"Masamune-sama… Apakah perkataanku menyakiti perasaannya ya?" aku termenung.
"Padahal niat Ayah itu untuk kebaikanku sendiri, untuk apa aku menolaknya? Sepertinya aku sudah bersikap egois bukan sih?"
"Menyukai seorang pria pada pandangan pertama. Lalu, memendamnya tanpa melakukan pergerakan maju kecuali berharap. Hah, seorang pengecut!"
Aku menggelengkan kepalaku mengusir pemikiran yang membuatku merasa bersalah. Lebih baik aku mengatakan secara jujur jika aku memang menyukai orang lain daripada membohongi perasaan Masamune.
Mungkin saja Masamune pergi sebentar untuk mencari udara segar, ataupun ingin menilik katana-nya bersama Ayah di ruang utama. Bisa saja, ingin mengambil sake lagi bukan?
Kalau itu alasannya, untuk apa juga mengatakannya padaku? Secara aku kan hanya tamu warga sipil bukan seorang pejabat berpangkat tinggi maupun daimyo.
Iya kan? Iya kan?
.
Aku terlalu sibuk berdebat dalam pikiranku. Semakin aku memikirnya, semakin aku gelisah.
"Kurang ajar! Masamune-sama pergi kemana sih sebenarnya? Aku tidak mengerti pemikirannya orang itu!? Tidak nyaman tahu, gelisah sendirian disini!?" aku frustasi dalam diam.
Beberapa saat kemudian aku mendengar suara langkah kaki berjalan mendekat. Jantungku tak bisa tidak berdegup dengan tenang, semakin dekat langkah tersebut jantungku rasanya mau copot. Getaran kecil dari suara langkah kaki kanan-kiri bergiliran, aku dapat merasakannya.
"Siapakah itu? Masamune-sama kah? Atau…"
Ayolah jantungku, tetaplah tenang! Jantung yang berdegup cepat tentu membuat napasku ikutan tidak karuan. Aku sudah mencoba sebisaku namun saraf-sarafku tidak mau menuruti perintahku.
Perlahan aku dapat melihat pantulan sosok bayangan seorang pria dari balik kertas pintu geser. Dia sudah dekat!
Dan terjadilah, aku melihat seorang sosok yang tidak bisa kulupakan saat kulihat pertama kalinya kala itu. Seorang pria dengan pandangan lurus, bekas luka di pipi kirinya, dan seragam kulit cokelatnya. Sosok yang memiliki wibawa dan kharisma sebagai Mata Kanan Naga, Katakura Kojurou.
"Se-selamat malam, Katakura-sama." Akupun refleks melontarkan salam padanya.
"Selamat malam, Putri Toriyumi-dono. Saya diminta kemari oleh Masamune-sama untuk menemani Anda." Katakura membalas salamnya padaku.
"Terimakasih, saya dengan senang hati menerimanya."
"Masamune-sama kampret! Jadi ini maksudmu yang tiba-tiba pergi begitu saja lalu memanggil Katakura buat datang kemari begitu hah? Aku benci mengakuinya, tapi rencana dadakanmu ini sukses memainkan perasaanku bertubi-tubi. Aaarghh! Ingin rasanya kucolokkan mata kirinya biar pakai kacamata kuda sekalian,"
"Tidak. Tidak. Tidak. Belum cukup rasanya jika tidak dibarengi dengan menghajarnya juga."
Katakura lalu memposisikan dirinya duduk bersimpuh di dipan depan pintu geser. Dia memandang ke arah langit, "Langit malam hari ini terlihat indah bukan?"
"Be-benar, Katakura-sama."
Katakura lalu melemparkan pandangannya ke arahku, "Putri Toriyumi-dono, kemarilah mendekat agar bisa melihatnya lebih jelas. Melihatnya dari dalam ruangan tentu tidak begitu jelas bukan?" Katakura menepuk lantai kayu di sebelahnya yang kosong.
"Eh, itu…saya…"
"Anda tidak perlu sungkan, apa jangan-jangan Putri Toriyumi-dono tidak berkenan melihatnya bersama saya?" tanyanya dengan nada tenang dan lembut.
"Ti-tidak bukan begitu. Saya tentu ingin melihatnya kok," akupun berjalan mendekati Katakura, aku berusaha menyembunyikan kakiku yang bergetar dan degup jantungku yang tambah tak karuan. Lalu, aku pun duduk tepat di sebelahnya.
Ugh, perasaan ini… aku menggenggam kedua telapak tanganku.
"Katakura-sama—"
"Anu, Anda tidak perlu terlalu formal memanggil saya karena biasanya yang memanggil seperti itu adalah anak buah prajurit saya dan beberapa pekerja buruh. Anda cukup memanggil saya Kojurou."
"Eh? EEHH!? Sa-saya tidak bisa melakukannya! Itu sangat mendadak, bukan, hal itu sangat tidak biasa bagi saya…u-um…ba-bagaimana jika Katakura-san? U-um-uumm…" aku gelagapan menanggapinya responnya. Tanganku bergerak-gerak menunjuk tidak jelas.
Katakura mengedipkan matanya beberapa kali mungkin agak terkejut dengan tingkahku barusan. Sesaat kemudian dia tertawa kecil.
"Anda orangnya lucu ya ternyata. Jika sebegitu inginnya, panggil Katakura sudah cukup kok." Kata Katakura sambil tersenyum. Aku segera mengalihkan pandanganku, senyumannya itu loh! Tidak kuat!
"Katakura ya… Saya lebih nyaman memanggil nama Anda dengan sebutan itu." Ucapku dengan malu-malu.
"Putri Toriyumi-dono, apakah Anda tinggal di wilayah Oushuu sejak lahir?"
"Benar."
"Apakah wilayah Oushuu damai dan aman sebelum Masamune-sama mengambil alih kekuasaan disini?"
"Yah, saya tidak begitu memperhatikan keadaan sebelumnya. Tetapi setelah Masamune-sama mengambil alih, saya bisa melihat keadaan menjadi lebih stabil dan daerah perbatasan mendapat penanganan. Jadi, saya tidak pernah terpikir bahwa klan Date adalah orang jahat."
"Jadi begitu rupanya."
"Katakura juga….apakah sudah lama mengabdi kepada Masamune-sama?"
"Hm, jika diingat-ingat kembali mungkin sudah lama ya. Saya mengabdi pada Masamune-sama sejak ia berusia sangat belia, mungkin karena wasiat keluarga Katakura untuk melayani keluarga Date."
"Hebat, hebat sekali! Pasti Masamune-sama adalah orang yang berbakat di usia muda sampai-sampai menjadi seorang jendral perang sekarang!" kataku berseri-seri.
"Anda terlalu berlebihan memujinya Putri Toriyumi-dono. Jika Masamune-sama mendengarnya, beliau akan sangat membanggakan dirinya lho."
Aku dan Katakura tertawa bersama dengan percakapan kita. Hatiku lebih tenang sekarang, degup jantungku juga mulai normal kembali.
"Ah, Katakura. Apakah Anda ingin minum sake, suasana dan langit malam hari ini sedang mendukung. Saya akan menuangkannya untuk Anda," tawarku pada Katakura.
"Boleh nih? Sebetulnya saya memang haus, tetapi sepertinya meminum sake beberapa cawan terdengar menyenangkan. Tolong ya," jawab Katakura menerima tawaranku.
Suasana hatiku menjadi riang gembira. Bisa bercakap-cakap dan bertemu tatap muka dengan Katakura. Ini adalah mimpi yang menjadi kenyataan. Aku masuk kembali ke ruangan dan membawakan satu botol sake dan cawan kecilnya.
"Terimakasih." Katakura menerima cawannya, lalu akupun menuangkan sake ke dalamnya. Dengan tenang Katakura meneguk sake itu. Akupun menuangkannya kembali hingga ketiga kalinya.
"Omong-omong, Putri Toriyumi-dono. Saat saya bersama Toriyumi-dono di ruang utama, beliau bercerita meminta Masamune-sama untuk mempersunting Anda. Bagaimana? Bukankah itu kabar bagus? Karena Masamune-sama pun pasti—" belum selesai Katakura menyelesaikan kalimatnya. Aku menaruh botol sake ke lantai kayu sedikit keras.
"Putri…Toriyumi-dono…?"
"Saya… menolaknya Katakura. Bukan berarti saya tidak menghormati Masamune-sama, Tetapi saya sudah menyukai laki-laki lain….hingga saat ini…" ujarku dengan nada yang hampir berbisik.
Katakura memandangiku sejenak dan tersenyum samar. Tersirat di wajahnya ada rasa kecewa.
"Oh, begitu rupanya. Jika boleh saya tahu, siapakah orang itu?" tanya Katakura dengan antusias.
Hening.
Jantungku kembali berdegup kencang. Aku semakin meremas kimono-ku. Wajahku terasa memanas. Aku menggigit bibir bawahku.
"Hal itu….itu….o-orang yang saya sukai itu….anu…" aku terbata-bata dalam mengucapkan sebuah kalimat. Katakura masih memandangiku dengan penasaran.
"Laki-laki itu….orang yang saya sukai itu….adalah…A-anda, Katakura Kojurou." Aku menundukkan kepalaku yang memanas dan memerah. Akhirnya, aku mengatakannya.
Akhirnya, aku mengutarakan langsung pada Katakura.
Uuugh, bagaimana ya reaksinya dia. Sudah pasti dia akan—
Ketika aku mengangkat kepala, Katakura menatapku lurus dengan tatapan tidak percaya. Mulutnya sedikit menganga.
"E-Eh? Tolong ulangi perkataan Anda, mungkin saya salah mendengarnya."
Argh! Katakura bodoh, yang benar saja aku harus mengulangi pernyataan cintaku padamu. Mengucapkannya pun sudah membuatku malu setengah hidup.
"Saya bilang….saya menyukai Anda, Katakura Kojurou!!" aku mengucapkannya dengan sangat jelas kali ini. Tidak mungkin dia tidak mendengarkanku.
Sudah cukup, ini sungguh sangat memalukan!
Katakura mengedipkan matanya lalu mengalihkan pandangannya daripadaku. Dia menggaruk-garuk belakang kepalanya yang tidak gatal. Ekspresi wajahnya tidak bisa kujelaskan.
"To-tolong katakan sesuatu, Kata—"
Dia menahanku dengan telapak tangannya, memberikan isyarat padaku untuk diam sejenak.
"Mohon tu-tunggu sebentar, saya tahu bahwa ini tiba-tiba. Saya juga…anu…itu…baru pertama kalinya ada seorang perempuan menyatakan perasaannya langsung pada saya, jadi…"
Aku masih menunggu sekaligus penasaran kalimat lanjutan darinya.
"Entah mengapa saya merasa malu…dan…dan…merasa senang mendengarnya, ugh…" Katakura menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Sekilas aku melihat daun telinganya ikutan memerah.
Uuughhhh!!!! Aku jadi ikutan tambah malu tahuuu!!!! Katakura sampai-sampai salah tingkah. Perasaanku tambah campur aduk, wajahku yang memerah mungkin sudah tidak kupedulikan lagi. Akan tetapi, itu artinya Katakura tidak menolakku bukan?
"Anda tidak lagi sedang bercanda kan mengatakannya?"
Aku menggeleng keras, "Saya serius mengatakannya, Katakura."
"Sejak kapan?"
"Sejak pertama kali saya menyaksikan Katakura bersama pasukan Masamune-sama datang ke alun-alun kota waktu itu. Saya menaruh hati pada Anda ketika saya sedang mengantarkan pesanan pelanggan Ayah."
"Oh, sekarang saya memahaminya…" Katakura tersenyum lembut mendengarkan pengakuanku. Kemudian Katakura memposisikan dirinya duduk berhadapan denganku, lalu ia meletakkan kedua pedangnya di sampingnya serta melepas sarung tangannya.
"Mungkin tidak ada salahnya mencoba menaruh hati pada seseorang bukan? Kita juga belum tentu menemukan orang yang lebih baik ke depannya, hal ini juga adalah pertama kalinya bagiku. Tapi, apakah Anda bisa bersabar? Saya percaya benih-benih cinta dapat tumbuh di antara kita apabila kita mulai mengenal satu sama lain dimulai saat ini." Katakura meraih dan menggenggam kedua tanganku dengan hangat.
Kedua mata kami saling beradu penuh arti. Katakura memandangiku sambil tersenyum.
Akupun perlahan menarik sudut bibirku dan membalas senyumannya.
"Ya, Katakura." rasanya aku ingin menangis bahagia saat ini woy! :"D
"Putri Toriyumi-dono, Anda benar-benar perempuan yang manis dan berani." Katakura memberikan sebuah pujian padaku. Aduh, meleleh rasanya.
"Katakura, cukup. Kau membuatku malu banget ini!" Tanpa sadar aku memalingkan wajahku yang memerah bagai kepiting rebus dari penglihatannya.
"Heh? Benarkah? Mana-mana aku ingin lihat dong, hehehe." goda Katakura yang masih belum melepaskan genggaman tangannya dari tanganku.
"Sudah cukup, iseng banget sih Katakura!"
.
Malam hari yang cerah dengan terangnya cahaya bulan sabit dan bintang-bintang seperti membentangkan secuil kebahagiaan kecil bagi seorang insani sepertiku ini. Menutup satu hariku dengan penuh perasaan.
Hari-hari berikutnya, warna-warni kebahagiaan seperti apa ya yang akan kualami?