webnovel

Kembali Sebentar

Stella berdiri didepan sebuah halte bus. Dengan balutan jaket tebalnya, gadis itu memasukan kedua tangannya rapat kedalam saku jaket berwarna cokelat terangnya. Ia tidak sanggup dengan udara dingin di sana.

Sungguh, ia berpikir kenapa bisa selemah itu dengan musim hujan. Bagaimana jika ia memiliki kesempatan pergi keluar negeri yang memiliki musim salju? ya, musim es disana. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana ia akan terserang flu berat pastinya.

Sebenarnya sekarang ini tidak terlalu dingin, hanya saja ia berpakaian rapi, karena orang tuanya memaksa gadis itu untuk pulang. Mau tidak mau Stella menurutinya.

Tempat tinggal keluarga gadis itu, terletak disalah satu perumahan elit di sebelah selatan ibukota. Stella berada di pusat karena tinggal bersama temannya karena sebelumnya gadis itu pernah kabur dari rumahnya karena terjerat cinta buta dari seorang Pria bernama Bintan.

Kini Ia telah dipatahkan oleh lelaki yang selama ini ia kagum dan telah menjalin hubungan asmara yang hampir satu tahun, kini kandas didepan mata gadis itu sendiri.

Stella merasa hatinya baru saja tersambar petir karena kejadian kemarin di kafe. Bintan memang sangat keterlaluan, tapi dimatanya dia tetap istimewa. Entah kenapa dirinya masih berpikiran begitu, sebab disebagian hati gadis itu, masih ada tempat Bintan didalamnya.

Ia berniat kembali kerumah orang tuanya bukan karena ia menuruti perkataan orang tuanya, tapi memang membutuhkan waktu untuk busa menyembuhkan luka itu kembali sebelum benar-benar bisa mengisinya dengan sosok Bintan kembali.

Matanya yang sembab karena menangis semalaman, dan juga ditambah tidak bisa tidur membuatnya merasa pusing. Ia mengarahkan pandangannya pada arah kiri dan kanan, menanti kendaraan berwarna biru berhenti didepannya.

Ponselnya terus bergetar karena ada banyak sekali notifikasi masuk, tapi yang paling mengganggu baginya, banyak sekali nama Bintan yang muncul disana. Gadis itu berdecik sebal, sungguh. Ia membuka ponselnya kemudian memeriksa pesan itu.

Ia tahu bahwa disitu hanya lah pesan teks yang tidak jelas, membosankan, atau Klasik dari lelaki hidung belang tersebut. Gadis berambut hitam itu kemudian memainkan ibu jarinya diatas Keyboard, menuliskan sesuatu.

'Jika kamu masih memiliki niat untuk meminta maaf padaku, datanglah ke halte bus dijalan nomor VII sebelum bus datang pukul 09 : 00 AM.' Ia langsung menekan tombol Kirim.

Stella langsung mematikan ponselnya. Ia tahu bahwa lelaki berambut ombak seperti Bintan pasti akan segera membaca pesannya. Stella duduk dikursi halte sambil menatap kosong kearah tetesan hujan yang menetes membasahi beton.

Ia menjadi teringat akan sikap orang tuanya terhadap pemuda itu yang tidak terlalu menyukai laki-laki berumur dua puluh empat tahun tersebut. Orang tua Stella selalu mengekang puterinya itu menjalin asmara dengan Pria yang tidak jelas latar belakangnya itu. Bintan dikenal sebagai sosok yang arogan, egois bahkan seperti apa yang sudah Stella alami belakangan ini. Jadi sekarang ia sudah tidak heran akan hal itu. Tapi kenapa dirinya masih mengharapkan Cinta dari lelaki berkulit sawo matang itu, ia masih berharap bahwa Bintan bisa berubah menjadi orang yang baik. Stella memang sangat kerasa kepala.

Jam diarlojinya sudah hampir menunjukan pukul sembilan tepat, tapi orang yang ditunggunya benar-benar tidak kelihatan batang hidungnya. Sudah ada beberapa bus yang berhenti didepannya, tapi Stella memutuska untuk menaiki bus selanjutnya demi Bintan.

Gadis itu menghembuskan nafasnya. Hujan sudah reda, dan menyisakan kelembapan dijalan raya. Matahari baru terlihat menyirani sinar emasnya lagi. Stella merasa hangat. Bus berikutnya yang ia tunggu, kini telah tiba sambil menurunkan beberapa penumpang yang ada didalamnya.

Gadis itu mengepalkan kedua tangannya geram. Ia mulai berdiri, lalu mengibaskan pandangannya yang memang belum terlihat sosok lelaki itu. Dalam hatinya ia melontarkan umpatan pada Bintan. Hatinya terasa benar-benar kecewa.

Namun ketika saat ia akan melangkah masuk kedalam bus, seseorang mencegahnya. "Stella, tunggu."

Lantas, gadis itu menoleh kearah sumber suara. "Jangan pergi, tolong. Aku minta maaf." Ucapnya sambil memandangi gadis itu dari jarak yang tidak terlalu jauh. Pakaiannya yang basah, wajahnya yang sedikit pucat juga menghiasi penampilan orang itu.

"Bintan? Aku berharap kamu tidak menyesal. Aku hargai dirimu kali ini, tapi jika lain waktu kamu terus begini, aku mau kita akhiri hubungan gila ini." Kata Stella dengan tatapan lekat pada pria itu. Tubuhnya yang basah, seolah ia memaksakan untuk menemui gadis itu sambil menerobos hujan tadi. Sama seperti yang dilakukan gadis itu setelah meninggalkan Levada De Kafè kemarin.

"Stella kumohon jangan pergi. Aku masih mencintaimu. Kejadian kemarin benar-benar bukan apa yang kamu kira, dan-" Perkataan terputus.

"Masih?!" Sambar Stella. Gadis itu melangkah mendekati lelaki yang lebih tinggi darinya itu. Setelah mereka berhadapan, Stella harus mati-matian mendongakan wajahnya untuk bisa mentapa wajah 'Play Boy' yang ada dihadapannya.

"Berarti kamu memang ada hubungan sama perempuan sialan itu ?! Sudah berapa lama kamu sembunyikan ini dari aku? Berapa lama ?! Kamu tahu kemarin aku menunggu seharian demi kamu? tapi setelah kamu datang aku malah dapat jawaban yang gak terduga sama sekali !" Perkataan gadis itu meningkat tepat didepan wajah pria berambut hitam tersebut. Bintan sampai menutup kedua matanya sebentar karena terkejut.

"Tapi, Stella. Dengarkan aku dulu." Ucap Bintan pelan. Wajahnya yang sudah lelah seakan dia berharap menemukan celah untuk bisa memberikan kepercayaan pada gadis setinggi dagunya itu.

Tangan Stella menepis perkataan lelaki itu yang seakan sudah enggan sekali untuk mendapat jawaban omong kosong darinya lagi. Pandangannya yang asal, serta senyum pahitnya sudah benar-benar membuktikan bahwa seberapa besar rasa kecewanya pada Bintan.

"Cukup." Gadis itu kemudian pergi, masuk kedalam bus. Bus itu langsung melaju setelah Stella masuk kedalamnya. Ia melihat Bintan berlari mengejar bus yang sudah bergerak cepat meninggalkan halte. Stella tidak menghiaukan Bintan. Dadanya kembali sesak ketika mengingat kejadian kemarin. Mendengar Bintan datang dan meminta maaf padanya, sebetulnya itu sudah cukup baginya. Ia tidak perlu lagi penjelasan Klasik lelaki seperti Bintan.

Sudah jelas sekali bahwa Bintan bermain di belakangnya. Mereka berdua sudah terlihat dangat dekat, dan- Stella menggigit bawah bibirnya. Ia tidak bisa melanjutkan ingatan itu lagi. Tanpa disadari air matanya mengalir dan meledak tanpa dipinta. Ia tidak bisa menyangkal perasaannya ini.

Itu semua tidak penting lagi. Kali ini ia harus bisa mencoba menyembuhkan lukanya dengan kembali sebentar kerumah orang tuanya. Entah berapa lama, dirinya tidak ingin bertemu dengan lelaki sialan seperti Bintan.

Dibalik rasa kecewanya saat ini, didalam pikirannya itu terlintas soal Davin. Davin sangat berbeda dari Bintan. Kepribadian Davin sangat tertutup dan lebih tenang. Itu kenapa ia merasa nyaman berada disamping Pria Blasteran tersebut.

Stella segera menyeka air matanya, memikirkan apa yang dilakukan lelaki itu padanya, membuat dirinya merasa hangat. Ia berharap bisa berteman lebih lama dengannya.

****