webnovel

Senandung Cinta Ayu

"Wanita bisa melupakan pria yang pernah dia cintai memang hebat, tapi apakah kamu tahu ada yang lebih hebat dari dia?" tanya Ayu pada Bella, wanita yang sedang menunduk lesu berselimutkan duka. Mendengar pertanyaan Ayu, Bella sontak menggelengkan kepalanya. "Dia adalah wanita yang masih mencintai pria dari masa lalunya tapi tak sedikit pun mempunyai niat merusak hubungan pria itu dengan wanita barunya, sekalipun dia tahu wanita itulah yang sudah merenggut kebahagiaanya," jawaban dari Ayu semakin membuat Bella tenggelam dalam larutan penyesalan.

ALWA1196 · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
245 Chs

Dulu, Sekarang dan Selamanya

Tatapan Ayu dan Yudi saling mengunci, Yudi berusaha untuk mengendalikan keterkejutannya. Dia menitah Ayu untuk kembali duduk karena hal selanjutnya yang akan dia sampaikan mungkin akan membuat sukmanya kian terkoyak.

Dari kode yang diberikan Yudi, Ayu bisa merasakan kalau hal selanjutnya yang akan Yudi bicarakan jauh lebih penting. Dengan daksa yang kian melemah Ayu akhirnya memilih menuruti titah Yudi.

"Aku ngajak ngobrol bukan hanya untuk mengembalikan Ayu dan Zaskia padamu, tapi aku juga ingin menjadi pendonor untukmu. Kamu butuh itu terus membahagiakan mereka." Ucapan Yudi membuat Firman menegang, sekujur tubuhnya mendadak kaku, akralnya pun ikut mendingin.

Firman seolah lupa kalau lelaki di hadapannya kini adalah suami dari mantan tunangannya. Bella pasti telah menceritakan semua tentang dirinya pada Yudi.

Rasa emosi yang tadi bersarang di hati Ayu seakan hilang entah kemana berganti dengan rasa takut yang kian bekecamuk dalam sukmanya.

"Sakit? Donor?" Ayu membatin sampai terus menajamkan telinganya, mencuri dengar pembicaraan dua lelaki tersebut.

"Jangan mengasihaniku seolah-olah aku adalah orang yang paling merana di muka bumi ini, Kak." Harusnya Yudi tahu kalau Firman tidak akan membuat keinginannya berjalan mulus semulus jalan tol.

Yudi menganut paham mundur selangkah untuk dua langkah lebih maju ke depan ditambah lagi kehadiran Ayu di tengah-tengah mereka dia pasti akan melakukan apa saja untuk kesembuhan sang pelengkap jiwanya.

Firman dengan tegas menolak tawaran Yudi, dia memilih pamit undur diri masih ada kegiatan lain yang harus dia lakukan.

Sepeninggal Firman, Ayu lekas mendekati Yudi napas wanita berusia 24 tahun itu kian memburu. Tampang beringas Ayu perlihatkan dia tak ubahnya seperti singa kelaparan.

Ayu mencengkeram erat kedua kerah kemeja Yudi, dia seakan lupa di mana dirinya berpijak, melupakan nama besar Galih Surya Atmadja dalam dirinya. Persetan dengan menjaga image, Ayu hanya ingin meluapkan emosinya.

Mungkin ini adalah alasan semesta mengirimkan Ayu untuk Firman. Hanya Firman yang mengendalikan emosi Ayu. Firman yang penyabar, Ayu yang tempramen. Jodoh bukan sekedar tentang cerminan diri kita, tapi sering kali jodoh adalah pelengkap diri kita. Kalau jodoh hanya melulu tentang cerminan diri, lalu kenapa jodoh Asiyah adalah Firaun?

"Yu, malu dilihatin orang," Yudi memelas. Tapi kilatan emosi dalam jiwa Ayu sangat sulit untuk padamkan.

"Malu? Lalu di mana malumu untuk Firman, Kak? Kamu ....,"

"Sudah cukup kalian menderita, aku tidak berharap kalian memaafkanku, cuma kamu harus bantu aku untuk mendonorkan ginjalku untuk Firman!" Ayu kian tertohok, atas terbukanya satu rahasia besar Firman. Bagaimana bisa ayah Zaskia itu menyembunyikan penyakit amat serius itu.

Ayu menggeleng, hatinya mempercayai ucapan Yudi namun tidak dengan kepelanya yang menggelang samar.

"Aku tahu selama ini Firman tidak benar pergi dari hidupmu, dia ada di dekatmu tanpa kamu sadari, dia sakit, gagal ginjal yang dia derita itu merupakan turun dari Papanya," penjelasan panjang kali lebar Yudi mental begitu saja di telinga Ayu.

"Kamu masih ragu? Aku bisa mempertemukanmu dengan Om Riyan, dia adalah Dokter Internist yang menangani Firman," tambah Yudi.

Andi Riyan Pratama adalah kakak kandung dari Mayang Gita Adisti, mama Yudi. Jadi bukan hal yang sulit untuk Yudi mendapat detail informasi tentang kesehatan Firman.

Tanpa permisi ataupun salam hangat perpisahan Ayu meninggalkan Yudi.

"Enam tahun hidup seatap denganmu ternyata tak bisa menetapkan hatimu padaku, masih Firman yang bertahta di hatimu dulu, sekarang, dan selamanya."

~~~

Melesat dengan kecepatan tinggi Ayu membelah jalanan ibu kota, tak sedikit kali umpatan yang dia dapatkan dari pengendaran lainnya, tapi Ayu menulikan telinganya. Saat ini yang terpenting untuknya adalah Firman. Dia siap bertaruh nyawa untuk lelaki tersebut.

Tak butuh waktu lama kereta besi Ayu kembali terparkir di pelataran gedung Rumah Sakit terbesar di ibu kota ini. Ayu tahu kedatangannya kali ini mungkin tidak langsung mendapat hasil sesuai dengan ekspektasinya.

Tapi Ayu tidak akan mengetahui hasilnya jika tak memulai, bukan? Kalau bukan sekarang kapan lagi? Ayu mencegat salah satu perawat yang dia temui.

"Sus, saya ingin bertemu dengan Dokter Satya," pinta Ayu dengan deru napas yang memburu. Sang suster kebingungan melihat sosok pewaris tunggal Angkasa Group itu.

"Saya keponakan beliau!" Mendengar penuturan Ayu barulah sang suster tadi menuntun wanita berparas ayu itu menuju ruangan orang nomor satu di Rumah Sakit tersebut.

BUGH~~~

Atensi Om Satya teralihkan karena kedatangan Ayu yang sangat mengejutkan itu. Ada masalahkah? Kenapa Ayu datang sungguh dengan perawakan yang hancur.

Om Satya bangun dari duduknya menuntun Ayu untuk duduk di sofa yang terdapat dalam ruangannya. Lelaki paru baya itu seakan lupa dengan berkas yang harus dia selesaikan malam ini juga.

"Om, aku ingin bertemu dengan Dokte Riyan," pinta Ayu  selepas menghempaskan bokongnya di sofa. Om Satya nampak berpikir keras Dokter Riyan siapa yang dimaksud oleh Ayu. Ahli jiwakah atau ahli penyakit dalamkah? Pikir pria paru baya itu.

"Andi Riyan Pratama, Om!" ulang Ayu dengan menyebutkan nama panjang sang dokter. Om Satya kemudian mengangguk tanda mengerti dengan ucapan Ayu.

"Aku mau mendonorkan ginjalku untuk salah satu pasiennya yang bernama Firman Afif." Tercengang dan tak percaya itulah yang dirasakan Om Satya kala mendengarkan keinginan Ayu.

Apa tadi Ayu bilang donor ginjal? Pasti itu hanya keinginan semalam.

"Firman Afif, yang beberapa hari yang lalu juga mengalami kecelakaan, kan?" Om Satya berusaha meyakinkan bahwa yang mereka bicarakan adalah hal yang sama.

Hanya anggukan lesu yang Ayu berikan tanda pembenaran atas pertanyaan Om Satya barusan.

Jam sudah menunjukkan hampir pukul sembilan, Om Satya menitah Ayu untuk kembali besok pagi karena semua poli di Rumah Sakit sudah tertutup.

Ayu sudah menduga, tapi tak ada yang bisa lakukan kecuali mematuhi titah dari Om Satya.

Dengan langkah gontai Ayu menyisir koridor demi koridor Rumah Sakit. Sungguh berbeda seratus delapan puluh derajat ketika dia baru memasuki ini.

Bohong jika Ayu pun tak ragu dalam mengambil keputusan ini, tapi apapun akan dia lakukan asal Firman sembuh. Asalkan bisa terus bersama dengan orang-orang yang dia sayangi.

Ayu sampai ke kediaman Papa Galih ketika rumah itu telah minim dengan cahaya. Manik mata Ayu dia bawa melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah pukul 10 lewat, itu artinya hampir 3 jam dia berada di luar.

Perut Ayu berbunyi, mengirim sinyal ke otak bahwa dia ingin diisi. Mulai saat ini Ayu harus menjaga pola hidup sehatnya, jika dia memang bersungguh-sungguh ingin menjadi donor untuk Firman Afif.

Ayu hanya memakan sayur yang sebelumnya dia hangat, siapa pun yang melihat tingkah Ayu saat ini pasti mengira Ayu telah kehilangan kewarasannya.

Bersambung...