webnovel

Bebas Dari Aturan

Rihana pov

Aku hanya bisa bertahan selama 2 jam di club malam ini. Minuman alkohol yang aku beli bahkan cuma diteguk tidak ada seperempatnya, itupun langsung aku muntah kan lagi karena rasanya yang sangat pait dan membuat lidahku seperti terbakar. Entah minuman macam apa yang di gemari banyak anak muda itu.

Aku bahkan tak habis pikir dengan orang-orang yang ada di dalam sana. Mereka terlihat enak sekali meneguk minuman itu layaknya teh manis.

Aku segera buru-buru keluar,tak betah lama-lama di dalam sana karena terlalu amat sangat bising dan banyak laki-laki yang datang kearah mejaku.

Sepertinya memang image pengunjung club malam selalu buruk,sampai semua laki-laki yang datang menghampiriku tanpa basa basi mengajak untuk menghabiskan malam dengannya. Untuk melakukan hubungan intim tentunya.

Rasanya aku akan gila jika setiap hari datang ketempat ini dan menghadapi orang-orang yang seperti itu.

Mungkin lain cerita jika itu Tiara yang ada disini,dia pasti dengan sangat senang hati akan melempar kan tubuhnya pada laki-laki yang mengajak nya untuk bersenang-senang dan tidur gratis dengan nya.

"Sial.!" Ku tendang pintu bar sembari keluar. Muak rasanya mengingat mantan sahabatku. Benar-benar tidak tahu malu. Masih punya muka untuk mencibirku setelah tertangkap basah sedang berbuat mesum dengan kekasihku.

"Shh-itt.!"

"Apa yang sedang kamu lakukan.?!"

Aku mengangkat kepala saat mendengar suara teguran tepat di hadapanku. Mataku menelusuri wajah laki-laki dewasa yang berdiri sangat dekat denganku. Tubuhnya yang sangat tinggi mengharuskanku mendongak untuk menatap nya.

"Siapa paman.? Aku.??" Ku tunjuk wajahku sendiri,takut bukan aku yang sedang di ajak bicara oleh nya.

"Memangnya siapa lagi yang ada di sini selain kamu.?!" Bentak nya.

Dia lalu membungkuk dan mengusap bagian bawah lutut.

"Kaki paman kenapa.??kena pintu ya.?" Tebakku dengan rasa tidak bersalah sedikit pun kalaupun benar, itu bukan sepenuhnya  salahku kan.? Harusnya dia yang lebih berhati-hati saat ingin masuk.

"Ngapain nanya kalo kamu udah tahu.!" Dia menjawab dengan ketus. Sangat menjengkelkan sekali,tapi aneh nya aku malah menatap nya tanpa berkedip sama sekali karena ekspresi wajahnya yang sangat cool saat sedang mode marah seperti itu.

"Yaudah sih paman, enggak usah marah-marah kayak gitu."

"Aku minta maaf." Kataku sambil berlalu dari hadapanya.

"Dasar bocah aneh.!"

Aku menghentikan langkah ku saat mendengar cibiranya.

Bocah.?? Paman itu menyebut ku bocah.??? Apa sebocah itu penampilanku.??

Tiara juga bilang seperti itu,bahkan lebih parah  dengan menyebutkan ku anak ingusan.

"Paman bilang apa tadi.?!" Aku jadi kembali menghampirinya.

"Aku bukan bocah,umurku sudah 24 tahun.!" Seruku yang di tanggapi seulas senyuman geli olehnya.

Tentu saja aku tak mau di sebut bocah. 24 tahun bukan kah sudah cukup untuk di bilang dewasa  malah lebih.

Apa mungkin karna penampilanku yang seperti ini.???

"Terserah kau saja."  Jawabnya. Paman tampan itu kemudian masuk kedalam club  dan mengabaikan ku.

Tampan.?? Aku tersenyum dalam hati sembari memuji fisiknya. Paman itu memang jauh lebih tampan dan berkarisma daripada Dirga,walaupun postur tubuhnya hampir sama.

"Huuuffftt,," aku menghela nafas berat,mengingat kembali tentang laki-laki penghianat itu yang membuat hatiku terasa sakit.

Cinta pertama ku hanya menyisakan luka yang teramat mendalam.

Aku lalu bergegas ke mobil dan meninggalkan tempat hiburan malam yang tak memberikan hiburan sedikit pun untuk ku yang ada malah hanya membuatku semakin kesal karena mendapat tawaran gila dari banyak laki-laki di dalam sana. Belum lagi harus bertemu dengan paman tadi yang mencibirku dengan sebutan bocah.

Aku jadi memikirkan kembali cibiran Tiara. Mungkin memang sifat ku ini yang akhirnya membuat Dirga berpaling dari sisi ku.

****

Ku parkirkan mobil mewah ku di garasi. Papi menyediakan banyak mobil mewah di garasi rumah.

Aku tak kekurangan apa pun dari segi materi,begitu  juga dengan kasih sayang  dan perhatian dari papi.

Walaupun papi seorang pemimpin perusahaan,dia selalu meluangkan waktu di tengah-tengah kesibukanya. Papi memang selalu menjadikanku sebagai prioritas dalam kehidupanya.

Sejak kepergian mami,papi memang lebih mencurah kan seluruh hidupnya  untuk diriku. Kehidupanya  seolah-olah hanya tentangku dan untuk ku saja. Papi bahkan slalu menuruti apapun yang aku katakan dan aku ingin kan.

"Kamu kemana saja.? Kenapa baru pulang selarut ini.??"

Sebelum nya aku tak pernah mendengar pernyataan itu dari mulut papi. Mungkin karena sebelumnya aku tak pernah pulang lebih dari jam setengah 10 malam. Sedangkan kali ini aku pulang pukul 12 malam sejak keluar dari rumah siang tadi.

"Aku sudah dewasa pi,tolong rubah aturannya."

"Teman-temanku saja tidak masalah kalau mereka pulang larut malam. Sekarang baru jam 12 pii." Aku mengajukan protes ,hal yang tak pernah aku lakukan sebelumnya. Sepertinya karena efek dari penghianatan mereka berdua, aku ingin jadi lebih bebas  dan mengetahui dunia luar agar tak tertipu lagi dengan jenis manusia munafik seperti mereka. Sekaligus ingin membuktikan pada Tiara kalau aku bukan anak kecil lagi.

"Rihana, ini bukan perkara sudah dewasa atau belum. Kamu itu perempuan dan anak papi satu-satunya,papi harus ekstra menjaga kamu."

"Pergaulan anak muda sekarang semakin meresahkan,mana mungkin papi membiyarkan kamu bebas pulang larut malam."

Tutur papi dengan nada bicara yang lembut dan berwibawa.

Selalu nasehat itu yang terucap dari mulutnya. Aku mengerti semua itu karena papi terlalu menyayangiku dan menganggapku sangat berarti untuk hidupnya. Tak mau melihat putri tercintanya tergores sedikitpun di luar sana.

"Papi nggak usah khawatir,aku bisa jaga diri kok,,"

"Putri kecil papi nggak mau di bilang kayak anak kecil lagi." Rengek ku sembari bergelayut manja di tangan papi.

"Aku malu di ledek sama teman-teman." Aku memasang wajah memelas. Papi sudah tahu hal itu,bukan rahasia lagi kalau teman-teman dekat ku meledek ku seperti itu. Mereka bahkan tak sungkan mengatakan nya di depan papi ketika mereka sedang main kerumahku.

Papi lalu merangkul pundak ku. Beliau menarik nafas dalam.

"Maafkan papi kalau sikap papi membuat kamu mendapatkan cibiran dari teman kamu. Papi nggak bermaksud menjadikan kamu terlihat seperti anak kecil di depan mereka." 

"Kamu anak papi satu-satunya,mami kamu menitipkan kamu pada papi. Mana mungkin papi bisa mengecewakan mendiang mami kamu."

"Tapi tanpa sadar papi terus-terusan seperti ini,papi jadi lupa kalau putri kecil papi sudah besar dan dewasa."

"Papi akan merubah peraturannya dan membebaskan kamu,asal kamu bisa menjaga  kepercayaan papi. Jangan mengecewakan papi dan selalu ingat batasan."

Aku tersenyum bahagia mendengar ucapan papi. Setelah bertahun-tahun memiliki banyak peraturan yang membuat ku tak tahu dunia luar,akhirnya aku akan menghirup dunia luar  dengan lebih bebas.

****

Pagi ini aku menyiap kan mental dan hati untuk berangkat ke kampus,kalau aku tidak sanggup melihat Tiara setiap hari,sepertinya aku harus memilih untuk pindah dari kampus.

Muak rasanya melihat wajah Tiara di kelas. Pasti akan membuat ku teringat dengan adegan ranjangny bersama Dirga.

Aku keluar dadi mobil setelah memarkirkan mobil ku. Rupanya bersamaan dengan itu,dirga dan tiara juga baru saja keluar dari dalam mobil yang sama.

Belum sempat membuang pandangan kearah lain. Tiara sudah lebih dulu memergokiku, dia tersenyum meledek ke arahku.

"Pagi anak kesayangan papii,,"Sapa tiara sambil berjalan mendekati Dirga dan menggandeng lengan nya.

Nada bicara Tiara yang di buat-buat,seolah mengundang tanganku untuk menamparnya.

"Pagi juga jallll-angg.,,"

"Upsss,, sorry keceplosan,,!" Seruku.

Wajah tiara langsung memerah,kedua matanya terlihat ingin keluar dari tempat nya.

Aku tahu Tiara marah dan tak terima dengan hinaanku,tapi bukan kah hinaan itu pantas untuknya.? Dia tega merebut kekasih sahabatnya sendiri,bahkan sudah tidur denganya.

Tak mau berlama-lama melihat wajah keduanya,aku berlalu dari sana. Tak perduli dengan teriakan  Tiara yang sedang marah denganku.