lada.

"Bersabar ya? Julia itu sebenernya baik kok. Budhe bukan orang yang tepat buat kamu tanyakan, cah ayu." Rose hanya terdiam dan ia kembali mengaduk kuahnya, lalu ia menutup kembali.

"kurang sedap." Mrs. Kuncoro memberikan lada, garam, dan gula kepada Rose sambil tersenyum ke arahnya. Rose yang mengerti maksud tersebut, ia langsung menuangkan sambil mencicipi kuah daging.

Mrs. Kuncoro langsung mengambil sendok dan mencicipi kuah yang di racik oleh Rose. Dengan senyuman yang mengembang, ia meletakkan sendoknya di wastafel. "Jangan mudah tertipu sama triknya Julia. Dia itu emang licik." Rose hanya terdiam dan menganggukkan kepalanya.

Ia menatap Julia yang sedang berusaha melawan pamannya. "Jangan melamun! Ini masih banyak yang harus di masak." Rose menganggukkan kepalanya.

TBC